Friday, July 21, 2017

PERKULIAHAN ILMU HADITS* INKARUSSUNNAH

PERKULIAHAN ILMU HADITS*

INKARUSSUNNAH


OLEH

DENNI (1611108)

ARYAN YOGI ADITYA (1611106)

FAHRIZAL APRIYANTO (1611111)


DOSEN PENGAMPU :

YADI JAFRI, M.Pd.I


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2017

--------------

INKARUSSUNAH

A. Definisi Inkarus Sunnah

Secara bahasa inkar al-sunnah terdiri dari dua kata yaitu inkar dan sunnah. Menurut bahasa inkar berasal dari bahasa Arab yang berarti “menyangkal, tidak membenarkan atau tidak mengakui dan orangnya disebut dengan mungkir”.[1]

Sedangkan pengertian istilah inkar al-sunnah secara istilah antara lain disebut dalam Ensiklopedi Islam yaitu “orang-orang yang menolak sunnah atau hadits Rasulullah SAW sebagai hujjah dan sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan”.[2]

Berikut pendapat beberapa ahli mengenai inkar al-sunnah

1. Menurut Harun Nasution, inkar al-sunnah adalah paham yang menolak sunnah atau hadits sebagai ajaran Islam di samping al-Qur`an.[3]

2. Menurut Mustafa al- Siba`i yang dimaksud inkar al-sunnah ialah pengingkaran karena adanya keraguan tentang metodologi kodifikasi sunnah yang menyangkut kemungkinan bahwa para perawi melakukan kesalahan atau kelalaian atau muncul dari kalangan para pemalsu dan pembohong.

3. Sementara itu Lukmanul Hakim mendefenisikan bahwa ingkar al-sunnah adalah gerakan dari kelompok- kelompok umat Islam sendiri yang menolak otoritas sunnah sebagai hukum atau sumber ajaran agama Islam yang wajib dipedomani dan diamalkan.[4]

Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa inkar al-sunnah adalah aliran, golongan dan paham yang menolak keberadaan sunnah sebagai sumber hukum Islam atau hujjah yang wajib ditaati dan diamalkan umat Islam. Maksudnya keraguan yang lahir menjadi penolakan terhadap keberadaan sunnah atau hadits sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur`an.

B. Sejarah Inkarus Sunnah

Sejarah perkembangan paham ingkar sunnah terjadi dalam dua periode, yaitu periode klasik ( munkir as-sunnah qadim ) dan periode modern ( munkir as-sunnah hadits ). Menurut Prof. M. Mushthofa Al-Azhami sejarah ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi’I (abad 2H/7M). Kemudian menghilang dari peredarannya selama beberapa abad. Kemudian pada abad modern (abad 13H/19M) kembali muncul di india dan mesir sampai pada masa sekarang.

1. Ingkar Sunnah Periode Klasik

Menurut Imam Syafi’i, kelompok inkar al-sunnah muncul di penghujung abad ke dua atau awal abad ketiga Hijriyah pada saat pemerintah Bani Abbasiyah (750 – 932 M). Pada masa ini mereka telah menampakkan diri sebagai kelompok tertentu dan melengkapi diri dengan berbagai argument untuk mendukung pahamnya untuk menolak eksistensi dan otoritas sunnah sebagai hujjah atau sumber ajaran Islam kedua yang wajib ditaati dan diamalkan. Dalam kitabnya Al-Umm Imam Syafi’i menguraikan perdebatan beliau dengan seseorang pengingkar sunnah. Menurut Muhammad Al-Khudhari Beik, bahwa seseorang yang berdebat denga Imam Asy-Syafi’I tersebut dari kelompok Mu’tazilah karena dinyatakan bahwa orang tersebut berasal dari bashrah ( Irak ), sementara bashrah pada saat itu merupakan pusat teologi mu’tazilah.[5]

Dari perdebatan imam Asy-Syafi’i dengan pengingkar sunnah, dapat dipahami bahwa ada tiga jenis kelompok ingkar sunnah.

Pertama, kelompok yang mengingkari sunnah Rasulullah secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang mengingkari sunnah yang tidak disebutkan dalam al-qur’an secara tersurat ataupun tersirat.

Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits mutawattir ( hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang di setiap periodenya ) dan menolak hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawattir) walaupun sahih.

Dilihat dari penolakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok pertama dan kedua pada hakikatnya memiliki kesamaan pandangan bahwa mereka tidak menjadikan Sunnah sebagai hujjah. Kelompok pertama dan kedua ini sangat berbahaya, karena akan merobohkan paradigma sunnah secara keseluruhan. Sebab sebagian besar perintah ibadah dalam al-Qur’an bersifat global seperti perintah shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Kemudian diperinci penjelasannya oleh Sunnah Rasul. Dengan menolak penjelas al-Qur’an tersebut yakni sunnah maka mereka akan sangat mudah mendistorsi dan mempermainkan makna dari al-Qur’an tersebut sehingga mereka dapat menjalankan ibadah sekedarnya sesuai yang mereka inginkan karena tidak ada penjelasan dalam al-Qur’an mengenai jumlah rakaat dan waktu ibadah tersebut.

Inkar sunnah pada masa klasik ini diawali akibat konflik internal umat islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum sindiq yang berkedok pada sekte-sekte tertentu dalam islam, kemudian diikuti oleh para pendukungnya dengan mencacimaki para sahabat. Secara umum dapat dikatakan semua umat islam mengakui kehujahan sunnah sebagai dasar hukum, hanya saja terdapat perbedaan dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah tersebut.[6]

2. Ingkar Sunnah Periode Modern

a. Ingkar Sunnah di India

Ingkar sunnah lahir kembali pada abad modern di beberapa negara pada abad 19 setelah menghilang dari Irak pada abad klasik. Pengingkar sunnah moderen di india menyebut kelompok mereka dengan al-qur’aniyyun (pengamal al-Qur’an). Pada masa moderen ini terdapat empat kelompok pengingkar sunnah di india yang mempunyai dua prinsip yaitu : berpedoman hanya pada al-qur’an baik urusan dunia maupun akhirat, dan sunnah rosul bukanlah sebagai hujjah dalam beragama. Ke kempat kelompok tersebut ialah :

1. Ummat muslim Ahl Al-Dzikr Wa Al-Qur’an

2. Ummat Muslimah

3. Thulu’ Islam

4. Ta’mir Insaniyat

b. Ingkar Sunnah di Mesir

Taufiq Shidqi (w.1920) yang berasal dari Mesir menyerukan bahwa sumber ajaran Islam hanya al-Qur’an (al Islam huwa al-Qur’an wahdah). Di kalangan para ulama hadis Taufiq Shidqi di catat sebagai pengingkar sunnah pertama pada masa modern di mesir yang secara terang-terangan menolak sunnah sebagai sumber hukum islam.[7]

C. Penolakan Ulama

Faktor-faktor yang menjadi penyebab sebagian ulama mujtahid tidak mau mengamalkan hadits sebagai dasar istinbat diantaranya adalah[8] :

a. Hadits yang berkaitan dengan problem yang sedang mereka hadapi itu tidak sampai kepada mereka, misalnya :

1. Hadits tentang bagian pasti nenek dalam masalah pembagian harta warisan. Rasulullah SAW bersabda bahwa bagian pasti nenek dalam masalah pembagian harta warisan adalah 1/6 (seperenam).

2. Hadits tentang kepulangan seorang tamu yang sudah mengucapkan salam tiga kali, tapi tidak ada jawaban dari tuan rumah, maka tamu tersebut hendaklah pulang.

3. Hadits tentang iddah wanita yang ditinggal mati suaminya, hendaklah wanita tersebut mengambil masa yang paling lama diantara dua masa yaitu 4 bulan sepuluh hari, atau menunggu kelahiran kandungan.

b. Hadits sudah sampai kepada mereka tetapi mereka lupa, seperti : hadits tentang tatacara bertayamum.

c. Hadits sudah sampai kepada mereka, tetapi menurut penilaianhadits itu sudah dihapus atau di nasakh dengan dalil lain.

d. Keadaan hadits memeang memiliki dua sanad, yang berkualitas shahih dan yang lain dla’if. Misalnya hadits tentang kebebasan bertransaksi.

e. Hadits yang bersangkutan hanya memiliki satu sanad, tetapi kualitasnya masih diperselisihkan para ulama misalnya hadits tentang penjual dan pembeli memiliki hak khiyar.

D. Perkembangan Inkarus Sunnah di Indonesia

Inkar al-sunnah muncul di Indonesia pada pertengahan tahun 1983 yang berpusat di Jakarta, ada juga pendapat yang menyebutkan paham ingkar sunnah sudah ada tiga tahun sebelumnya . Adapun tokoh pendirinya adalah Moch. Irham, Sutarto yang dibantu oleh Abdurrahman dan Lukman Saad, saat dalam penyebarannya.[9]

Sedangkan Moch. Irham Sutarto sendiri bukanlah seorang ahli dalam Islam melainkan hanya sebagai pemerhati terhadap Islam di Indonesia. Hal ini terungkap dalam suratnya yang dikirim kepada Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta tertanggal 4 April 1983 yang berbunyi:

” Saya sebagai orang yang hanya mempunyai pengetahuan , bisa membaca al- Qur`an tanpa bisa mengerti arti atau mengetahui maknanya dan tanpa dapat menulisnya selain hanya dapat mencontoh dan kadang- kadang masih banyak juga salahnya”.

Aliran ini ternyata berkembang di pusat saja, namun tersebar di berbagai daerah Jawa dan bahkan sampai ke luar Jawa seperti Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Riau.

Sutarto sebagai tokoh utama pernah menerbitkan sebuah buku atau diktat yang pada prinsipnya berisi ajaran yang menolak sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebagai sumber ajaran Islam dan ia mengajak pengikutnya agar berpedoman hanya kepada al- Qur`an dalam segala aspek kehidupan.

Paham ini ternyata menimbulkan banyak reaksi di Indonesia , apalagi setelah diketahui bahwa dia bukanlah ahli dalam agama Islam. Hingga akhirnya kuluarlah Surat Keputusan Jaksa Agung No. Kep-169/J.A./1983 tertanggal 30 September 1983 yang berisi larangan larangan terhadap aliran inkarus sunnah di seluruh wilayang Republik Indonesia. Walaupun sudah dilarang, namun masih juga terdapat di berbagai daerah seperti di Sumatera Barat yaitu yang dikembangkan oleh Dalimi Lubis yang lahir di Pasaman tahun 1940 M, dan akhirnya dia pindah ke Padang panjang.[10]

---------------

Daftar Pustaka

Dahlan, Abdul Aziz, Dkk. 1996. Ensiklopedi Hukum Islam jilid.III. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Houve

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1994. Ensiklopedi Islam Jild.II. Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve

Hakim, Lukmanul. 2004. Inkar Sunnah Priode Klasik. Jakarta: Hayfa Press

Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan

Zein, Muhammad Ma’shum. 2008. Ulumul Hadits Musthalah Hadits. Jakarta

-----------
Footnote
-----------

[1] Abdul Aziz Dahlan, Dkk., Ensiklopedi Hukum Islam, jilid.III, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Houve, 1996), hlm. 718.

[2] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jild.II, (Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994), hlm.225.

[3] Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hlm.428.

[4] Lukmanul hakim, Inkar Sunnah Priode Klasik, (Jakarta: Hayfa Press, 2004), hlm. 57.

[5] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jild.II, (Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994), hlm.226.

[6] Ahmd Sirojuddin sebagaimana yang dikutip dari Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunnah, Pendekatan Ilmu Hadit, (Jakarta :Kencana, 2011)

[7] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jild.II, (Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994), hal.226.

[8] Muhammad Ma’shum Zein, Ulumul Hadits Musthalah Hadits, (Jakarta, 2008), hal.51.

[9] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jild.II, (Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994), hal.226.

[10] Ibid.

*MASIH DALAM PERBAIKAN KEDEPANNYA

No comments:

Post a Comment