PERKULIAHAN ILMU HADITS*
SEJARAH HADITS
"SEJARAH HADITS SEBELUM DIBUKUKAN"
SEJARAH HADITS
"SEJARAH HADITS SEBELUM DIBUKUKAN"
OLEH
SAIBUL BADRIN (1611126)
TITISAN NURUL HUSNA (1611131)
VIASA LESTARI (1611133)
DOSEN PENGAMPU :
YADI JAFRI, M.Pd.I
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2017
SEJARAH HADITS SEBELUM DIBUKUKAN
SAIBUL BADRIN (1611126)
TITISAN NURUL HUSNA (1611131)
VIASA LESTARI (1611133)
DOSEN PENGAMPU :
YADI JAFRI, M.Pd.I
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2017
------------------
SEJARAH HADITS SEBELUM DIBUKUKAN
Kajian-kajian menunjukkan bahwa bangsa arab telah mengenal tulis-menulis sebelum datang nya islam. Mereka mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan mereka diatas batu. Kajian-kajian arkeologis membuktikan hal itu berdasarkan fakta-fakta meyakinkan yang terdapat sejak abad ketiga Masehi. Kebanyakan fakta arkeologis menunjukkan,tulisan-tulisan bangsa arab itu terdapat diwilayah bagian utara jazirah arab,wilayah yang mempunyai hubungan kuat dengan kebudayaan Persia dan Romawi.[1]
Bangsa arab memberi gelar Al-kamil kepada orang yang pandai menulis, pandai memanah, dan pandai berenang. Sebagian orang arab itu ada yang menyembunyikan kemampuan melukisnya karena menurut mereka itu adalah aib. Kemudian lama-kelamaan orang arab tidak lagi menyembunyikan kemampuan menulisnya karna pada masa nabi tulis-menulis tidak lagi diragukan bahkan semakin luas. Para sahabat melakukan pembukuan hadits secara bertahap-tahap agar hadits dibuat terhindar dari upaya penodaan.[2]
Para sahabat selalu berhati-hati terhadap Hadits. Hal ini dapat buktikan berbagai hal,seperti: rajin menghadiri majlis taklim Nabi, tidak mudah dalam meriwayatkan hadits, tidak akan meriwayatkan hadis kecuali jika hadis tersebut telah didengarnya berualng kali, tidak mau mengubah susunan kalimat dalam hadis, kadang-kadang mengakhiri periwayatan dengan ungkapan au kamaa qaala, atau au syibhahu, atau au nahwahu, perlu kesaksian jika ada sahabat menyampaikan hadis yang dirasanya baru, tidak akan menyampaikan hadis sekiranya umat belum bisa memahami makna yang terkandung didalamnya, ada yang mencatatnya dan menyuruh tabiin untuk berbuat yang sama, merasa takut terhadap ancaman Rasul bagi siapa saja yang berdusta atas nama Rasul.[3]
Berdasarkan hal di atas, sulit menerima pendapat sebagian sejarawan yang mengatakan, “Islam memasuki Mekkah pada saat dikota itu terdapat beberapa puluh orang bisa menulis, sebagai gambaran tingkat pengetahuan bangsa arab tentang tulis-menulis menjelang kedatangan islam. Kami sulit menerima jumlah yang sangat kecil tersebut. Sekalipun demikian, kami juga tidak akan melebih-lebihkan tingkat pengetahuan bangsa arab dalam bidang ini. Kami sependapat dengan orang yang mengatakan bahwa pada masa jahiliah ditemukan banyak tulisan bangsa arab, dan banyak pula orang yang mampu menulis dan membaca.[4]
A. Penulisan Hadis pada masa Nabi
Masa dikenal dengan ‘Ashr al-wahy wa al-takwin, yaitu masa wahyu dan pembentukan karna pada masa nabi ini wahyu masih turun dan masih banyak hadis-hadis Nabi yang datang darinya. Para sahabat sangat mencintai Rasulullah melebihi cinta mereka kepada keluarga bahkan diri mereka sendiri. Mereka selalu berusaha mengahafal ajaran islam melalui Al-Qur’an, juga selalu rindu bertemu Rasulullah untuk mendapatkan ajaran agama, termasuk hadis-hadisnya. Mereka menyadari betapa penting kedudukan hadis nabi dalam agama islam, bahwa sunnah Nabi merupakan pilar kedua setelah Al-Qur’an,orang yang meremehkan dan mengingkarinya akan celaka dan orang yang mengamalkannya akan mendapat kebahagiaan.[5]
Dalam menyampaikan hadis-hadisnya, nabi menempuh beberapa cara yaitu:
Pertama, melalui majlis al-ilm, yaitu tempat pengajian yang diadakan Nabi untuk membina para jamaah. Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis, sehingga berusaha untuk slalu berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri untuk mengikuti kegiatannya. Periwayatan hadis melalui majlis ini dilakukan secara reguler dimana para sahabat begitu antusias mengikuti kegiatan dimajlis ini. Mereka selalu meluangkan waktu untuk mendatangi majelis ilmu Rasulullah. Bahkan, mereka melakukan perjalanan yang sangat jauh untuk meminta solusi kepada Nabi atas masalah yang mereka hadapi.[6]
Kedua, dalam banyak kesempatan Rasulullah juga menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian oleh para sahabat tersebut disampaikan kepada orang lain. Hal ini karena terkadang ketika Nabi menyampaikan suatu hadis para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, baik karena disengaja oleh Rasulullah sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja bahkan hanya satu orang.[7]
Ketiga, untuk hal sensitif yang berkaitan dengan keluarga, menyangkut hubungan suami istri, nabi menyampaikannya melalui istri-istrinya. Seperti hadis nabi tentang seorang wanita yang bersih dari haidnya.[8]
Keempat, melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika futah Mekah dan Haji Wada’. Ketika menunaikan ibadah haji pada tahun 10 H (631 M).Nabi menyampaikan khatbah yang bersejarah didepan ratusan ribu kaum muslimin yang melakukan ibadah haji yang isinya terkait dengan bidang muamalah, siyasah. Khatbah itu antara lain: larangan menumpahkan darah kecuali dengan hak dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil,larangan riba, menganiaya;perintah memperlakukan para istri dengan baik, dan umat Islam harus selalu berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.[9]
Kelima, melalui perbuatan langsung yang disaksikan para sahabat, yaitu jalan musyahadah seperti berkaitan dengan praktik ibada dan muamalah. Peristiewa yang terjadi pada nabi menjelaskan hukum dan berita tersebar dikalangan umat islam. Mislanya, suatu ketika Nabi berjalan dipasar dan bertemu dengan seorang laki-laki yang membeli gandum. Nabi menyuruhnya memasukkan tangannya kedalam gandum itu dan ternyata didalamnya basah lalu Nabi bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مِنْ غَشَّ
“tidak termasuk golongan kami orang yang menipu”.[10]
B. Penulisan hadis pada masa sahabat
Nabi membolehkan penulisan hadits pada masa beliau, sejumlah sahabat telah menulis hadits dengan izin beliau, para sahabat tetap menahan diri dari menulis hadits pada masa Khulafa Ar-Rasyidin. Sebab mereka sangat menginginkan keselamatan Al-Qur’an.
Namun diantara para sahabat ada pro dan kontra dalam penulisan As-Sunnah karena dikhawatirkan kaum muslimin terus menerus mengkaji selain Al-Qur’an dan mengabaikan kitab Allah. Pada periode ini, para sahabat R.A memiliki komitmen terhadap kitab Allah. Mereka memeliharanya dalam lembaran-lembaran, mushaf, dan didalam hati mereka. Mereka menghimupunnya pada masa Abu Bakar, menulisnya pada masa Usman, dan mengirimnya ke berbagai penjuru wilayah islam. Hal ini dilakukan agar Al-qur’an tidak tercampur dengan apapun. Kemudian, mereka memelihara hadits dengan cara mempelajari,mengkaji, dan kadang-kadang menulisnya ketika tidak ada lagi larangan menulisnya.
C. Penulisan sahabat pada masa Tabi’in
Para tabiin menerma ilmu dari para sahabat. Mereka bergaul dekat, mengetahui segala sesuatu dari mereka, menrima banyak hadits Rasulullah dari mereka dan mengetahui para sahabat melarang serta membolehkan penulisan hadis.
Para tabiin senantiasa meneladani para sahabat. Mereka, para sahabat, adalah generasi pertamayang memelihara Al-Qur’an dan Assunnah. Maka, pada umumnya, para tabiin dan para sahabat sependapat tentang masalah pembukuan hadis. Faktor-faktor yang mendorong khulafa ar-rasyidin dan para sahabat menolak penulisan hadis juga adalah faktor yang mendorong tabiin bersikap sama. Mereka memiliki satu sikap. Mereka menolak penulisan hadis selama sebab-sebabnya ada. Sebaliknya, jika sebab-sebab tersebut tidak ada, mereka sepakat tentang kebolehan menuliskan hadis. Bahkan, kebanyakan dari mereka mendorong dan menumbuhkan sikap berani membukukan hadis.[11]
D. Para penyusun pertama kitab hadis
Sebagai buah dari kegiatan ilmiah dan penulisan hadis, muncullah buku-buku dadis susunan para ulama paro pertama abad ke-2 hijriah. Kitab-kitab itu muncul dalam waktu berdekatan di wilayah-wilayah kekuasaan islam.
Setelah para pemilik hadits menghimpun berbagai hadis dalam buku-buku mereka menyusunnya kedalam bab-bab. Kitab;kitab ini berisi sunnah-sunnah Rasulullah saw. Dan hal-hal berkaitan dengan beliau. Para sahabat membukukan hadis dengan menyertakan isnad-isnadnya, menjauhkan hadis-hadis maudhu’ dan menyebutkan banyak jalan periwayatan bagi setiap hadis. Dengan demikian, para pengkaji hadis dapat mengetahui hadis shahih,hadis dhaif, hadis yang kuat,dan hal-hal lain yang tidak mudah diketahui oleh para pencari hadis.
Orang yang pertama menyusun kitab yang menghimpun hanya hadis sahih adalah Imam Abu Abdullah bin Ismail Al-Bukhari(194-256 H), kemudian Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusairi (204-2261 H), Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sjitani (202-375 H),Abu Isya Muhammad bin Isa bin Surah al-Tarmizi (w. 279 H),Ahmad bin Syu’aib al-khurasani al-Nasa’i (215-303 H), lalu Ibnu Majah, yaitu Abdullah bin Majah al-qazwini (207-274 H). Selanjutnya, kitab-kitab karya mereka di-syarah, diteliti, diikhtisarkan, dan di-istikhraj oleh para ulama sesudahnya.[12]
----------------
KESIMPULAN
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwaha dis pada masa Nabi yaitu masa dikenal dengan ‘Ashr al-wahywaal-takwin yaitu masa wahyu dan pembentukan, karena pada masa nabi ini wahyu masih turun dan masih banyak hadist-hadist Nabi yang turun darinya. Dan dalam menyampaikan hadist-hadistnya Nabi menempuh beberapa caraya itu :
Pertama, melalui majlis al-ilm, yaitu tempat pengajian yang diadakan Nabi untuk membina para jamaah.
Kedua, dalam banyak kesempatan Rasulullah juga menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian oleh para sahabat tersebut disampaikan kepada orang lain.
Ketiga, untuk hal sensitif yang berkaitan dengan keluarga, menyangkut hubungan suami istri, nabi menyampaikannya melalui istri-istrinya.
-----------------
DAFTAR PUSTAKA
Al Khathib.Jakarta.1999.Hadist Nabi Sebelum Dibukukan.
Dailamy Muhammad. Jakarta. 2006. Hadist-hadist Kitab Buluqh Al Maram.
Indri. Jakarta. 2013. Studi Hadist.
----------------
Footnote
----------------
[1]Ajaj al-khathib,Hadits Nabi Sebelum Dibukukan,(Jakarta: GEMA INSANI PRESS, 1999), Hlm. 337
[2]Ibid.
[3] Muhammad Dailamy, Hadits-Hadits Kitab Bulugh Al-Maram,(Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press,2006) Hlm. 27
[4] Al-Khathib,Op.Cit;338.
[5] Idri,Studi Hadis,(Jakarta: Kenada Prenada Media Group, 2013), Hlm. 31
[6]Ibid.
[7]Ibid.
[8]Ibid.
[9]Idri,Op.Cit; 35.
[10]Ibid.
[11] Al-khathib Op.Cit; 363.
[12] Al-khathib Op.Cit;379.
* MAKALAH MASIH HARUS DI PERBAIKI
No comments:
Post a Comment