Friday, July 21, 2017

TAFSIR PENDIDIKAN (MAKALAH) TEMA "MATERI PENDIDIKAN"

MAKALAH

MATERI PENDIDIKAN

Dosen Pengampu :

MISBAHUL MUNIR, M.Hum


Disusun Oleh :

KELAS PAI D TARBIYAH STAIN SAS BANGKA BELITUNG

Jurusan / Prodi : Tarbiyah / PAI / II D


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2017/2018

---------------

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan suatu negara agar mendapatkan orang-orang yang berkualitas. Pendidikan dapat dikatakan sebagai faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia karena sangat berperan sebagai pembentukan baik atau buruknya pribadi manusia.

Ada lima unsur saling berkait antara satu dengan lainnya yang tidak boleh diabaikan dalam penyelenggaraan pembelajaran, yaitu tuhan, materi, metode, alat atau media, dan evaluasi. Unsur yang pertama merupakan suatu target yang ingin dicapai setelah peserta didik melewati proses pembelajaran. Target ini mesti mengacu kepada tujuan pendidikan secara umum. Dan empat unsur lainnya merupakan sarana atau eleman yang dapat mengantarkan kepada tujuan tersebut. Satu diantara empat elemen yang dapat mengantarkan siswa kepada tujuan pendidikan itu adalah materi pembelajaran. Materi itulah yang mesti diolah bersama elemen lainnya agar tujuan pembelajaran dapat diraih. Materi tersebut meliputi bidang-bidang ilmu yang diajarkan kepada peserta didik. Untuk itu dalam makalah ini, kami akan membahas terkait materi pendidikan dengan menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hal tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana materi pendidikan?

2. Bagaimana konstektualisasi ayat materi pendidikan?

----------------

BAB II

PEMBAHASAAN

A. Materi Pendidikan

Materi pendidikan merupakan bahan-bahan, atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam. Perbincangan al-Qur’an mengenai ilmu pengetahuan mencakup semua bidang kajian. Hal itu digambarkan dalam berbagai surat. Perbincangan kitab suci ini mengenai bidang ilmu pengetahuan tersebut berorientasi kepada tujuan yang sama yaitu melahirkan peserta didik yang beriman, saleh, dan bertaqwa kepada Allah SWT. Jadi tafsir materi pendidikan adalah menjelaskan ayat-ayat yang berhubungan dengan materi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Dengan demikian, secara umum terdapat dapat tiga materi yang dapat menghasilkan output pendidikan seperti yang diinginkan di atas. Ketiga materi tersebut adalah yaitu, pertama, kajian keislaman, yang meliputi pengetahuan tentang tauhid, hukum Islam atau syariah, dan pengetahuan mengenai akhlak. Kedua, ilmu-ilmu sosial. Ketiga, ilmu-ilmu eksakta.[1]

1. Kajian keislaman

Kajian keislaman, mencakup banyak bidang ilmu. Secara umum, ia dapat dikategorikan kepada dua macam, yaitu ilmu-ilmu alat yang diperlukan dalam memahami Islam dan ilmu-ilmu sebagai perinsip dan pedoman dalam menjalani kehidupan ini. Bagian kedua meliputi Aqidah, fiqh, sejarah, dan Akhlak. Tetapi kajian keislaman yang diperbincangkan dalam tulisan ini adalah bagian yang terakhir, dimana tujuan pembelajarannya secara utuh mengacu kepada tujuan pendidikan, seperti yang telah dipaparkan di atas.

Banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia agar menyakini Aqidah, Islam, taat, dan patuh kepada Allah, serta berakhlak mulia. Hal itu, misalnya, dijelaskan dalam ayat 36-37 Surah al-Nisa’ (4) yaitu sebagai berikut.

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا (٣٦) الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا (٣٧)


Artinya: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, Ibnu Sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak orang yang sombong dan membanggakan diri, (yaitu) orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir azab yang menghinakan.[2]

Materi pendidikan dalam ayat ini meliputi tiga macam, yaitu sebagai berikut:

a. Beribadah kepada Allah. Ayat diataskan memerintahkan manusia agar beribadah kepada Allah. Ibadah dalam perspektif Islam terdiri dari dua bentuk, yaitu ibadah mahdah dan ghayru mahdah. Ibadah mahdah adalah suatu perbuatan yang hanya semata-mata bernilai ibadah. Ia bersifat dogmatis, sehingga manusia tidak dapat memahami maknanya secara rasional. Sedangkan ibadah ghayru mahdah, merupakan suatu perbuatan yang tidak hanya bernilai ibadah saja, tetapi juga mempunyai nilai lain yang dapat dirasakan manfaatnya oleh manusia secara duniawi. Bahkan yang lebih menonjol manfaat duniawinya itu. Semua aktivitas yang dilakukan manusia di dunia ini bernilai ibadah, apabila aktivitas itu dilakukan karena Allah. Perbincangan mengenai ibadah termasuk dalam lapangan kajian fiqh. Dengan demikian, fiqh merupakan salah satu materi kajian keislaman yang harus termuat dalam kurikulum yang digunakan dilembaga-lembaga pendidikan.[3]

b. Aqidah Tauhid, hal itu terlihat dalam penggalan ayat wa la tushriku bihi shay’a (janganlah kamu mempersekutukan-nya dengan sesuatu apapun). Bidang studi akidah mestilah menjadi bahan ajar yang terpenting diberikan kepada siswa. Sebab, semua kebaikan yang berwujud ketaatan beribadah, kepatuhan, kejujuran, dan akhlak mulia lainya dapat terbangun dan berkembang hanya melalui penanaman akidah tauhid ini. Maka aqidah tauhid merupakan mata pelajaran wajib diberikan kepada semua peserta didik pada setiap peringkat atau program pendidikan.

c. Akhlak Mulia. Berperilaku mulia dalam bergaul dengan manusia dan alam sekitar merupakan salah satu materi kajian keislaman yang mesti diajarkan dilembaga pendidikan.ayat diatas mengajarkan kepada manusia agar berbuat ihsan (baik) kepada kedua orang tua, kaum kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga, dan orang dalam perjalanan.[4]

2. Sains Sosial dan Eksakta

Pembelajaran sains sosial dan eksakta harus disinergikan dengan kajian keislaman dalam rangka mencapai tujuan utama pendidikan Islam tersebut. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah al-Ra’d (13) ayat 2-3.

اَللّٰهُالَّذِيْرَفَعَالسَّمٰوٰتِبِغَيْرِعَمَدٍتَرَوْنَهَاثُمَّاسْتَوٰىعَلَىالْعَرْشِوَسَخَّرَالشَّمْسَوَالْقَمَرَؕكُلٌّيَّجْرِيْلِاَجَلٍمُّسَمًّىؕيُدَبِّرُالْاَمْرَيُفَصِّلُالْاٰيٰتِلَعَلَّكُمْبِلِقَآءِرَبِّكُمْتُوْقِنُوْن (2)

وَهُوَالَّذِيْمَدَّالْاَرْضَوَجَعَلَفِيْهَارَوَاسِيَوَاَنْهٰرًاؕوَمِنْكُلِّالثَّمَرٰتِجَعَلَفِيْهَازَوْجَيْنِاثْنَيْنِيُغْشِىالَّيْلَالنَّهَارَؕاِنَّفِيْذٰلِكَلَاٰيٰتٍلِّـقَوْمٍيَّتَفَكَّرُوْنَ(3)

Artinya: “Allah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian dia bersemayam diatas “arsy”. Dia menundukan matahari dan bulan: masing-masing beredar menururt waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur urusan (makhluk-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan tuhan mu. Dan dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai diatasnya dan padanya Dia menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan: dia menutupkan malam kepada siang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.”[5]

Ayat ini memperbincangkan realitas alam semesta yang dapat dilaksanakan manusia hal itu meliputi langit dibangun tanpa tiang, matahari dan bulan yang beredar pada porosnya. Demikian pula fenomena alam yang terdapat di bumi, yang meliputi bumi yang terbentang diatasnya terdapat gunung yang berfungsi mengokohkan bumi tersebut. Di bumi ini terdapat pula sungai serta buah-buahan atau tanaman yang berpasang-pasangan. Bahkan Al-Qur’an lebih jauh menggambarkan pula jenis-jenis tanah (qita’un mutajawirat), diamana diatasnya terdapat berbagai jenis tanaman. Dan tanaman-tanaman itu terdiri atas berbagai jenis: ada yang bercabang dan ada pula yang tidak bercabang. Semuanya disirami oleh air yang sama.

Jika dilihat dari aspek bidang kajian ilmu pengetahuan, maka jelas ayat diatas berbicara tentang ilmu-ilmu sosial dan eksakta. Bahkan lebih spesifik lagi, ayat itu juga berbicara tentang astronomi, geografi, ilmu pengetahuan, dan pertanahan. Itu artinya, kita suci ini juga mendorong umat Islam agar mengkaji ilmu-ilmu tersebut. Tetapi pengkajian mengenainya mesti dibangun atas keimanan dan ketauhidan. Hal ini tergambar dalam setiap perbincanganya mengenai ilmu-ilmu itu yang tidak pernah lepas dari Kemahabesaran Allah dan kekuasaan-Nya menciptakan fenomena alam tersebut. Maka dengan demikian mengajarkan ilmu-ilmu sosial dan eksakta mesti dimaknai pula sebagai upaya menanamkan dan membangun keimanan dalam jiwa peserta didik.[6]

Maka tujuan utama pembelajaran ilmu-ilmu sosial dan eksakta sama denga tujuan pembelajaran kajian-kajian keislaman, perbedaanya hanya terletak pada tujuan kognitif dan psikomotor. Sedangkan tujuan afektivnya sama, sebagaimana yang telah dibahas diatas. Ini karakteristik pembelajaran menurut persepektif Al-Qur’an. Ia memiliki pola pembelajaran berbasis keimanan dan ketauhidan dalam semua bidang ilmu. Untuk itu, lembaga pendidikan perlu mencontoh pola pembelajaran seperti ini, terutama lembaga pendidikan Islam, agar kesalehan benar-benar tumbuh dan berkembang dalam jiwa peserta didik. Dalam rangka itu, guru ilmu-ilmu sosial dan eksakta perlu bersatu dan bersinergi dengan guru ilmu-ilmu keislaman untuk membangun kesalehan tersebut.[7]

Dalam Al-Qur’an surah Fussilat (41) ayat 51-54 ditegaskan pula:

وَاِذَاۤاَنْعَمْنَاعَلَىالْاِنْسَانِاَعْرَضَوَنَاٰبِجَانِبِهٖۚوَاِذَامَسَّهُالشَّرُّفَذُوْدُعَآءٍعَرِيْضٍ(51)

قُلْاَرَءَيْتُمْاِنْكَانَمِنْعِنْدِاللّٰهِثُمَّكَفَرْتُمْبِهٖمَنْاَضَلُّمِمَّنْهُوَفِيْشِقَاقٍۢبَعِيْدٍ(52)

سَنُرِيْهِمْاٰيٰتِنَافِىالْاٰفَاقِوَفِيْۤاَنْفُسِهِمْحَتّٰىيَتَبَيَّنَلَهُمْاَنَّهُالْحَـقُّؕاَوَلَمْيَكْفِبِرَبِّكَاَنَّهٗعَلٰىكُلِّشَيْءٍشَهِيْدٌ(53)

اَلَاۤاِنَّهُمْفِيْمِرْيَةٍمِّنْلِّقَآءِرَبِّهِمْؕاَلَاۤاِنَّهٗبِكُلِّشَيْءٍمُّحِيْطٌ(54)



Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran). Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhan mu menjadi saksi atas segala sesuatu? Ingatlah, sesungguhnya mereka dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. ingatlah, sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.[8]

Lebih tegas ayat ini menggambarkan fenomena yang menunjukan kebesaran Allah yang terdapat di ufuk (Al-Afaq) dan diri manusia. Manusia dituntut agar mempelajari fenomena tersebut, sehingga terbentuk keimanan atau keyakinan terhadap Allah dan risalah-Nya yang sampai kepada manusia melalui Rasul. Dengan mempelajari Afaq itu manusia menyadari kebenaran-Nya, sehingga jiwanya berucap annau al-haqq (sesungguhnya Al-Qur’an yang dibawa Muhammad itu benar).

Ayat diatas mendeskripsikan pula bahwa tidak ada bagian bumi dan langit yang tidak mengisyaratkan kebesaran dan kekuasaan Allah. Maka bidang kajian apa pun yang dilakukan oleh manusia terhadap alam ini mesti berkait dengan keimanan dan ketauhidan untuk itu materi pembelajaran ilmu alam dan sosial mesti disajikan kepada peserta atas kerangka tauhid. Dengan kata lain, penanaman tauhid dan kesalehan mesti menjadi target utama dalam pembelajaran ilmu sosial dan kealaman.[9]

B. Kontekstualisasi Ayat

Liputan6.com, Yogyakarta - Kualitas lingkungan hidup memengaruhi tingkat pendidikan suatu negara dan sebaliknya. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menegaskan lingkungan ialah hal mendasar dalam hidup yang berkaitan dengan pendidikan suatu negara.

Anies menyebut konflik yang terjadi di Suriah dan Afrika sebagai contoh nyata atas dampak dari pengelolahan sumber daya yang tidak benar. Akibat hal itu, proses pendidikan di kedua negara terganggu. “Pengelolahan tidak selalu dijalankan secara benar. Konflik berkepanjangan seperti di Afrika itu justru sumbernya kerena lingkungan hidup. Faktor lingkungan menjadi sangat mendasar. Presiden ungkapkan hal yang sama saat pidato perubahan iklim di Paris,” kata Anies dalam National Academic Meeting pendidikan Hijau: Peluang dan Tandangan di Universitas Janabadra, Yogyakarta, Kamis, 3 Desember 2015.

Anies mengatakan masalah lingkungan kini menjadi malah global. Berkaca pada pandangan Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara, Anies menyatakan sistem pendidikan tidak boleh hanya berfokus di lingkungan sekolah. Pendidikan justru harus menyertakan lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar sebagai bagian sistem pendidikan. “Ki Hadjar sudah mencontohkan cara mendidikan yang juga sudah dilakukan banyak negara dan terbukti sukses. Bahkan, buku itu sudah banyak ditulis sejak 80 tahun lalu,” ungkap Anies.

Berangkat dari kesadaran itu, sejumlah tiga universitas dan lima lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendirikan Konsorsium Hijau. Konsorsium mengemban kampanye gerakan hijau di Indonesia. Ketua Konsorsium Hijau menyatakan kampanye gerakan hijau di Indonesia. Ketua Konsorsium Hijau Maryatmo menyatakan kampanye itu penting seiring dengan kerusakan lingkungan yang semakin merajalela.

Dia menyatakan perlu adanya perubahan pola pikir masyarakat tentang pengelolahan lingkungan yang harus dimulai dari sekolah tingkat dasar. Jika konsisten dilakukan, perubahan paradigma bisa terjadi dan diteruskan ke generasi selanjutnya.”Paradigma yang baru diperjuangkan manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan. Manusia tidak bisa sejahtera tanpa didukung lingkungan. Gerakan paling efektif adalah paradigma atau cara berpikir saat anak-anak kita masih di sekolah dasar.” Ujar Maryatmo.[10]

----------------------
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Materi pendidikan merupakan bahan-bahan, atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam

Berdasarkan penafsiran Al-Qur’an surah An-Nisa (4) ayat 36-37, Al-Qur’an surah Al-Ra’d (13) ayat 2-3, dan Al-Qur’an surah Fussilat (41) ayat 51-54, maka dapat ditegaskan bahwa ada tiga materi pendidikan yang dapat mengantarkan para peserta didik kepada tujuan pendidik Islam, yaitu insan yang shaleh. Ketiga materi tersebut pertama kajian-kajian keislaman yang meliputi pengetahuan tentang tauhid, hukum islam atau syari’ah, pengetahuan mengenai akhlak. Hal itu merupakan dasar utama untuk menuju keshalehan tersebut. Kedua ilmu-ilmu sosial, dan ketiga ilmu-ilmu eksakta. Dua bidang kajian terakhir ini bertujuan untuk menguatkan dan menginternalisasikan bidang kajian pertama.

---------------------

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun, Ummul Mukminin Al-Qur’an dan Terjemahan untuk Wanita. Jakarta: Wali

Yusuf, Kadar M. 2015. Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang pendidikan. Jakarta: Imprint Bumi Aksara

-------------------
Footnote
-------------------

[1] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang pendidikan (Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2015), hlm. 106.

[2] Tim Penyusun, Ummul Mukminin Al-Qur’an dan Terjemahan untuk Wanita (Jakarta: Wali), hlm. 84.

[3] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang pendidikan..., hlm. 107-108..

[4] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang pendidikan..., hlm. 108-109.

[5] Tim Penyusun, Ummul Mukminin Al-Qur’an dan Terjemahan untuk Wanita..., hlm. 249.

[6] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang pendidikan..., hlm. 111.

[7] Ibid.,

[8] Tim Penyusun, Ummul Mukminin Al-Qur’an dan Terjemahan untuk Wanita..., hlm. 482.

[9] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang pendidikan..., hlm. 111-112.

[10] Halaman ini diakses di http://m.liputan6.com/news/read/2381814/mendikbud-pendidikan-harus-ajarkan-peduli-lingkungan pada tanggal 2, April, 2017.

No comments:

Post a Comment