Thursday, July 20, 2017

TAFSIR PENDIDIKAN, TEMA "TAFSIR (TARBAWI) PENDIDIKAN"

TAFSIR PENDIDIKAN

"TAFSIR PENDIDKAN"

OLEH :

KELAS PAI D TARBIYAH STAIN SAS BANGKA BELITUNG

Jurusan / Prodi : Tarbiyah / PAI / II D


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2017/2018

----------
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tafsir Tarbawi (pendidikan) hakikatnya merupakan upaya untuk mendekatkan pemahaman akan kandungan Al-Qur’an dari aspek kependidikan, atau dengan kata lain upaya memahami implikasi ayat-ayat Al-Qur’an dari sisi kependidikan. Upaya memahami pesan-pesan Al-Qur’an dalam sebaran ayat-ayatnya itulah hakikat tafsir, sehingga dapat dimengerti betapa urgennya tafsir Al-Qur’an itu. Pendidikan merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan, posisinya sangat strategis dalam membentuk budaya dan peradaban umat manusia. Karena strategisnya posisi pendidikan ini dalam kehidupan manusia, mustahil jika Al-Qur’an tidak berbicara tentang bagaimana menjadikan manusia berbudaya dan berperadaban. Datangnya surat Al-Alaq pertamakali sudah cukup menjadi bukti bahwa Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya proses pendidikan. Disamping itu juga banyak ayat-ayat Al-Qur’an berbicara tentang ilmu pengetahuan, hal ini menguatkan asumsi bahwa Al-Qur’an sarat dengan peran-peran pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Tafsir Pendidikan?

2. Bagaiamana Ruang lingkup Tafsir Pendidikan?

-----------------
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tafsir Pendidikan

Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap, dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata at-tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Dalam Lisanul ‘Arab dinyatakan: Kata “al-fasr” berarti menyingkapi sesuatu yang tertutup, sedangkan kata “at-tafsir” berarti menyingkapi maksud suatu lafaz yang muskil, dan pelik. Di antara kedua bent/uk kata “al-fasr”dan “at-tafsir”, kata “at-tafsir” lah yang paling banyak dipergunakan.[1] Selain itu, tafsir dapat pula berarti “al-idlah wa al tabyin”, yaitu penjelasan dan keterangan. Dapat pula diambil dari kata “al-tafsarah” yaitu istilah yang digunakan untuk suatu alat yang biasa digunakan oleh dokter untuk mengetahui penyakit.[2] Menurut istilah, sebagaimana yang didefinisikan az-Zarkasyi, tafsir adalah ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.[3] Kemudian menurut Menurut az-Zarqani, tafsir adalah suatu ilmu yang membahas perihal Al-Quran dari segi dalilnya yang sesuai dengan maksud Allah SWT berdasarkan kemampuan manusia.[4] Dalam kamus bahasa Indonesia, tafsir diartikan dengan keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat al-Qur’an.[5]

Dari beberapa definisi diatas kita menemukan tiga ciri utama tafsir. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya adalah kitabullah (Al-Quran) yang didalamnya terkandung firman Allah SWT, yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril. Kedua, dilihat dari segi tujuannya adalah untuk menjelaskan, menerangkan, menyingkap kandungan Al-Quran sehingga dapat dijumpai hikmah, hukum, ketetapan, dan ajaran yang terkandung didalamnya. Ketiga, dilihat dari segi sifat dan kedudukannya adalah hasil penalaran, kajian, dan ijtihad para mufassir yang didasarkan pada kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga suatu saat dapat ditinjau kembali.[6]

Selanjutnya, dalam bahasa Arab, pakar pendidikan pada umumnya menggunakan kata “tarbiyah” untuk mengartikan pendidikan. Ahmad Fuad Al-Ahwani, Ali Khalil Abu Al-’Ainain, Muhammad Athiyah Al-Abrasyi dan Muhammad Munir Mursyi, misalnya menggunakan kata “tarbiyah” untuk arti pendidikan. Kata tarbawi atau pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Arab, yakni Rabba-Yurabbi-Tarbiyyatan, kata tersebut bermakna pembimbing, pengasuhan, dan pemeliharaan.[7] Kemudian dalam bahasa Indonesia sendiri kata “pendidikan” berasal dari kata “didik” dengan memberi awalan “pen” dan akhiran “an” yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagoie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudia diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan.[8]

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal. Dengan demikian, pendidikan pada intinya menolong mausia agar dapat menunjukkan eksistensinya secara fungsional ditengah-tengah kehidupan manusia, dan akan dapat dirasakan manfaatnya bagi manusia.[9]

Jadi definisi tafsir pendidikan adalah pengungkapan atau penjelasan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan proses atau cara yang dilakukan oleh pendidik untuk mengambangkan pengetahuan, atau potensi peserta didik melalui berbagai metode, sehingga menyebabkan potensi yang dimiliki peserta didik tersebut dapat tumbuh dengan produktif dan kreatif .

B. Ruang Lingkup Tafsir Pendidikan

Tafsir pendidikan Islam adalah pendidikan yang merujuk pada nilai-nilai ajaran Islam yang menjadikan al-Qur’an sebagai sumber utamanya. Pendidikan sebagai ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena didalamnya banyak unsur-unsur yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun unsur atau bagian yang terlibat dalam pendidikan Islam sekaligus menjadi ruang lingkup pendidikan Islam adalah sebagai berikut :

1. Subjek pendidikan atau para pendidik

Pendidik merupakan subjek yang melakukan pendidikan Islam yaitu yang biasa disebut dengan guru, dalam bahasa Arab guru disebutkan dengan mu’allim, murabbi, mudarris, dan al-mu’addib. Mu’allim berasal dari kata ‘allama, dan ‘allama kata dasarnya ‘alima yang berarti mengetahui. Guru sebagai mu’allim menggambarkan kompetensi profesional yang menguasai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik.

Kata murabbi, yang sering diartikan kepada pendidik, berasal dari kata rabbaya. Kata dasarnya raba, yarbu, yang berarti “bertambah dan tumbuh”. Kata tarbiyah, yang diartikan kepada pendidikan, juga terbentuk dari kata ini. Maka guru sebagai murabbi berarti mempunyai peranan dan fungsi membuat pertumbuhan, perkembangan, serta menyuburkan intelektual dan jiwa peserta didik.

Kata mudarris, juga diartikan sebagai guru, merupakan isim fa’il dari darrasa. Kata darrasa yang berarti “meninggalkan bekas”. Berdasarkan makna harfiah, guru sebagai mudarris mempunyai tugas dan kewajiban membuat bekas dalam jiwa peserta didik. Bekas yang merupakan hasil pembelajaran yang berwujud perubahan perilaku, sikap, dan penambahan atau pengembangan ilmu pengetahuan mereka.

Sedangkan mu’addib merupakan isim fa’il dari kata addaba yang berarti sopan. Maka guru sebagai mu’addib mempunyai tugas membuat anak didiknya menjadi insan yang berakhlak mulia sehinga mereka berperilaku terpuji.[10]

Dari pembahasan diatas, guru dituntut tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi ia juga harus membentuk jiwa mereka, melalui ilmu pengetahuan yang diajarkan, agar menjadi pribadi yang kaya secara intelektual dan kejiwaan. Dengan kekayaan dua hal tersebut muncul sikap dan perilaku terpuji. Penyebutan guru sebagai mu’allim, murabbi, mudarris, dan al-mua’ddib adalah sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru tersebut, yaitu kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. Hal inilah yang seharusnya ditanam dan dikembangkan, dalam pembelajaran, oleh perguruan tinggi yang mencetak guru.

a. Tugas dan Kewajiban Guru

Pertama, yatlu ‘alayhim ayatika (membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu). Artinya, seorang guru dituntut agar dapat menyingkap fenomena kebesaran Allah yang terdapat dalam materi yang diajarkannya, sehingga peserta didik dapat memahaminya dan mengikuti pesan-pesan yang terkandung didalamya.

Kedua, yu’allihim al-kitab wa al-hikmah mengajarkan kepada peserta didik pesan-pesan normatif yang terkandung dalam kitab suci. Ketiga, yuzakkihim, pendidik juga tidak hanya berkewajiban menanamkan ilmu pengetahuan, tetapi juga harus membangun moral dan membersihkan peserta didiknya dan sifat serta perilaku tercela.[11]

b. Interaksi Guru dengan Peserta Didik.

Guru harus menciptakan interaksi yang menyenangkan dan komunikasi yang baik dengan peserta didik, hal ini sangat perlu dimiliki oleh seorang guru agar peserta didik dapat menerima pelajaran dengan rela hati dan senang. Sudah seharusnya guru bersikap seperti lima sikap dan perilaku Rasul dalam menghadapi para sahabatnya, yaitu lembut terhadap mereka (linta lahum), memaafkan para sahabat (fa’fu ‘anhum), memohonkan ampunan kepada Allah untuk mereka, bermusyawarah, dan bertawakkal kepada-Nya. Guru perlu mendengar dan memperhatikan keluhan dan problem yang dihadapi siswanya. Sebagaimana Rasul selalu memperhatikan persoalan-persoalan yang dihadapi para sahabatnya.

2. Objek pendidikan atau peserta didik

Merupakan objek terpenting dalam pendidikan Islam. Pada hakikatnya, proses pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan siswa. Guru sebagai penyampai materi pembelajaran dan siswa sebagai pencari ilmu pengetahuan sekaligus sebagai penerimanya. Dalam melakukan interaksi terdapat aturan yang perlu diikuti oleh kedua belah pihak agar proses pembelajaran berjalan dengan baik. Ada beberapa hal yang mesti selalu mewarnai sikap guru dalam berinteraksi dengan siswanya. Demikian pula dengan siswa, dalam proses pembelajaran mereka harus selalu aktif dalam mencari dan menemukan sendiri pengetahuan yang dicarinya. Oleh karena itu, siswa sebagai peserta didik tidak hanya objek pendidikan tetapi juga sebagai subjek.[12]

a. Murid Objek dan Subjek Pendidikan

Ada dua sosok peserta didik yang diperbincangkan dalam surah al-Baqarah ayat 30-31, yaitu malaikat dan Nabi Adam. Pendidiknya adalah Allah; Dia mengajar malaikat dan juga mengajar Adam. Malaikat diberi hak berbicara mengenai apa yang akan Allah lakukan, yaitu penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dan Nabi adam sebagai peserta didik tidak hanya menerima transfer ilmu, tanpa usaha, dari Allah. Tetapi, Allah memberikan daya kepadanya, berupa indra, akal dan qalbu, sehingga membuat Adam aktif dan memperoleh ilmu mengungguli malaikat; malaikat tidak menguasai ilmu yang dikuasai Adam.

Hal diatas menggambarkan petunjuk untuk para tenaga pendidik, bahwa janganlah mereka hendaknya melihat atau memperlakukan para peserta didik sebagai objek semata. Tetapi, perlakukan jugalah sebagai subjek. Guru yang baik adalah pendidik yang tidak hanya menyuguhkan ilmu yang siap dikonsumsi saja, tetapi ia juga mesti memberikan alat untuk mendapatkan ilmu itu. Sehingga mereka aktif dan kreatif menggunakan alat tersebut. Allah tidak hanya menurunkan ilmu kepada manusia dalam bentuk ilham dan wahyu, tetapi Dia juga memberikan perangkat untuk memperolehnya sehingga manusia bisa “mandiri” dalam mencari ilmu. Hal ini semestinya dicontoh dan diteladani oleh para guru dalam melaksanakan tugasnya.

b. Sikap Murid Terhadap Guru.

Allah mengutus Rasul sebagai pendidik manusia. Agar proses pendidikan berhasil meraih tujuannya, terdapat suatu sikap yang seharusnya dimiliki peserta didik, yaitu yakin dan percaya kepada guru yang mengajarnya. Tidak mungkin seorang siswa dapat belajar dengan baik dan menguasai materi yang disampaikan, jika ia tidak meyakini kebenaran dan kemampuan guru yang mengajarnya. Para sahabat meyakini kebenaran yang disampaikan Nabi, sehingga pendidikannya berhasil mengantarkan para sahabat meraih kesuksesan. Keyakinan ini akan melahirkan penghormatan siswa kepad guru, dan selanjutnya kecintaan kepada pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.

Ada empat norma yang harus dijaga peserta didik dalam bermuamalah dengan gurunya, yaitu Pertama, kepercayaan dan keyakinan peserta didik kepada guru, diman guru memang layak mengajar karena telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran. Kedua, tidak boleh mendahului ketetapan dan jawaban guru mengenai persoalan apa saja yang timbul dalam proses pembelajaran. Ketiga, seorang peserta didik, terutama dalam proses pembelajaran, tidak boleh meninggikan suaranya sehingga mengalahkan suara guru karena hal itu dapat mengganggu proses pembelajaran. Keempat, peserta didik tidak layak memanggil guru seperti memanggil teman sebaya.[13]

3. Materi Pendidikan

Materi pendidikan merupakan bahan-bahan, atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam. Perbincangan Al-Quran mengenai ilmu pengetahuan mencakup semua bidang kajian, mulai kajian-kajian keislaman sampai kepada sains sosial dan eksata. Hal itu digambarkan dalam berbagai ayat yang tersebar dalam berbagai surat. Perbincangan kitab suci ini mengenai bidang ilmu pengetahuan tersebut berorientasi kepada tujuan yang sama yaitu melahirkan peserta didik yang beriman, shaleh, dan bertakwa kepada Allah SWT.

Dengan demikian, secara umum terdapat tiga materi yang dapat menghasilkan out put pendidikan seperti yang diharapkan diatas. Ketiga materi tersebut adalah yaitu, Pertama, kajian-kajian keislaman yang meliputi pengetahuan tentang tauhid, hukum Islam atau syari’ah, dan pengetahuan mengenai akhlak. Kedua, ilmu-ilmu sosial. Ketiga, ilmu-ilmu eksata. Dua bidang kajian terakhir ini bertujuan untuk menguatkan dan menginternalisasikan bidang kajian pertama.[14]

4. Metode pendidikan

Metode pendidikan adalah cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik. Ada dua bentuk perbincangan dalam Al-quran menegenai metode pembelajaran. Pertama, pembicaraan langsung mengenai metode tersebut. Hal ini tergambar dalam bimbingan Al-Quran terhadap Nabi Muhammad mengenai cara yang dapat ditempuh Nabi menyampaikan misi ilahiyah. Kedua, secara tidak langsung. Hal ini dapat dipahami dari gaya bahasa (uslub) yang digunakan Al-Quran dalam menjelaskan ajaran Islam. Ia menggunakan berbagai teknik penyampaian. Di antara metode dan strategi pembelajaran yang terdapat dalam Al-Quran seperti yang secara langsung diajarkan kepada Nabi sebagai teknik atau cara yang dapat digunakannya dalam mendidik dan membimbing umatnya kejalan Allah antara lain, yaitu:

a. Metode al-hikmah, Maw’izah al-Hasanah, al-Mujadalah.

Hikmahbermakna ungkapan dan argumen yang menarik jiwa peserta didik sehingga mereka terdorong untuk menerima dan mengamalkan pesan yang terkadungdalam ungkpan tersebut. Maw’izah al-Hasanah merupakan metode penyampaian materi yang lebih menekankan pada dampak atau konsekuensi dari memahami dan mengamalkan materi tersebut yang disampaikan itu. Guru perlu menyampaikan manfaat dan keuntungan yang akan diterima siswa jika menguasai dan mengamalkan materi yang disampaikan. Allah dalam mengajar manusia melalui Al-quran selalu menyampaikan konsekuensi dari penerimaan ajaran-Nya.

Metode Mujadalah sama dengan mudhakarah (debat) atau diskusi. Penggunaan metode mujadalah dalam pembelajaran harus berhati-hati, tidak boleh melanggar etika, menghujat, dan menghina atau merendahkan lawan berdebat. Al-Quran menggambarkan agar ber-mujadalah dengan billati hiya ahsan (dengan yang lebih baik).

b. Metode Amthal.

Secara harfiah mathal semakna dengan shabah yang berarti serupa, sama atau seperti. Dalam bahasa Arab, kata ini selalu digunakan untuk menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain.[15]

c. Metode Cerita.

Al-Qur’an dalam mengajar manusia selalu menggunakan cerita, yaitu cerita orang-orang berakhlak mulia dan cerita orang-orang yang berakhlak tercela. Secara umum, tokoh yang ditampilkan dalam cerita Al-Qur’an meliputi orang shaleh dan zalim. Al-Qur’an selalu mengiringi ceritanya dengan janji pembalasan yang sangat menyenangkan terhadap tokoh yang shaleh, dan janji ancaman azab yang sangat menyakitkan bagi tokoh yang zalim. Teknik pembelajaran sperti ini bisa dicontoh oleh guru dalam menyampaikan pegetahuan. Untuk itu, guru harus mampu mendesain materi dan tujuan pembelajaran dalam bentuk cerita, sehingga penyajian menarik bagi siswa dan diharapkan dapat meningkatkan motivasi atau minat belajar mereka.

d. Memulai Pembelajaran dengan Bertanya.

Istifham (bertanya), jawaban pertanyaan yang disampaikan Al-Qur’an tidak selalu relevan dengan persoalan yang dipertanyakan, hal itu memberikan arahan kepada manusia bahwa sesungguhnya yang pantas ditanyakan adalah persoalan yang dijelaskannya itu, bukan persoalan yang mereka pertanyakan. Ada dua model pertanyaan yang digunakan Al-Qur’an dalam menyampaikan pesan-pesan Tuhan kepada manusia yaitu, Al-Qur’an memulai dengan bertanya menggunakan kalimat tanya (huruf istifham) dan Al-Qur’an menyampaikan pertanyaan orang, kemudian ia menjawabnya.

e. Metode Tawsiyah.

Metode tawsiyah ini mirip dengan metode ceramah, tetapi dalam penggunaannya haruslah bernuansa pesan dengan cara memanggil orang-orang yang akan diberi pesan. Hal ini penting, untuk menggugah perhatian dan rasa ketertarikan para peserta didik terhadap isi pesan yang akan disampaikan.

f. Metode Karya Wisata.

Metode ini adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek yang bersejarah atau memiliki nilai pengetahuan untuk mempelajari dan meneliti sesuatu.[16]

5. Evaluasi pendidikan

Memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik.

a. Terminologi Al-Quran tentang Evaluasi Pendidikan.

Diantara banyak istilah untuk evaluasi, salah satu diantaranya yaitu bala dan fatana. Secara etimologi, bala semakna dengan ikhtabara dan imtahana yang berarti menguji atau mencoba. Dan fatana semakna dengan a’jaba yang membingungkan atau mengherankan. Tujuan dari adanya al-fitnah dan al-bala’ untuk mengetahui dengan jelas perbedaan karakteristik keberimanan atau ketaatan manusia. Sebagaimana juga evaluasi dalam pembelajaran bertujuan untuk mengetahui siswa yang menguasai pembelajaran dengan yang tidak.

b. Pentingnya Evaluasi.

Evaluasi dalam suatu pembelajaran sangat penting diadakan. Dalam Surah Muhammad (47) ditegaskan, bahwa Allah benar-benar akan mengevaluasi orang-orang yang beriman guna untuk mengetahui siapa yang benar-benar sabar dan mau berjihad dijalan Allah. Hal itu menunjukkan akan pentingnya evaluasi yang akan benar-benar dilaksanakan. Adapun beberapa komponen yang harus dipertimbangkan dalam melakukan evaluasi adalah materi dan tujuan pembelajaran serta peserta didik yang akan di evaluasi.

c. Bentuk Evaluasi

Terdapat dua bentuk evaluasi terhadap manusia yaitu, evaluasi yang sangat tidak menyenangkan para peserta didik, adalah manusia dan evaluasi yang amat menyenangkan mereka.[17]

6. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan berarti sasaran yang ingin dicapai atau diraih setelah melalui proses pendidikan. Artinya, pendidikan merupakan suatu proses mempunyai target atau tujuan yang ingin dicapai, dimana tujuan tersebut harus melekat atau dimiliki oleh peserta didik setelah melalui proses tersebut. Peserta didik diharapkan memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan peringkat pendidikan yang dilaluinya. Para ahli merumuskan tujuan pendidikan Islam, yaitu “membentuk peserta didik menjadi insan yang shaleh dan bertakwa kepada Allah SWT. Ketakwaan dan keshalehan itu ditandai dengan kemapanan aqidah dan keadilan yang mewarnai segala aspek kehidupan seseorang yang meliputi pikiran, perkataan, perbuatan, pergaulan, dan lain sebagainya. Untuk mencapai tutjuan ini, terdapat empat hal yang harus diperkenalkan kepada peserta didik melalui materi pelajaran yang diajarkan dalam setiap bidang ilmu, yaitu sebagai berikut:[18]

a. Memperkenalkan kepada mereka, bahwa manusia secara individu adalah makhluk Allah yang mempunyai tanggung jawab dalam kehidupan ini.

b. Memperkenalkan kepada mereka, bahwa manusia sebagai makhluk sosial adalah anggota masyarakat dan mempunyai tanggung jawab dalam sistem kemasyarakatan dimana ia berada.

c. Memperkenalkan kepada mereka, bahwa alam ini ciptaan Tuhan dan mengajak peserta didik memahami hikmah Tuhan menciptakannya. Kemudian menjelaskan pula kepada mereka keharusan manusia melestarikannya.

d. Memperkenalkan Pencipta alam kepada para peserta didik dan mendorong mereka beribadah kepada-Nya.

7. Alat atau media pendidikan

Sutari Imam Barnadib, mengemukakan bahwa alat pendidikan ialah, tindakan, perbuatan, situasi, atau benda yang sengaja diadakanuntuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan ternyata mencakup pengertian yang luas. Termasuk ke dalamnya, alat yang berupa benda maupun yang bukan benda. Alat pendidikan yang berupa benda seperti ruang kelas, perlengkapan belajar, dan yang sejenisnya. Sementara yang bukan berupa benda dapat berupa situasi, pergaulan, perbuatan, teladan, nasihat, bimbingan, contoh, teguran, anjuran, dan lain sebagainya.[19]

8. Lingkungan Pendidikan

Yaitu keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam. Para ahli pendidikan sosial umumnya berpendapat bahwa perbaikan lingkungan merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan. Pada umumnya sekolah adalah lingkungan yang lazim digunakan dalam pendidikan, namun ada beberapa diantaranya lingkungan pendidikan diluar sekolah, yaitu keluarga, asrama, perkumpulan remaja, dan lingkungan kerja.[20]

---------------------
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari sejumlah pembahasan mengenai tafsir pendidikan diatas, dapat kita tarik beberapa poin berikut sebagai kesimpulan dari pembahasan ini:

Definisi tafsir pendidikan adalah pengungkapan atau penjelasan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan proses atau cara yang dilakukan oleh pendidik untuk mengambangkan pengetahuan, atau potensi peserta didik melalui berbagai metode, sehingga menyebabkan potensi yang dimiliki peserta didik tersebut dapat tumbuh dengan produktif dan kreatif .Pendidikan sebagai ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena didalamnya banyak unsur-unsur yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun unsur atau bagian yang terlibat dalam pendidikan Islam sekaligus menjadi ruang lingkup pendidikan Islam antara lain, yaitu anak didik, tujuan pendidikan Islam, pendidik, materi pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, evaluasi pendidikan, alat-alat atau media pendidikan Islam, dan Lingkungan sekitar.

--------------------

DAFTAR PUSTAKA

Khalil, Manna al-Qattan. 2009. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa

Nata, Abuddin. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Ramayulis. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Tim Penyusun. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Hamid, Abdul. 2015. Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta: Pranabaru Group

Yusuf, Kadar M. 2015. Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran tentang Pendidikan.Jakarta: Imprint Bumi Aksara

Daradjat, Zakiah. 2011.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara

Syamsul Kurniawan, dkk. 2012. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

------------
Footnote
------------
[1] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2009), hlm. 455-456.

[2] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 209-210.

[3] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an..., hlm. 457.

[4] Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Pranabaru Group, 2015), hlm. 155.

[5]Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm. 882.

[6] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam..., hlm. 210-211.

[7] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam..., hlm. 333-334.

[8] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), hlm. 111.

[9] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam..., hlm. 338

[10] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran tentang Pendidikan, (Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2015), hlm. 62-64.

[11] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran tentang Pendidikan..., hlm. 64-67.

[12]Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran tentang Pendidikan..., hlm. 67-71.

[13] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran tentang Pendidikan..., hlm. 71-77.

[14]Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran tentang Pendidikan...,hlm. 106-113.

[15]Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran tentang Pendidikan...,hlm. 115-118.

[16]Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran tentang Pendidikan...,hlm. 121-135.

[17]Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran tentang Pendidikan...,hlm. 140-146.

[18]Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran tentang Pendidikan...,hlm. 82-83.

[19] Syamsul Kurniawan, dkk. Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2012), hlm. 189-190.

[20]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 65-71.

No comments:

Post a Comment