Friday, July 21, 2017

PEKULIAHAN HADIST PENDIDIKAN (MAKALAH) TEMA "KEJUJURAN"





MAKALAH

KEJUJURAN

Dosen Pengampu : Nasrun M.A

Disusun Oleh :

KELAS PAI D TARBIYAH STAIN SAS BANGKA BELITUNG

Jurusan / Prodi : Tarbiyah / PAI / II D

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2017/2018



---------------
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam adalah agama yang benar. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk meluruskan aqidah dan akhlak umat manusia. Islam mengajarkan kita bagaimana berprilaku terpuji, baik dalam hidup bermasyarakat maupun dalam bernegara seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW adalah suri tauladan yang baik yang patut dicontoh dan diikuti oleh umatnya. Seperti yang kita ketahui Rasulullah SAW memiliki sifat-sifat terpuji yaitu: siddiq (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan) dan Fatonah (cerdas).
Namun pada kenyataannya di zaman sekarang ini banyak sekali kita melihat orang yang beragama islam tetapi prilakunya tidak mencerminkan seorang muslim. Contohnya melakukan tindakan korupsi, kebiasaan mencontek yang dilakukan pelajar pada saat ujian, berprasangka buruk terhadap orang lain. Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk kedalam perbuatan tercela yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Hal ini akan membuat generasi penerus bangsa ini bersikap dan berprilaku akhlakul karimah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Karena dengan akhlak yang terpuji manusia akan mendapatkan derajat yang tinggi, baik dimata Allah SWT ataupun dengan sesama manusia. Begitu juga sebaliknya, dengan berakhlak tercela manusia akan hina derajatnya disisi Allah SWT dan dihadapan manusia.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Kejujuran?
2.    Bagaimana Urgensi Sifat Jujur dan Kedudukannya dalam Islam?
3.    Bagaimana Bentuk-bentuk dari Kejujuran?
4.    Bagaimana Pengaruh Jujur dan Kebohongan?
C.     Tujuan Penulisan
1.    Dapat  mengetahui apa itu kejujuran.
2.    Dapat memahami Urgensi Sifat Jujur dan Kedudukannya dalam Islam.
3.    Dapat mengetahui Bentuk-bentuk dari Kejujuran.
4.    Dapat mengetahui Pengaruh Jujur dan Kebohongan.

----------------
BAB II
PEMBAHASAN
 
A.    Definisi Kejujuran
Kejujuran merupakan modal utama untuk menjadi manusia baik. Kata jujur sendiri memiliki pengertian terjadinya keselerasan dan kesesuaian antara apa yang ada di dalam hati dan yang terungkap melalui lisan maupun perbuatan. Atau dengan kata lain satunya kata hati, kata lisan dan perbuatan. Jujur berkonotasi dengan benar yang dalam bahasa arab diistilahkan dengan shidiq bisa berarti kebenaran dan bisa juga diartikan sebagai kejujuran, hal itu karena orang yang jujur selalu mengatakan yang sebenar-benarnya.[1]
Kejujuran adalah sifat yang melekat dalam diri seseorang dan merupakan hal penting untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Tabrani Rusyan, arti jujur dalam bahasa Arab merupakan terjemahan dari kata shdiq yang artinya  benar, dapat dipercaya.dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut dengan kenyataan.[2]
Kejujuran menurut Kamus Besar Bahasa indonesia berasal dari kata “jujur” yang mendapat imbuhan Ke-an, yang artinya “lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus atau ikhlas”.[3] Dapat disimpulkan bahwa kejujuran adalah sesuatu pernyataan atau tindakan yang sesuai dengan faktanya sehingga dapat dipercaya dan memberikan pengaruh bagi kesuksesan seseorang. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinya.

Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai orang yang jujur karena dia telah menampakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunuyikan (di dalam batinya). Begitu pula orang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya. Jujur adalah sifat penting bagi islam. Salah satu pilar mulia dan orang yang berilmu. Oleh sebab itu, sifat jujur sangat dianjurkan untuk dimiliki setiap umat Rasulullah SAW. Hal ini sesuai dengan firman Allah.:

  
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat."(Q.S. An-Nisa: 58)


 
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”(QS. Al-Anfal: 27)

Dari dua ayat tersebut didapat pemahaman bahwa manusia, selain dapat berlaku tidak jujur terhadap dirinya dan oran lain, adakalanya berlaku tidak jujur juga kepada Allah dan Rasul-Nya. Maksud dari ketidakjujuran kepada Allah dan Rasul-Nya adalah tidak memenuhi perintah mereka. Dengan demikian, sudah jelas bahwa kejujuran dalam memelihara amanah merupakan salah satu perintah Allah dan dipandang sebgai salah satu kebajikan bagi orang yang beriman.

B.     Urgensi Sifat Jujur dan Kedudukannya dalam Islam
Kejujuran merupakan sifat terpuji dan kunci sukses salam kehidupan sehari-hari. Orang yang jujur dengan mudah dapat meningkatkan martabatnaya. Salah satu contoh misalnya sikap Nabi Muhammad SAW sebelum menjadi nabi, ketika beliau diserahi tugas oleh Siti Khodijah untuk menjalankan usaha dagang.[4] Karena kejujuran Beliau dalam berdagang. Maka usaha tersebut berhasil dengan meraih keuntungan yang besar. Disamping itu nama beliau sebagai seorang yang jujur semakin terkenal dimana-mana.
Kejujuran dapat mengantarkan kepada kebaikkan dan kebaikkan mengantarkan kepada surga. Seseorang yang biasa berlaku jujur maka ia disebut shiddiq (orang yang senantiasa jujur). Sedangkan dusta mengantarkan kepada  perilaku menyimpang (dzalim) dan perilaku menyimpang mengantarkan kepada neraka.
Sesungguhnya orang yang biasa berlaku dusta, maka ia akan mendapat gelar pendusta. Oleh karena itu, jujur memiliki peranan penting dalam kehidupan Seseorang baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Kejujuran merupakan kunci sukses dalam segala hal.[5]
Dengan kejujuran maka sah-lah perjanjian dan tenanglah hati. Barang siapa jujur dalam berbicara, menjawab, memerintah (kepada yang ma’ruf), melarang (dari yang mungkar), membaca, berdzikir, memberi, mengambil, maka ia disisi Allah dan sekalian manusia dikatakan sebagai orang yang jujur, dicintai, dihormati dan dipercaya.
Kesaksiaannya merupakan kebenaran, hukumnya adil, muamalahnya  mendatangkan manfaat, majlisnya memberikan barakah karena jauh dari riya’ mencari nama. tidak berharap dengan perbuatannya melainkan kepada allah baik dalam salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, diamnya, dan pembicaraannya semuanya hanya untuk Allah semata, tidak menghendaki dengan kebaikannya tipu daya ataupun khianat. Tidak menuntut balasan ataupun rasa terima kasih kecuali kepada Allah.
Menyampaikan kebenaran walaupun pahit dan tidak memperdulikan celaan para pencela dalam kejujurannya. Dan tidaklah seseorang bergaul dengannya melainkan merasa aman dan percaya pada dirinya, terhadap hartanya dan keluarganya. Maka dia adalah penjaga amanah bagi orang yang masih hidup, pemegang wasiat bagi orang yang sudah meninggal dan sebab pemelihara harta simpanan yang akan ditunaikan kepada orang yang berhak.[6]

C.     Bentuk- bentuk Kejujuran
Adapun bentuk, macam pengelompokan kejujuran adalah sebagai berikut:
1)      Jujur niat kemauan
Niat adalah melakukan segala sesuatu dilandasi motivasi dalam kerangka hanya mengharap ridha Allah SWT. Nilai sebuah amal dihadapan Allah SWT, sangat ditentukan oleh niat atau motivasi seeorang. Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang sangat populer menyatakan bahwa sesungguhnya segala amal manusia ditentukan oleh niatnya. Selain itu, seorang muslim harus senantiasa menimbang-nimbang dan menilai segala sesuatu yang akan dilakukan apakah benar dan bermanfaat. Apabila sudah yakin akan kebenaran dan kemanfaatan sesuatu yang akan dilakukan, maka tanpa ragu-ragu lagi akan dilakukan
2)      Jujur dalam perkataan
Jujur dalam bertutur kata adalah bentuk kejujuran yang paling populer ditengah masyarakat. Orang yang selalu berkata jujur akan dikasihi oleh alllah SWT dan dipercaya oleh orang lain. Sebaliknya, orang yang berdusta, meski hanya sekali apalagi sering berdusta maka akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Jujur dalam perkataan adalah bentuk kemasyhur. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya, yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kemaslahatan pada saat-saat tertentu.
Ketika hendak pergi berperang, Rasulullah saw. selalu menyembunyikan maksudnya agar tidak terdengar oleh pihak musuh karena dikhawatirkan mereka akan siaga untuk memerangi beliau. Rasulullah saw. bersabda:
"Tidaklah (dikatakan) pendusta orang yang mendamaikan manusia, berkata baik, dan menyampaikan (berita) baik." (HR Bukhari dan Muslim)
Seorang hamba wajib jujur ketika dia bermunajat kepada Tuhannya. Misalkan jika dia berikrar, "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi," tetapi ternyata hatinya tidak pernah mengingat Allah swt. dan sibuk dengan kepentingan dunia. Itu berarti dia telah berbohong. Ini adalah perkara yang berkaitan dengan niat yang tulus adalah pondasi setiap amal.
Setiap muslim dituntut untuk selalu berkata jujur, walau pun bercanda. Rasulullah saw. bersabda:
"Aku akan menjamin rumah dipinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walau pun (dalam posisi) benar, dan (aku akan menjamin) rumah di tengah-tengah surga bagi orang yang meninggalkan kata dusta dalam keadaan bercanda, dan (aku akan menjamin) rumah di surga yang paling tinggi bagi orang yang berbudi pekerti tinggi bagi orang yang berbudi pekerti mulia." (HR Abu Dawud; hadits hasan).[7]
Orang yang jujur dan berkata benar akan mudah baginya untuk mendapatkan segala kebajikan. Sedangkan orang yang tidak berbicara benar, hatinya akan menjadi tempat segala keburukan. Oleh sebab itu allah SWT sangat menekankan masalah berkata benar. Dalam Al-Qur’an dikataka : siapa yang lebih berkata benar selain allah, berarti berkata benar adalah termasuk satu sifat Tuhan. Selain itu janji yang diberikan allah untuk memberikan nikmat dan kemurahan. Ialah orang-orang, diantaranya yang berbuat dan berkata benar.
عن عبا دة بن ا لصا مت قا ل قال رسول االه –صلي االه عليه وسلم-:
اضمنوا لي ستا من انفسكم اضمن لكمم الجنة اصدقوا إذا حتدثتم واو فوا إذوعدتم وأدوا إذ اؤتمنتم واحفظوا فروجكم وغضوا أبصاركم

“Jaminlah kepadaku enam perkara dari diri kalian, niscaya aku menjamin bagi kalian surga, jujurlah jika berbicara, pemihilah jika berjanji, tunaikan jika dipercaya, jagalah kemahian kalian, tunduk-kanlah pandangan, dan tahanlah tangan kalian.” ( HR. Ahmad )
3)      Jujur ketika berjanji
Seorang muslim yang jujur akan senantiasa menepati janji-janjinya kepada siapapun, meskipun hanya terhadap anak kecil. Sementara itu, Allah memberi pujian orang-orang yang jujur dalam berjanji. Dia memuji Nabi Ismail a.s. yang menepati janji-nya sebagai berikut:

Artinya: “
dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan Dia adalah seorang Rasul dan Nabi.”(QS. Maryam: 54)
4)      Jujur dalam bermu’amalah
Jujur dalam niat, lisan dan jujur dalam berjanji tidak akan sempurna jika tidak dilengkapi dengan jujur ketika berinteraksi atau bermu’amalah dengan orang lain. Seorang muslim tidak pernah menipu, memalsu dan berhianat sekalipun terhadap non muslim. Ketika memjual tidak akan mengurangi takaran dan timbangan. Pada saat membeli tidak akan memperberat timbagan dan menambah takaran.
5)      Jujur dalam berpenampilan sesuai kenyataan
Seorang yang jujur akan senantiasa menampilkan diri apaadanya sesuai kenyataan yang sebenarnya.[8]

D.    Pengaruh Jujur dan Kebohongan
Nilai-nilai kejujuran memang cukup sulit untuk diterapkan pada setiap orang bila hatinya sudah dipengaruhi berbagai kepentingan dan keuntungan. Dan memang dalam berbagai kehidupan sekitar saja mencari hal-hal jujur saja boleh jadi sangat sulit, apalagi pada masa sekarang ini, mencari orang jujur, ibarat mencari jarum ditumpukan jerami, sulit sekali. Kejujuran saat ini sepertinya merupakan harga yang sangat mahal dan langka untuk diketemui. Cobalah lihat berapa banyak orang yang jujur dinegeri kita ini. Terjadinya krisis yang berkepanjangan di negeri kita salah satu penyebabnya adalah kita sering meninggalkan hal-hal yang jujur. Dengan ketidakjujuran mereka bangsa ini jadi terpuruk, dengan ketidakjujuran mereka orang jadi tidak menghargai hukum, Dengan ketidakjujuran mereka akhirnya moral tergadaikan. Yang paling mengerikan adalah bahwa ketidak jujuran bangsa ini sudah menjadi sebuah kesepakatan baik dalam bentuk lembaga maupun individual.
"Katakan yang benar walau terasa pahit", saat ini sangat sulit untuk dijalankan, kita semua terbelenggu dengan sebuah keraguan dan ketakutan dengan ungkapan seperti itu, ketika kita akan mengungkapkan sebuah kejujuran kita pasti berfikir akan adanya sebuah resiko. Padahal bagi orang yang sering menerapkan prinsip-prinsip kejujuran, biasanya mereka terlihat tenang dan damai, mereka tidak berfikir akan resiko karena mereka tahu bahwa mereka benar, mereka juga tahu bahwa prinsip seperti ini justru merupakan ajaran hidup yang dipuji oleh Tuhan, buat mereka kejujuran harus ada, mereka merasa bahwa mereka tidak ada beban sama sekali dalam hidup ini. Hidup dijalani apa adanya, mengalir seperti air. Orang-orang yang terbiasa jujur justru banyak yang segan dengan prilakunya, boleh jadi saat dia hidup tidak dipandang, namun setelah iawafat orang akan tersu terkenang akan kebaikan dirinya karena ia terkenal dengan kejujurannya.
Pengaruh kejujuran bagi orang yang menjalaninya dengan baik sangatlah luar biasa. Orang yang terbiasa hidup jujur ketika akan melakukan kebohongan tentu akan berfikir akibat dari kebohongan itu, minimal antara dirinya dengan manusia, lihatlah contoh negara-negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, semua maju dengan pesat dalam segala bidang, padahal negara-negara tersebut ada yang tidak beragama, kenapa mereka maju? karena mereka telah mengedepankan nilai-nilai kejujuran dalam hidupnya, hanya mungkin yang kurang pada diri mereka hubungan dirinya dengan Tuhan. Yakinlah bahwa dengan kita menjungjung tinggi nilai kejujuran hidup kita tidak akan pernah gelisah, apalagi kejujuran itu sangat diagungkan oleh Tuhan. Ingat para nabi diturunkan dimuka bumi ini semua diperintahkan oleh Tuhan untuk jujur dalam mengungkapkan kebenaran, mereka dilarang untuk takut dalam mengungkapkan kebenaran, karena takut adalah merupakan sikap yang buruk dalam menjunjung tinggi sebuah kejujuran.[9]

----------------------
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pertama, jujur dalam bahasa Arab merupakan terjemahan dari kata shdiq  yang artinya benar, dapat dipercaya.dengan kata lain, kejujuran adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Kedua, Urgensi dalam Kejujuran merupakan sifat terpuji dan kunci sukses salam kehidupan sehari-hari. Kejujuran dapat mengantarkan kita kepada kebaikkan dan kebaikkan mengantarkan kepada surga. Ketiga, bentuk-bentuk kejujuran yaitu jujur niat kemauan, jujur dalam perkataan, jujur ketika berjanji, jujur dalam bermu’amalah, dan jujur dalam berpenampilan sesuai kenyataan. Keempat, pengaruh jujur dan kebohongan yaitu Nilai-nilai kejujuran memang cukup sulit untuk diterapkan pada setiap orang bila hatinya sudah dipengaruhi berbagai kepentingan dan keuntungan. Dan memang dalam berbagai kehidupan sekitar saja mencari hal-hal jujur saja boleh jadi sangat sulit, apalagi pada masa sekarang ini, mencari orang jujur, ibarat mencari jarum ditumpukan jerami, sulit sekali.

------------------------
Footmote

[1] Juwariyah, Hadis Tarbawi. (Yogyakarta: Teras, 2010)., hlm, 65.
[2] A. Tabrani Rusyan, Pendidikan Budi Pekerti. (Jakarta: Inti Media Cipta Nusantara, 2006)., hlm, 25.
[3] Muhammad Arifin, Sifat Perniagaan Nabi. (Bogor: Pustaka Darul Ilmi, 2008)., hlm, 76.
[4] Imam Abdul Mukmim Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian Muslim. (Bandung: Rosdakarya, 2006)., hlm, 181.
[5] Ibid., 184
[6] A. Tabrani Rusyan, Op. Cit., hlm, 28.
[7] Imam Abdul Mukmim Sa’aduddin, Op. Cit, hlm, 188-190
[8] A. Tabrani Rusyan, Op. Cit., hlm, 38
[9] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014) ., hlm, 28

No comments:

Post a Comment