Thursday, July 20, 2017

METODELOGI STUDI ISLAM EKSKLUSIF DAN INKLUSIF

METODELOGI STUDI ISLAM

EKSKLUSIF DAN INKLUSIF


Oleh:

RAHMAT NUGRAHA NOVRIANDI (1611123)


TITISAN NURUL HUSNA (1611131)


Jurusan/Prodi: Tarbiyah/PAI

Dosen Pengampu:

KARTIKA SARI, M.Hum


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2017

-----------------

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Sejarah Perkembangan Studi Islam”. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Terwujudnya makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan narasumber. Disadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan makalah “STUDI ISLAM DAN ISU-ISU AKTUAL EKSLUSIVISME DAN INKLUSIVISME “ dimasa yang akan datang.

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang. Akhir kata, semoga Allah SWT. Selalu melimpahkan rahmat, karuniah, dan hidayah-Nya kepada kita serta semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

---------------------

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberagamaan agama diiringi dengan keberagaman pemahaman dalam mengkaji agama sendiri atau agama lain untuk dibandingkan juga mencari kebenaran agama dalam keberagaman tersebut dengan menimbulkan pemahaman-pemahaman yang bersifat ekslusif dan inklusif.

Pemahaman ke-Ekslusifan dan ke-Inklusifan pun tidak luput dari umat Islam sehinggga menuntut kita untuk mengkaji pemahaman tersebut secara mendalam, tatapi sebagai pemakalah hanya menjelaskan secara umum karena berhubungan dengan tema makalah studi Islam dan isu–isu aktual Ekslusivisme dan Inklusivisme.

---------------------
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Islam ekslusif dan inklusif ?

2. Bagaimana timbul dari latar belakang Islam ekslusif dan inklusif ?

3. Apa ciri-ciri dari Islam ekslusif dan inklusif ?

4. Bagaimana paham Ekslusivisme dan Inklusivisme Islam di indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan pengertian dari Islam ekslusif dan inklusif.

2. Memaparkan latar belakang timbulnya Islam ekslusif dan inklusif

3. Meyebutkan ciri-ciri dari Islam ekslusif dan inklusif

4. Mendeskripsikan paham Ekslusivisme dan Inklusivisme Islam di Indonesia

-------------------
BAB II

PEMBAHASAN


A. Pengertian dari Islam Ekslusif dan Inklusif

a. Pengertian Islam Ekslusif

Pengertian secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata islam terbentuk dari dari tiga huruf yaitu S ( (س, L (ل), M (م) yang bermakna dasar selamat (salama). Sedangkan secara istilah islam adalah agama yang di turunkan nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam, Sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman [1] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekslusif mempunyai arti terpisah dari yang lain, khusus [2].

Secara harfiyah ekslusif berasal dari bahasa inggris, exlussive yang berarti sendirian, dengan tidak, dengan tidak disertai yang lain, terpisah dari yang lain, berdirisendiri, semata-mata dan tak ada sangkut pautnya dengan yang lain [3].Berdasarkan pengertian ekslusif secara umum dapat di khususkan dalam pengertian islam ekslusif yakni faham / sikap muslim yang memiliki memandang bahwa keyakinan, pandangan dan prinsip islamlah yang paling benar, sementara keyakinan, pandangan, pikiran dan prinsip yang dianut orang lain ialah sesat dan harus dijauhi.


b. Pengertian Islam Inklusif

Inklusif berasal dari bahasa Inggris inclusive yang artinya termasuk di dalamnya. Secara istilah berarti menempatkan dirinya kedalam cara pandang orang lain / kelompok lain dalam melihat dunia, dengan kata lain berusaha menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain dalam memahami masalah [4]. Pengertian Islam inklusif sebenarnya masih rancu pengertiannya dengan Islam pluralis. Dr. Hamim Ilyas berpendapat, , Menurutnya paradigma inklusif kritis yang dimaksud dalam Islam adalah penafsiran tentang ahli kitab memiliki keselamatan yang sama dengan Islam sepanjang beriman dan beramal shaleh [5].

Menurut Nur cholish madjid yang dikutip Adian Husaini dalam bukunya Hegemoni Krsiten-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi (2006) sebagai pandangan sebuah keagamaan pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan tafsirannya kearah pluralism, Inklusif-pluralis selanjutnya digunakan untuk menunjukan paham keberagaman yang didasarkan pada pandangan bahwa agama-agama lain yang ada di dunia ini sebagai yang mengandung kebenaran daan dapat memberikan manfaat bagi penganutnya. Selainitu, islam inklusif pluralis dimaksudkan tidak semata-mata menunjukan pada kenyataan tentang adanya kemajemukan, melainkan keterlibatan aktif terhadap pernyataan kemajemukan tersebut [6]. Dengan mengadopsi istilah Islam inklusif dan sejenisnya, maka secara tidak langsung sudah membuat stigmatisasi dan kategorissi bahwa disana ada islam yang tidak inklusif (ekslusif)[7].

B. Latar belakang timbulnya Islam ekslusif dan inklusif

a. Latar belakang timbulnya Islam Ekslusif
Banyak faktor yang menjadi latar belakang penyebab timbulnya paham ekslusif. Diantaranya sebagai berikut [8]

1. Doktrin ajaran. Harus diakui bahwa sungguhpun pada mulanya agama agama selain islam seperti yahudi, dan nasrani berasal dari tuhan, namun dalam sejarahnyaagama-agama ini sudah tidak memelihara kemuriannya lagi. Kedalam agama-agama tersebut telah masuk unsure bid’ah, khufarat dan tahayul. Misalnya, pada mulanya agama ini mengakui bahwa yang wajib disembah hanyalah Allah. namun dalam perkembangan selanjutnya mereka mengganti doktrin Tuhannya dengan trinitas. Kemudian dalam ajaran agama hindu, aa keyakinan kepercayaan terhadap binatang-binatang tertentu yang dinggap keramat dan sebagai penjelmaan dari Tuhan. Dengan menunjukkan contoh-contoh tersebut dapatlah dimaklumi jika kemudian orang-orang islam ada yang mengambil sikap hati-hati terhadap kemungkinan tercampurnya agama islam dengan ajaran agama lain.

2. Faktor Wawasan yang sempit. Paham yang mengartikan Islam sebagai agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saja dan bukan islam dalam pengertian missi kepatuhan dan ketundukan serta keikhlasan beribadah Allah.akibat dari paham demikian mereka hanya menghormati agama yang dibawa nabi Muhammad saja dan tidak menghormati agama-agama yang dibawa oleh nabi sebelumnya. Demikian pula sikap yang hanya mengetahui satu madzhab atau aliran saja dalam aliran teologi, fiqih, tasawuf dan sebagainya dalam islam, dapat pula menyebabkan timbulnya sikap ekslusif karena karena menganggap madzhab dan aliran yang dianutnyalah yang paling benar.

3. Faktor Kesempurnaan ajaran Islam. Berdasarkan petunjuk surat al-maidah ayat 3 bahwa ajaran Islam yang dibawa nabi Muhammad saw. Sebagai ajaran yang menyempurnakan ajaran atau misi Islam yang dibawa oleh para nabi sebelumnya. Kesempurnaan aajaran Islam juga dapat dilihat dari sikapnya yang memandang manusia secaraa wajar yakni melakukan manusia sesuai dengan potensi fitrah kemanusiaannya. Secara fitrah manusia mmerlukan makan, minum, tempat tinggal, pakaian, dan sebaginya. Fitraah manusia terhadap seluruh aspek kehidupan tersebut sangat diperhatikan dalam ajaran Islam sebagaimana diinggung dalam surat al-rum ayat 30. Engan melihaat ajaran Islam yang smpurna dan sesuai dengan fitrah manusia itu, mka timbul anggapan/sikap yang tidak merasa perlu lagi belajar atau mengetahui agama lain. Malah sebaliknya penganut agama-agama lainlaah yang seharusnya masuk ke agama Islam.

4. Faktor sejarah. Sejarah mencatat bahwa antara umat muslim dan nasrani pernah terlibat perang salib yang berlangsung selama tiga periode dari tahun 1095-1292 atau kurang lebih dalam kurun waktu tiga abad. Bagi umat islam peperangan tersebut menyebabkan pula pula timbulnya kelemahan daalam bidang politik , sejumlah karya tulis dan harta pussaka banyak yang dirampas kaum nasrani. Selanjutnya sejarah juga mencatat bahwa antara kaum muslimin dan nasrani di spanyol pernah konflik ketika umat muslim berkuasa disana, setelah kurang lebih 700 tahun umat Islam berkuasa di spanyol, akhirnya terusir dari Negara tersebut dengan cara yang sangat kejam.


Selain itu, sjarah juga menulis bahwa aantara umat Islam dan hindu pernah terjai konflik yaitu ketika umat Islam berkuasa di India i zaman kerajaan mughal kurang lebih selama tiga abad. Banyak umat Islam yang ditindas oleh umat hindu ketika berada di sana. Berbagai peristiwa sejarah yang sebagaimana disbutkan, masih belum hilang dri ingatan umat Muslim. Hal itu seanjutnya dapat mengganggu hubungan antara umat muslin dengan penganut agama lainnya. Hal demikian diperparah lagi oleh ebagian umat nasrani yang dalammelaksanakan misi dakwahnya sering menggunakan berbagai cara yang kurng jujur sepertimembujuk orang-orang Islam yang lemah ekonominya, daan sebaagainya.

Berdasarkan uraian tersebut nampak bahwa munculnya ekslusifime bukanlah sepenuhnya berasal dari doktrin ajaran Islam itu sendiri melainkan karena factor-faktor yang bersifat non ajaran.

b. Latar belakang timbulnya Islam Inklusif

Asal mula perkembangan istilah Islam inklusif karena tidak dikenal dalam tradisi keilmuan islam, istilah teologi inklusif sekarang diterjemahkan ke dalam bahasa arab menjai al-lahut al-munfatih, maka kita bisa menelusuri perkembangan istilah ini pada perkembangan pemikiran agama dalam Kristen. Sejak berakhirnya konsili vatikan II (1962-1965), dimana katolik roma melakukan perubahan konsep teologinya, dari ekslusif (dengan jargon terkenalnya, extra eccelesiam nulla salus) menjadi teologi inklusif [9].

Kajian kritis yang mendalam tentang sejarah, konsep dan fenomea kontemporer terhadap kkristenan dan agama agama lain diperlukan agar tidak mudah melakukan generalisasi dalam memandang agama. Banyak ilmuan agama di barat yang kmudian mengembangkan metodologi studi agama dengan menyamaratakan semua agama dan menempatkan islam dan sebagai objek kajian yang posisi dan kondisinya seolah-olah sama dengan agama agama lain. Buku – buku metodologi studi agama semacam ini sekarang menjamur di lingkungan perguruan tinggi padahal banyak teori-teori metodologi studi agama itu lahir dari latar belakang yang khas sejarah Kristen dan peradaban barat yang tidak begitu saja di aplikasikan untuk studi terhadap islam. Istilah tersebut yang kemudian dikembangkan yang sebenarnya khaskristen dan sesuai dengan tradisi barat yang traumatic terhadap agama dan tidak tepat diterapkan untuk islam [10].

Para musafir di abad klasik misalnya, termasuk kedalam kelompok yang menentang ilam inklusif dengan berdasar pada dalil Al-quran sebagai berikut;

(Qs Al-baqarah ayat 62),

“Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”

(Qs Al-imran ayat 85),

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak- lah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”

(Qs-al imran ayat 19 ),

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”

Ahli tafsir abad ke-10 al-thabari mengatakan bahwa keselamatan dari Allah tersebut harus bersyaratkan tiga hal :

1. beriman kepada Allah,

2. percaya kepada hari kemudian,

3. berbuat baik. Syarat beriman itu termasuk beriman kepada Allah dan Muhammad shallallahu ‘alai wassallam. Dengan kata lain yang dimaksudkan ayat 62 surat al baqarah adalah mereka yang telah memeluk islam. Sementara ahli tafsir abad ke -12 fakhruddin al-razi memperkuat pendapat tersebut bahwa ketiga syarat sebagaimana tersebut dalam surat al-baqarah ayat 62 tersebut tidak lain adalah essensi ajaran islam.

Demikian pula ibn katsir (abad ke-14) menyatakan bahwa berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan ibn abbas yang menyatakan bahwa kandungan ayat 62 surat al-baqarah yang berisi kesamaan ajaran islam, yahudi, nasrani dan shabiin tersebut diatas elah di nasakh (dihapus/diganti) oleh kandungan ayat 85 surat al-imran yang menyatakan bahwa hanya agama islamlah sebagai agama yang diterima dan diridhai Tuhan. Semua pendapat ini mengarah pada pendapat islam yang ekslusif. Selanjutnya, ath thabathabai lain penafsirannya.

Baginya Allah tidak memandang pada agama tertentu, tetapi yang terpenting adalah substansi dan essensi yang terkandung dalam agama itu. Selain itu ia mengatakan bahwa selama tiga syarat yang terkanung dalam ayat 62 surat al-baqarah tersebut terpenuhi, janji keselamatan dari Tuhan itu terlaksana. Pendapat tersebut dapat pula dijumpai pada tulisan-tulisan fazlur rahman dan yang sejalan degannya, khususnya mereka yang berusaha untuk menunjukan semangat inklusifisme Islam. Pandangan-pandangan ulama’ yang datang belakang tersebut tampak bercorak inklusif berbeda dengan pendapat para mufasir terdahulu yang bercorak islam ekslusif [11].


C. Ciri-ciri Islam Ekslusif dan Inklusif

a. Ciri-ciri Islam Inklusif
Terdapat beberapa ciri dalam pemahaman Islam Inklusif yakni sebagai berikut :

1. Tertutup dengan agama lain,

2. Tidak mengakui kebenaran agama lain,

3. tidak mau berdialog dengan penganut agama lain, yang muncul karena didorong dengan keyakinan bahwa agama-agama lain yang bukan Islam belum dapat dijamin kebenarannya di sisi Tuhan serta dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan ajaran yang dibawa oleh para nabi atau tokoh pendirinya[12]

Fatimah husein, dosen UIN Yogyakarta dalam disertasinyadi melbourn university menyebutkan ciri-ciri kaum ekslusif sebagai berikut :

1. Mereka menerapkan model penafsiran literal terhadap Al-qur’an dan as-sunnah dan berorintasi masa lalu. Karena menggunakan pendekatan literal, maka ijtihad bukanlah hal yang sentral dalam kerangka berfikir mereka.

2. Mereka berpendapat bahwa keselamatan hanya dapat dicapai melalui agama Islam. Bagi mereka, Islam adalah agama final yang dating untuk mengoreksi agama-agama lain, karena itu mereka menggugat otentitas kitab suci agama lain.

b. Ciri-ciri Islam Inklusif

1. Terbuka untuk dikritik dan akomodatif terhdap eksistensi dan keanekargaman agama lain muncul sebagai reaksi kenyataan empiris bahwa agama yang ada di muka bumi ini bukan hanya Islam yang dibawa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassallam.

2. Meyakini berpegang teguh dan mengamalkan ajaran agamanya dengan sungguh-sungguh namun pada saat bersaaan mereka meyakini dan mengakui bahwa kebenaran dalam Islam bisa saja dijumpai dalam agama lain tanpa harus berpindah-pindah kepada agama lain itu [13]

Fatimah husein, dosen UIN Yogyakarta dalam disertasinya di melbourn university menyebutkan ciri-ciri kaum inklusif sebagai berikut [14]

1. Karena mereka memahami Islam sebagai agama agama yang berkembang, maka mereka menerapkan metode konstektual dalam memahami Al-qur’an dan sunnah, melakukan reinterpresi teks-teks asas dalam Islam , dan ijtihad perperan sentral dalam pemikiran mereka.

2. Kaum inklusif memandang, Islam adalah agama terbaik bagi mereka namun, mereka berpendapat bahwa keselamatan diluar agama Islam adalah hal yang mungkin.

D. Paham Ekslusivisme dan Inklusivisme di Indonesia

a. Ekslusifisme di Indonesia [15]

Paham islam yang becorak ekslusivisme masih sangat kental, baik kslusivisme ke dalam maupun ekslusivisme keluar. Ekslusivisme ke dalam terlihat masih belum akrabnya antar sesama umat islam sendiri. Ukhuwah sesame muslim belum terwujud sebagaimana yang diharapkan. Hal ini semakin diperparah dengan adanya partai yang berlabelkan islam dan berbasis keumatan. Masing-masing pendiri dan pengikut partai memiliki arogansinya sendiri-sendiriyang ditujukan untuk mencapai tujuan politiknya, yaitu merebut kekuasaan. Sikap sedemikian seharusnya tidak terjadi mankala umat menyadari bahwa partai hanyaah merupakan alat, sedangkan ukhuwah islamiyah adalah tujuan. Seharusnya alat jangan mengalahkan tujuan.

b. Inklusivisme di Indonesia

Paham islam inklusif sebenarnya sudah lama berkembang di Indonesia. Paham ini banyak dijumpai pada kalangan islam modern seperti nur cholis madjid, alwi shihab dan lain-lain. Dalam hubungan ini nur cholis menyatakan bahwa islam sendiri merupkan agama kemanusiaan yang ajaran-ajarannya sejalan dengan kecenderungan alami yang menurut fitrahnya bersifat abadi. Oleh Karen itu, seruan untuk menerima agama yang benar tersebut harus dikaitkan dengn fitrah tersbut sebagaimana dapat kit abaca daam kitab sucimenurut nur cholis hal ini sejalan dengan firman Allah[16].

---------------
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. islam ekslusif yakni faham / sikap muslim yang memiliki memandang bahwa keyakinan, pandangan dan prinsip islamlah yang paling benar, sementara keyakinan, pandangan, pikiran dan prinsip yang dianut orang lain ialah sesat dan harus dijauhi.

2. Islam inklusif sebenarnya masih rancu pengertiannya dengan Islam pluralis. Inklusif-pluralis selanjutnya digunakan untuk menunjukan paham keberagaman yang didasarkan pada pandangan bahwa agama-agama lain yang ada di dunia ini sebagai yang mengandung kebenaran daan dapat memberikan manfaat bagi penganutnya. Selainitu, islam inklusif pluralis dimaksudkan tidak semata-mata menunjukan pada kenyataan tentang adanya kemajemukan, melainkan keterlibatan aktif terhadap pernyataan kemajemukan tersebut.

3. Latar belakang timbulnya Islam Ekslusif : doktrin ajaran, sempitnya wawasan, kesempurnaan agama Islam, sejarah.

4. Latar belakang timbulnya islam Inklusif, perkembangan istilah Islam inklusif karena tidak dikenal dalam tradisi keilmuan islam, istilah teologi inklusif sekarang diterjemahkan ke dalam bahasa arab menjai al-lahut al-munfatih, maka kita bisa menelusuri perkembangan istilah ini pada perkembangan pemikiran agama dalam Kristen.

5. ciri dalam pemahaman Islam Inklusif yakni sebagai berikut :Tertutup dengan agama lain,tidak mengakui kebenaran agama lain, tidak mau berdialog dengan penganut agama lain, menerapkan model penafsiran literal terhadap Al-qur’an dan as-sunnah dan berorintasi masa lalu, berpendapat bahwa keselamatan hanya dapat dicapai melalui agama Islam.

6. Ciri-ciri Islam Inklusif : Terbuka untuk dikritik dan akomodatif terhdap eksistensi dan keanekargaman agama lain, Meyakini berpegang teguh dan mengamalkan ajaran agamanya dengan sungguh-sungguh namun pada saat bersaaan mereka meyakini dan mengakui bahwa

----------------------
DAFTAR PUSTAKA


Nata Abuddin , 2001, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Husaini Adian, 2006, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi, Depok . Gema Insani.

http://sosbud.kompasiana.com/2014/03/05/sikap-inklusif-637371.html

http://www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-quran.html

Echols John M. dan hasan shadily,1979, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta, : Gramedia, cet. VII

kbbi.web.id/eksklusif

Syafaruddin, 2012, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Medan, Perdana Publishing.

http://naimatussyadiyah.blogspot.com/2015/05/makalah-metodologi-studi-islam-islam.html

---------------
Footnote
---------------

[1] http://www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-quran.html/ diakses pada tanggal 7 juni 2017 pukul 22.45 WIB

[2] kbbi.web.id/eksklusif/ diakses pada tanggal 7 juni 2017 pukul 22.45 WIB

[3] John M. Echols dan hasan shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta, : Gramedia, 1979), cet. VII hlm. 222

[4] http://sosbud.kompasiana.com/2014/03/05/sikap-inklusif-637371.html / diakses pada tanggal 7 juni 2017 pukul 22.45 WIB

[5] Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi, (depok ; Gema Insani, 2006), hlm. 12

[6] Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta : PT raja grafindo persada, 2001) hlm. 188

[7] Ibid., hlm. 109

[8] Op. Cit, Abuddin Nata, hlm. 51-56

[9] Op. Cit, Adian Husaini, hlm. 102

[10] Ibid., 108-109

[11] Ibid., hlm. 191-194

[12] Syafaruddin, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, (medan, : perdana publishing, 2012),hlm. 113

[13] Ibid., hlm. 115

[14] Op. Cit, Adian Husaini, hlm. 119

[15] Op. Cit, Syafaruddin, hlm. 56-57

[16] Ibid., Abuddin Nata, hlm. 194-195

No comments:

Post a Comment