ILMU HADITS
Ulumul Hadist
Oleh:
RAHMAT NUGRAHA NOVRIANDI (1611123)
Jurusan/Prodi: Tarbiyah/PAI
Dosen Pengampu:
Yadi Fajri M.Pd.I
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2017
Nama : Rahmat Nugraha Novriandi
NIM : 1611123
Ulumul Hadist
------------
A. Definisi
1. Pengertian Etimologi dan Terminologi [1]
Kata ilmu hadis berasal dari bahasa Arab ‘Ilm Al-Hadits, yang terdiri atas lkata ‘ilm dan al-hadits. Secara etimologis,‘ilm berarti pengetahuan jamak nya ‘ulum, yang berarti al-yaqin (keyakinan) dan al-ma’rifah (pengetahuan). Menurut para ahli kalam (mutakallimiun), ilmu berarti keadaan tersingkapnya sesuatu yang diketahui (objek pengetahuan). Tradisi di kalangan sebagian ulama, ilmu diartikan sebagai sesuatu yang menancap dalam kedalam-dalam pada diri seseorang yang dengannya ia dapat menemukan tau mengetahui sesuatu.

Secara termologi, hadis oleh para ulama diartikan sebagai segala yang disandarkan pada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, persetujuan, ataupun sifat-sifatnya. Nur al-Din’Itr mendefinisikan hadis dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat-sifat, tabiat, dantingkah lakunya atau yang disandarkankepada pada dan tabi’in. Dari pengertian di atas, ilmu hadis dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji dan membahas tentang segala yang disandar kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, atau pun sifat-sifat, tabiat, dan tingkal lakunya atau yang disandarkan kepada sahabat tabi’in.
Menurut al-Suyuthi, ulama mutaqaddimun (ulama yang hidup sebelum abad keempat Hijriyah) mendefinisikan ilmu hadis sebagai berikut:
Ilmu pengetahuan yang memebahas tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam dari segi mengetahui hal ihwal para perawinya, menyangkut ke-dhabith-an dan keadilan, dan dari segi tersambung atau terputusnya sanad, dan sebagainya.
Ilmu hadits mencangkup dua obyek kajian pokok, yaitu Ilmu Hadits Riwayat dan ilmu hadist Dirayah [2]. Secara garis besar, menurut kajian mutaakhirun, ilmu hadis terbagi menjadi dua, yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah. Ilmu hadis riwayah berkenaan dengan riwayat hadis yang berasal dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan, dan sebagainya. Secara bahasa, ilmu ini berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan.”[3]
a. Ilmu Hadist Riwayat
Yaitu ilmu yang mengkaji pengutipan secara cermat dam akurat segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam., baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat fisik dan non-fisik.[4] Ilmu hadis riwayat mengupayakan pengutipan bebas dan cermat bagi segala sesuatu yang bersandar kepada Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam yang dikutip dapat berupa ucapan, perbuatan, pengakuan (ikrar) atau sifat Nabi, juga segala sesuatu yang bersandar pada para sahabat serta tabi’in.[5]
b. Ilmu Hadits Dirayah
Yaitu pembahasan masalah untuk mengetahui apakah bias diterima atau ditolak.[6]
Ibnu al-Akhfani berpendapat;
Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu yang darinya dapat diketahui hakikat riwayat, syarat-syaratnya, hukum-hukumnya, keadaan para periwayat,syarat-syarat mereka, kelompok-kelompok riwayat dan hal-hal lain yang berkitan. Yang lain berpendapat, Yaitu ilmu yang digunakan untuk mengetahui keadaan-keadaan sanad dan matan. Obyeknya adalah sanad dan matan itu sendiri.
Syeikh al-Islam al-Hafidz Ibn Hajar berpendapat, definisi terbaik Ilmu Hadits Dirayah adalah;
Mengetahui kaidah-kaidah yang memperkenalkan keadaan periwayat dan uang diriwayatkan.
Yang dimaksud “RAWI” (periwayat) adalah orang yang memindahkan hadits. Yang dimaksud “AL-MARWIY” (yang diriwayatkan) adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam., atau yang lain, seperti Sahabat, Tabi’in dan lain-lain.
Sedangkan obyek kajian Ilmu Hadits Dirayah adalah “sanad” dan “matan”. Yang sanad dari segi keadaan masing-masing indvidu periwayat, mutatshil atau munqathi”, yang naik atau turun, dan lain-lain. Sedang yang matan adalah dari segi keshahihan atau kedha’ifan dan hal-hal lain yang bekaitan. Faedah mempelajari Ilmu Hadits Dirayah adalah mengetahui yang diterima dari yang ditolak. [7]
Jadi analisis dari obyek kajian Ilmu Hadits Dirayah“sanad” dan “matan”. Yang sanad dari segi keadaan masing-masing indvidu periwayat, mutatshil atau munqathi”, yang naik atau turun, dan lain-lain. Sedang yang matan adalah dari segi keshahihan atau kedha’ifan dan hal-hal lain yang bekaitan.
B. Sejarah
1. Sejarah Ilmu Hadis
Ilmu hadis tumbuh bersamaan dengan pertumbuhan periwayatan dan penukilan hadis. Ilmu ini terutama tampak setelah Rasulullah wafat, ketika umat islam memerhatikan pengumpulan hadis-hadis karena khawatir tersia-siakan[8]. Periode sejarah pertumbuhan dan perkembangan ilmu hadis dijelaskan oleh Nur al-Din ‘itr dalam kitabnya Manhaj al-Naqd fi’Ulum al-Hadits;[9]
A. Pertama ( Ke-1 )
Masa peertumuhan sejak masa sahabat sampai akhir abad 1 Hijriah. Pada periode ini sudah dikenal istilah hadis maqbul dan mardud dan llmu hadis ditandai dengan usaha-usaha sahabat dalam menjaga hadis dengan langkah-langkah;
1. Membersihkan jiwa dan kuatkan tekad;
2. Memperkuat agam;
3. Memandang hadis salah satu pilar islam;
4. Menyampaikan amanat Nabi untuk mengaplikasikan hal-hal tersebut;
a. tidak memperbanyak periwayatan hadis
b. berhati-hati dalam menerima dan menyampaikan hadis
c. melakukan kritik terhadap hadis yang diriwayatankan dengan alat ukur nash-nash dan kaidah-kaidah agama
B. Kedua (Ke-2)
Masa penyempurnaan yang dimulai sejak awal abad II sampai abad III Hijriah. Penyempurnaan dilakukan bedasarkan beberapa alas an;
1. Semakin melemahnya kemampuan hafalan umat Islam;
2. Semakin panjangdan cabangnya sanad;
3. Sudah tumbuh faksi atau sekte yang menyimpang. Atas adanya peristiwa tersebut para ulama pelestari dan penjaga keuntetikannya hadis melakukan langkah-langkah
a. Mengkodifikasikan hadis;
b. memperluas cangkupan al-jarh wa al-ta’adil
c. menunda menerima hadis dari orng yang tidak atau kurang kenal;
d. Meneliti dan membuat kaidah-kaidah yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu hadis[10]
C. Ketiga (Ke-3)
Masa pembukuan ilmu hadis secara independen, dimulai sejak abad III sampai pertengahan abad IV Hijriah. Pada masa ini masing-masing ilmu hadis menjadi ilmu spesifik (khas).
D. Keempat (Ke-4)
Masa penyusunan ilmu hadis secara komprehensif dan melimpahnya kegiatan pembukuan ilmu hadis. Pada masa inilah ulama giat dalam melakukan penyusunan ilmu hadis sebagaimana pendahulu mereka, kemudian mengumpulkan sesuatu yang berbeda ke dalam satu bidang dan menyisipkan apa yang belum diungkap atau dibahas
E. Kelima(Ke-5)
Masa kematangan dan kesempurnaan dan kodifikasi ilmu hadis, dimulai sejak abad VII sampai X Hijriah. Pada masa ini meskipun ilmu itu relatif sudah mapan, tetapi banyak ulama yang melakukan ijtihad dalam menetapkan dan merumuskan kaidah-kaidah ilmiah ilmu hadis, bahkan dari ijtihad mereka tersebut ada yang berbeda dengan ketentuan ilmu hadis yang sudah mapan tadi
F. Keenam(Ke-6)
Masa statis yang dimulai sejak abad X sampai IV Hijriah. Pada masa ini kreativitas ijtihad terhenti, baik dalam penyusunan apalagi dalam masalah-masalah ilmiah ilmu hadis. Kegiatan yang ada terbatas pada peringkas danf pediskusian hal-hal yang sifatnya harfiah.[11]
C. Perkembangan
Tentang sejarah perkembangan ilmu hadis, maka secara garis besar dapat di klarifikasikan menjadi dua bagian;
A. Perkembangan Ilmu Hadis Riwayah
Ilmu Hadis mengalami perkembangan yang sangat luar biasa pada awal abad ke III Hijriah. Perkembangan itu masih berkutat pada upaya mengetahui hadis yang bisa diterima dan ditolak. Karena, pembahasan hanya berkutat seputar periwayatan hadis dan yang diriwayatkannya. Menurut sejarah, ulama yang pertama-tama menghimpun ilmu hadits riwayah adalah Muhammad ibnu Shihab al-Juhri (W.124 H) atas perintah dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz (W.101 H.). Al-Zuhri adalah seorang salah satu tabi’in junior yang banyak mendengar hadits dari para sahabat dan tabi’in[12]
B. Perkembangan Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu hadits dirayah sejak pertengahan abad ke II Hijriah telah dibahas oleh para ulama hadits, tetapi belum dalam bentuk kitab khusus, dan belum merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada masa Qhadi Ibnu Muhammad ar-Rahhurmadzi (W.360) dalam kitab Al-Muhadditsul fashil , barulah kemudian dibukukan dalam kitab khusus yang dijadikan sebagai disiplin ilmu yang mandiri.
Setelah itu, barulah diikuti ulama-ulama berikutnya, seperti Hakim abu Abdillah al-Nasyaburi (W.405), kemudian Abu Nu’aim al-Ashfahasy (430H), selanjutnya al-Kathib Abu Bakr al-Baghdady (W.463 H), menyusun kitab Al-Kifayah dan Al-Jami’ Li Adabais Syaikhi wa Sami’. Kitab tersebut dikemudian waktu menjadi rujukan para penulis mushtalahul hadits
Dikalangan ulama kontemporer, ilmu hadis dirayah dinamakan dengan ushulul hadits, dan kemudian lebih dikenal dengan istilah mushtalahul hadits. Ilmu-ilmu itu semakin matang, mencapai puncaknya dan memiliki istilah sendiri yang terpisah ilmu-ilmu lainnya[13]
D. Musthalahul Hadits
Dari pembagian ilmu hadis riwayah dan dirayah diatas kemudian muncul disiplin-disiplin yang merupakan cabang cabang ilmu hadis. Cabang-cabang ilmu hadis ini disamping bermacam dan beragam juga dapat di klarifikasikan dari beberapa segi.Diantara cabang-cabang ilmu hadis yang diklarifikasi menjadi tiga bagian dilihat dari segi sanad dan matan.[14]
1. Ilmu Rijal al-Hadits
Kata Rijal al-Hadits berarti orang-orang di sekitar hadis atau orang-orang yang meriwayatkan hadis serta berkecimpung dengan hadis Nabi. Secara Terminologi, ilmu ini didefinisikan dengan:
“Ilmu yang membahas tentang keadaan para periwayat hadis baik dari kalangan sahabat, sahih, maupun generasi-generasi berikutnya”.
Shubhu al-Shalih mendefinisikan ilmu Rijal al-Hadits ini dengan,
“Ilmu untuk mengetahui para periwayat hadis dalam kapasitas sebagai periwayat”.[15]
2. Ilmu Jarh wa al-Ta’dil
Ilmu Jarh wa al-Ta’dil adalah ilmu ini membahas tentang para perawi, sekitar masalah yang membuat mereka tercela atau bersih dalam lafaz-lafaz tertentu. Ini adalah buah ilmu tersebut dan merupakan bagian terbesarnya . Banyak yang menelaah ilmu ini, mulai dari para sahabat hingga ulama-ulama ilmu hadis. Seperti Ibnu Abbas (96 H) dan sebagainya.[16]
3. Ilmu Fann al-Mubhamat
Ilmu Fann al-Mubhamat adalah ilmu yang membahas tentang nama orang yang tidak disebut dalam matan atau dalam sanad. Diantara ulama yang menyusun kitab ini adalah Al-Khatib al-Bahgdady yang kemudian diringks oleh An-nawawi dalam kitabnya yang berjudul Al-Isyarat ila Bayani Asma’i al-Mubhamat.
Nama-nama para perawi yang tidak disebutkan namanya didalam Shahih Bukhari diterangkan selengkapnya didalam kita Hidayah as-sari Muqaddimah Fathul Bari yang ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani.[17]
4. Ilmu Tashhif wa at-Tahrif
Ilmu Tashhif wa at-tahrif adalahi lmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata,yang dapat merusak hadits. Ilmu ini juga penting dikuasai, karena dengannya kita dapat mengetahui keshahihannya suatu hadis dari berbagai “penyakit” yang merusak keshahihannya Ibnu al-Madini, imam Muslim, Daruquthni, Muhammadbin Abdillah al-Hakim,dan Abi Hatim dengan kitabnya Kitab Ilal al-Hadits adalah deretan para ulama banyak menaruh perhatian terhadap masalah ini adalah Daruquthni dan Abu Ahmad Al-Askari yang menulis kitab At-Tashrif (283 H).[18]
5. Ilmu ‘Ilal al-Hadits
Ilmu ‘Ilal al-Hadits ini membahas sebab-sebab tersembunyai yang dapat merusak keansahan suatu hadis. Misal memuttasilkan hadis yang munqati’, memarfu’kan hadis yang mauquf, memasukan sesuatu hadis ke hadis yang lain,dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan apakah suatu hadis termasukk dha’if, bahkan mampu berperran pentng yang dapat melemahkan suatu hadis, sekalipun lahiriahnya hadis tersebut seperti luput dari segala illat. Di antara penulis ilmu ulalul hadis ini termasuk ibnual-madani(234 H). iamam muslim (261 H), ibnu Abu Hatim (237 H), Ali bin Umar Daruqthni (375 H), Muhammad bin Abdullah al-Hakim (405 H ), dan Ibnu al-Jauzia (597 H).
6. Ilmu Gharib al-Hadits
Ilmu Gharib al-Hadits adalah ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui dan jarang dipakai umum. Ulama yang pertama kali menulis kitab bidang Gharib al-Hadist adalah Abu al-Hasan al-Nadhar Ibn Syumayl al-Mazini (w.203), Abu ‘Ubayd al-Qasim ibn Salam (224 H), Abua al-Qasim Jarullah Mahmud ibn ‘Amr al-Zamakhsyari (538 H) disusul Majd al-Din abu al-Sa’adat al-Mubarak ibn Muhammad al-Jaziri (606 H).[19]
7. Ilmu Nasikh wa Mansukh
Ilmu Nasikh wa mansukh dlam hadis adalah ilmu menerangkan tentang hadis-hadis yang sudah di mansukh dan yang menasikhkannya. Di antara ulama yang menyusun kiya-kita nasikh mansukh ini, antara lain adalah Ahmad bin Muhammad an-Nahhas, Muhammad bin Bahar al-Ashbahani, dan Ahmad bin Ishaq ad-Dinari[20]
8. Ilmu Asbabul Wurud al-hadits
Ilmu asbabul wurud al-hadits adalah lmu menerangkan sebab-sebabyang melatar belakangi Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam mengeluarkan sabdanya, dan masa-masa yang dialami beliau ketika menuturkan sabdanya itu. Ulama yang pertama kali dianggap menyusun kita ini adalah Abu Hafash Umar bin Muhammad bin Raja’ al-Ukbari[21]
9. Ilmu Talfiqil Hadits
Ilmu talfiqil Hadits adalah ilmu yang membahas tentang cara-cara mengumpulkan hadits yang zhahirnya berlawanan.adakalanya para ulama mengumpulkan hadits dengan cara mentakhshishikan yang ‘am (mengkhususkan yang bersifat umum), da nada juga dengan cara mentaqyidkan yang mutlak ( membatasi yang mutlak) atau dengan memandang jumlah terjadinya. Di anatara ilama yang menyusun kitab ini adalah Imam Syafi’I, Ibnu al –jauzi, Ibnu Qutaibah, Ath-Thahawi, dan beberapa ulama lainnya[22]
As-shalih Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, thn. 2000)
Anwar.Rusydie, Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits (Yogyakarta: IRCiSoD, thn 2015)
‘Ajaj Al-Khathib Muhammad, Muqaddimah Ushul Al-Hadits (Jakarta: Gaya Media Pratama, thn 2007)
Idris. 2010, Studi Hadis (Jakarta: Kencana,Edisi 1.,Cetakan 1)
[1] Idris. 2010, Studi Hadis (Jakarta: Kencana,Edisi 1.,Cetakan 1) hal.53-54
[2] ‘Ajaj Al-Khathib Muhammad, Muqaddimah Ushul Al-Hadits (Jakarta: Gaya Media Pratama, thn 2007)
[3] Idris, Studi Hadis., Hal. 58
[4] ‘Ajaj Al-Khathib Muhammad, Muqaddimah Ushul Al-Hadits
[5] As-shalih Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, thn. 2000) hal.101
[6] Ibid.,
[7] ‘Ajaj Al-Khathib Muhammad, Muqaddimah Ushul Al-Hadits
[8] Idris., Studi Hadist,.hal.77
[9] Ibid.,hal. 78
[10] Ibid.,hal.80-81
[11] Ibid,.
[12] Anwar.Rusydie, Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits (Yogyakarta: IRCiSoD, thn 2015),.hal.285-286
[13] Ibid,. hal 286-287
[14] Idri., Studi HadisI,.hal.66
[15] Ibid,. hal.66-67
[16] As-shalih Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Hadis,. Hal. 102
[17] Anwar.Rusydie, Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits,. Hal. 248
[18] As-shalih Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Hadis,. Hal. 105
[19] Anwar.Rusydie, Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits,. Hal. 250
[20] Ibid,.
[21] Ibid,.
[22] Ibid,hlm. 251-252
No comments:
Post a Comment