ILMU PENDIDIKAN ISLAM
PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
DOSEN PENGAMPU :
SUMAR M.Pd.I

DISUSUN OLEH :
KELAS PAI D TARBIYAH STAIN SAS BANGKA BELITUNG
JURUSAN / PRODI : TARBIYAH / PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
TAHUN 2017
PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
DOSEN PENGAMPU :
SUMAR M.Pd.I

DISUSUN OLEH :
KELAS PAI D TARBIYAH STAIN SAS BANGKA BELITUNG
JURUSAN / PRODI : TARBIYAH / PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
TAHUN 2017
----------
A. PENDIDIK
Secara etimologi pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidik berasal dari kata didik yang berarti memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran[1] merupakan orang yang mendidik. Menurut Madyo Ekosusilo, yang dimaksud dengan pendidik adalah seorang yang bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan secara sadar terhadap perkembangan kepribadian dan kemampuan peserta didik baik itu dari aspek jasmani maupun rohaninya agar ia mampu hidup mandiri dan dapat memenuhi tugasnya sebagai makhluk tuhan sebagai individu dan juga makhluk sosial.[2]
Di dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Pasal 39 (2) menjelaskan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[3]
Dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan bimbingan secara sadar kepada peserta didik, agar terciptanya insan yang cerdas dan berakhlakul karimah.
B. PESERTA DIDIK
Mengacu pada konsep pendidikan sepanjang masa atau seumur hidup, maka dalam arti luas yang disebut dengan peserta didik adalah siapa saja yang berusaha untuk melibatkan diri sebagai peserta didik dalam kegiatan pendidikan, sehingga tumbuh dan berkembang potensinya, baik yang berstatus sebagai anak yang belum dewasa, maupun orang yang sudah dewasa. Peserta didik adalah salah satu komponen wajib dalam sistem pendidikan. Dengan adanya peserta didik, maka akan terciptanya sebuah kegiatan pendidikan. Secara formal peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.[4] Didalam pasal 1 ayat 4 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.[5]
C. PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
1. DEFINISI PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Sama dengan teori pendidikan Barat, tugas pendidik dalam pandangan islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, potensi psikomotor, kognitif, maupun potensi afektif.[6]
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertangng jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), maupun psikomotorik (karsa).[7]
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertangung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai mahluk social dan sebagai mahluk individu yang mandiri.[8]
Pendidik pertama adalah orang tua sendiri. Mereka berdua yang paling bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembagan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cerminan atas kesuksesan orang tua juga. Firman Alllah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka “. (QS. al- Tahrim: 6)
Sebagaimana pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya, orang tua tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa untuk mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektipitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Dalam konteks ini, anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga ssekolah, yang karenanya, definisi pendidik disini adalah mereka yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah.[9] Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tangugng jawab orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orang tua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandugnya.
1. KEDUDUKAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam. Dalam beberapa Hadis disebutkan: “Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pecinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Dalam hadis Nabi SAW yang lain: ”Tinta seorang ilmuan (yang menjadi guru) lebih berharga ketimbang darah para syuhada”
Al-Ghazali menukil beberapa Hadis Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia menyimpulkan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great individuales) yang aktivitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun (perhatikan QS. at-Taubah: 122). Selanjutnya, Al-Ghazali menukil andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: ”pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebintangan (baik binatang buas maupun binatang jinak).[10]
2. TUGAS PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal tersebut karena tujuan pendidikan Islam yang pertama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan diri dalam peribadatan pada peserta didiknya, maka ia mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta didiknya memiliki prestasi akademis yang luar biasa.
Dalam perkembangannya, paradigma pendidik tidak hanya bertugas sebagai pengajar,yang mendoktrin peserta didiknya untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan skill tertentu. Pendidik hanya bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar. Keaktifan sangat tergantung pada peserta didiknya sendiri, sekalipun keaktifan itu akibat dari motivasi dan pemberian fasilitas dari pendidiknya. Seorang pendidik dituntut mampu memainkan peran dan fungsinnya dalam menjalankan tugas keguruannya. Oleh Karena itu , fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelakanaan penilaian setelah dilakukan.
b. Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT. Menciptakannya.
c. Sebagai Pemimpin (managerial), yang memimpin,mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
3. KODE ETIK PENDIDIK
Menurut Basuni ketua Umum PGRI tahun 1973 bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru dalam melaksanakan panggilan pengabdian bekerja sebagai guru.[11] Dapat kita simpulkan bahwa kode etik guru adalah norma-norma yang harus di indahkan guru dalam melaksanakan tugasnya di dalam masyarakat. Adapun kode etik pendidik sebagai berikut:
a. Pendidik berbakti membimbing anak-didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berPancasila.
b. Pendidik menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya demi kepentingan peserta didik.
c. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
d. Pendidik menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan hubungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
e. Pendidik melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
f. Didalam hal berpakaian dan berhias, seorang pendidik hendaknya memperhatikan norma-norma estetika dan sopan-santun.
g. Setiap pendidik berkewajiban berpartisipasi secara aktif dalam melaksanakan program dan kegiatan sekolah.
h. Setiap pendidikdiwajibkan mematuhi peraturan-peraturan dan menekankan self discipline serta menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat secara fleksibel.
i. Pendidik senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bah ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya.
4. SYARAT PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Dalam Islam ada beberapa poin penting syarat menjadi pendidik[12],yaitu:
a. Harus sudah dewasa.
Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang, jadi menyangkut nasib seseorang. Oleh karena itu , tugas ini haruas dilakukan secara bertangung jawab. Itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa; anak-anak tidak dapat dimintai pertangungjawaban. Did Negara kits, seseorang dianggap Dewasa sejak ia bermur 18 tahun atau did sudah menikah. Menurut ilmu pendidikan adalah 21 tahun bagi lelaki dan 18 tahun bagi perempuan. Bagi pendidik asli, yaitu orang tua anak, tidak dibatasi umur minimal; bila mereka telah mempunyai anak maka mereka boleh mendidik ankanya. Dilihat dari segi ini, sebaiknya umur kawin ialah 21 bagi lelaki dan 18 tahun bagi perempuan.
b. Harus sehat jasmani dan rohani
Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan, bahkan dapat membahayakan peserta didik bila mempunyai penyakit menular. Dari segi rohani, orang gila berbahaya juga bila ia mendidik. Orang idiot tidak mungkin mendidik karena ia tidak akan mampu bertangung jawab.
c. Pendidik yang harus ahlinya
Ini penting sekali bagi pendidik, termasuk guru. Orang tua dirumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori pendidikan. Dengan pengetahuan itu diharapakan orang tua akan lebih berkemampuan menyelengarakan pendidikan bagi anak-anaknya dirumah. Sering kali terrjadi kelalaian pada anak didik disebabkan oleh kesalahan pendidik di dalam keluarga.
d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya? Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam mendidik selain mengajar; dedikasi tinggi di perlukan juga dalam mengigktkan mutu belajar.
e. Harus berkepribadian muslim
Yang tidak kala pentingnya adalah seorang pendidik harus berkeperibadian muslim, karena walaupun pendidik itu sehat jasmani rohaninya, banyak ilmunya, tapi kalau memlilki keperibadian yang buruk itu sangat berdampak buruk bagi pendidik dan juga peserta didknya.
Syarat-syarat itu adalah syarat-syarat guru pada umumnya. Syarat-syarat itu dapat diterima dalam islam. Akan tetapi, mengenai syarat pada poin kedua, yaitu tentang kesehatan jasmani, Islam dapat menerima pendidk yang cacat jasmani, tetapi sehat. Untuk guru di perguruan tinggi misalnya,orang buta atau cacat jasmani lainnya dapat diterima sebagai pendidk asal cacat itu tidak merintangi tugasnya dalam mendidik.
D. PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
1. DEFINISI PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Sama halnya dengan teori Barat, peserta didik dalam perspektif Islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan relegius dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat. Definisi tersebut memberikan arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa, yang memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa.[13]
Dalam perspektif islam, seorang peserta didik dikenal dengan istilah thalib. Kata thalib berasal dari akar kata thalaba-yathlubu yang berarti mencari atau menuntut. Dengan demikian peserta didik adalah seorang thalib yang selalu gelisah untuk mencari dan menemukan ilmu dimanapun dan kapan pun.[14] Hal ini menunjukkaan bahwa istilah murid dan thalib menghendaki adanya keaktifan pada peserta didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada pendidik. Namun, dalam pepatah dinyatakan: “Tiada tepuk sebelah tangan”. Pepatah ini mengisyaratka adanya active learning bagi peserta didik dan active teaching bagi pendidik, sehingga kedua belah pihak menjadi “gayung bersambung” dalam proses pendidikan agar tercapai hasil secara maksimal.[15]
2. SIFAT DAN KODE ETIK PESERTA DIDIK DALAM ISLAM
Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan hal yang harus di laksanakan oleh peserta didik dalam proses belajar mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Imam Al-Ghazali menyebutkan sebelas pokok sifat dan kode etik peserta didik[16], yaitu:
a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT., sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji (tahalli).
b. Mengurangi kecenderungan pada duniawi di bandingkan masalah ukhrawi.
c. Bersikap tawadlu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya.
d. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia terfokus dan dapat memperoleh satu potensi yang utuh dan mendalam dalam belajar.
e. Mempelajari ilmu yang terpuji serta meninggalkan ilmu yang tercela. Ilmu terpuji dapat menjauhkan dari-Nya dan mendatangkan permusuhan antar sesamanya.
f. Belajar dengan tahap atau jenjang dengan memulai pelajaran yang mudah hingga pelajaran yang susah, dari ilmu yang fardu ‘ain sampai ilmu fardu kifayah.
g. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih ke ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmuyang mendalam.
h. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu masalah.
i. Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban makhluk Allah SWT., sebelum memasuki ilmu duniawi
j. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu yang bermanfaat dapat membahagiakan, menyejahterakan, serta memberikan keselamatan hidup dunia dan akhirat.
k. Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik.
3. ADAB PESERTA DIDIK DALAM ISLAM
Sebagaimana halnya pendidik, seorang peserta didik didalam mencapai tujuan yang dicanangkan ada beberapa sifat, tugas, tanggung jawab dan langkah-langkah yang harus di penuhi.
Imam Al-Ghazali menetapkan empat akhlak peserta didik, yaitu:
a. Memuliakan pendidiknya dan bersikap rendah hati.
b. Merasa satu bangun dengan peserta didik lainnya, sehingga dapat menyayangi dan tolong menolong.
c. Menjauhkan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran.
d. Tidak hanya mempelajari satu ilmu saja, tetapi juga mempelajari berbagai ilmu dan dapat mencapai tujuan dari masing-masing ilmu tersebut.
-------------------
A. Kesimpulan
Pendidik dan Peserta didik merupakan komponen kegiatan dalam pendidikan. Pendidik adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan bimbingan secara sadar kepada peserta didik, agar terciptanya insan yang cerdas dan berakhlakul karimah. Didalam Islam di sebutkan bahwa Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama islam.
Secara formal peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Sedangkan Peserta didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan relegius dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat.
Didalam proses pendidikan, pendidik dan peserta didik harus memenuhi syarat dan kriteria yang sudah ditentukan agar hak dan kewajiban bagi pendidik maupun peserta didik bisa terpenuhi. Sehingga proses pendidikan itu sendiri berjalan sesuai dengan tugas dan kode etik masing-masing.
------------------
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Ramayulis. 2014. Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Ramayulis. 2015. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan. 2012. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Tafsir, Ahmad. 2014. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
------------
Footnote
------------
[1] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 352.
[2] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2014), hlm. 44.
[3] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, hlm. 15.
[4] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), hlm. 133.
[5] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, hlm. 2.
[6] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm.74.
[7] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 87.
[8] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 87.
[9] Ibid, hlm. 88.
[10] Ibid, hlm. 89.
[11] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), hlm. 114.
[12] Ahmad Tafsir mengutip dari buku Soejono yang berjudul Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, (Bandung: CV Ilmu Suara Muhammadiyah, 1982), hlm.6
[13] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 103.
[14] Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 166.
[15] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 104.
[16] Ibid, hlm. 113.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDIDIK
Secara etimologi pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidik berasal dari kata didik yang berarti memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran[1] merupakan orang yang mendidik. Menurut Madyo Ekosusilo, yang dimaksud dengan pendidik adalah seorang yang bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan secara sadar terhadap perkembangan kepribadian dan kemampuan peserta didik baik itu dari aspek jasmani maupun rohaninya agar ia mampu hidup mandiri dan dapat memenuhi tugasnya sebagai makhluk tuhan sebagai individu dan juga makhluk sosial.[2]
Di dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Pasal 39 (2) menjelaskan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[3]
Dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan bimbingan secara sadar kepada peserta didik, agar terciptanya insan yang cerdas dan berakhlakul karimah.
B. PESERTA DIDIK
Mengacu pada konsep pendidikan sepanjang masa atau seumur hidup, maka dalam arti luas yang disebut dengan peserta didik adalah siapa saja yang berusaha untuk melibatkan diri sebagai peserta didik dalam kegiatan pendidikan, sehingga tumbuh dan berkembang potensinya, baik yang berstatus sebagai anak yang belum dewasa, maupun orang yang sudah dewasa. Peserta didik adalah salah satu komponen wajib dalam sistem pendidikan. Dengan adanya peserta didik, maka akan terciptanya sebuah kegiatan pendidikan. Secara formal peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.[4] Didalam pasal 1 ayat 4 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.[5]
C. PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
1. DEFINISI PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Sama dengan teori pendidikan Barat, tugas pendidik dalam pandangan islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, potensi psikomotor, kognitif, maupun potensi afektif.[6]
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertangng jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), maupun psikomotorik (karsa).[7]
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertangung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai mahluk social dan sebagai mahluk individu yang mandiri.[8]
Pendidik pertama adalah orang tua sendiri. Mereka berdua yang paling bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembagan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cerminan atas kesuksesan orang tua juga. Firman Alllah SWT:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka “. (QS. al- Tahrim: 6)
Sebagaimana pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya, orang tua tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa untuk mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektipitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Dalam konteks ini, anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga ssekolah, yang karenanya, definisi pendidik disini adalah mereka yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah.[9] Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tangugng jawab orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orang tua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandugnya.
1. KEDUDUKAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam. Dalam beberapa Hadis disebutkan: “Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pecinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Dalam hadis Nabi SAW yang lain: ”Tinta seorang ilmuan (yang menjadi guru) lebih berharga ketimbang darah para syuhada”
Al-Ghazali menukil beberapa Hadis Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia menyimpulkan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great individuales) yang aktivitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun (perhatikan QS. at-Taubah: 122). Selanjutnya, Al-Ghazali menukil andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: ”pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebintangan (baik binatang buas maupun binatang jinak).[10]
2. TUGAS PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal tersebut karena tujuan pendidikan Islam yang pertama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan diri dalam peribadatan pada peserta didiknya, maka ia mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta didiknya memiliki prestasi akademis yang luar biasa.
Dalam perkembangannya, paradigma pendidik tidak hanya bertugas sebagai pengajar,yang mendoktrin peserta didiknya untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan skill tertentu. Pendidik hanya bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar. Keaktifan sangat tergantung pada peserta didiknya sendiri, sekalipun keaktifan itu akibat dari motivasi dan pemberian fasilitas dari pendidiknya. Seorang pendidik dituntut mampu memainkan peran dan fungsinnya dalam menjalankan tugas keguruannya. Oleh Karena itu , fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelakanaan penilaian setelah dilakukan.
b. Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT. Menciptakannya.
c. Sebagai Pemimpin (managerial), yang memimpin,mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
3. KODE ETIK PENDIDIK
Menurut Basuni ketua Umum PGRI tahun 1973 bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru dalam melaksanakan panggilan pengabdian bekerja sebagai guru.[11] Dapat kita simpulkan bahwa kode etik guru adalah norma-norma yang harus di indahkan guru dalam melaksanakan tugasnya di dalam masyarakat. Adapun kode etik pendidik sebagai berikut:
a. Pendidik berbakti membimbing anak-didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berPancasila.
b. Pendidik menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya demi kepentingan peserta didik.
c. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
d. Pendidik menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan hubungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
e. Pendidik melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
f. Didalam hal berpakaian dan berhias, seorang pendidik hendaknya memperhatikan norma-norma estetika dan sopan-santun.
g. Setiap pendidik berkewajiban berpartisipasi secara aktif dalam melaksanakan program dan kegiatan sekolah.
h. Setiap pendidikdiwajibkan mematuhi peraturan-peraturan dan menekankan self discipline serta menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat secara fleksibel.
i. Pendidik senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bah ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya.
4. SYARAT PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Dalam Islam ada beberapa poin penting syarat menjadi pendidik[12],yaitu:
a. Harus sudah dewasa.
Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang, jadi menyangkut nasib seseorang. Oleh karena itu , tugas ini haruas dilakukan secara bertangung jawab. Itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa; anak-anak tidak dapat dimintai pertangungjawaban. Did Negara kits, seseorang dianggap Dewasa sejak ia bermur 18 tahun atau did sudah menikah. Menurut ilmu pendidikan adalah 21 tahun bagi lelaki dan 18 tahun bagi perempuan. Bagi pendidik asli, yaitu orang tua anak, tidak dibatasi umur minimal; bila mereka telah mempunyai anak maka mereka boleh mendidik ankanya. Dilihat dari segi ini, sebaiknya umur kawin ialah 21 bagi lelaki dan 18 tahun bagi perempuan.
b. Harus sehat jasmani dan rohani
Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan, bahkan dapat membahayakan peserta didik bila mempunyai penyakit menular. Dari segi rohani, orang gila berbahaya juga bila ia mendidik. Orang idiot tidak mungkin mendidik karena ia tidak akan mampu bertangung jawab.
c. Pendidik yang harus ahlinya
Ini penting sekali bagi pendidik, termasuk guru. Orang tua dirumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori pendidikan. Dengan pengetahuan itu diharapakan orang tua akan lebih berkemampuan menyelengarakan pendidikan bagi anak-anaknya dirumah. Sering kali terrjadi kelalaian pada anak didik disebabkan oleh kesalahan pendidik di dalam keluarga.
d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya? Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam mendidik selain mengajar; dedikasi tinggi di perlukan juga dalam mengigktkan mutu belajar.
e. Harus berkepribadian muslim
Yang tidak kala pentingnya adalah seorang pendidik harus berkeperibadian muslim, karena walaupun pendidik itu sehat jasmani rohaninya, banyak ilmunya, tapi kalau memlilki keperibadian yang buruk itu sangat berdampak buruk bagi pendidik dan juga peserta didknya.
Syarat-syarat itu adalah syarat-syarat guru pada umumnya. Syarat-syarat itu dapat diterima dalam islam. Akan tetapi, mengenai syarat pada poin kedua, yaitu tentang kesehatan jasmani, Islam dapat menerima pendidk yang cacat jasmani, tetapi sehat. Untuk guru di perguruan tinggi misalnya,orang buta atau cacat jasmani lainnya dapat diterima sebagai pendidk asal cacat itu tidak merintangi tugasnya dalam mendidik.
D. PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
1. DEFINISI PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Sama halnya dengan teori Barat, peserta didik dalam perspektif Islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan relegius dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat. Definisi tersebut memberikan arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa, yang memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa.[13]
Dalam perspektif islam, seorang peserta didik dikenal dengan istilah thalib. Kata thalib berasal dari akar kata thalaba-yathlubu yang berarti mencari atau menuntut. Dengan demikian peserta didik adalah seorang thalib yang selalu gelisah untuk mencari dan menemukan ilmu dimanapun dan kapan pun.[14] Hal ini menunjukkaan bahwa istilah murid dan thalib menghendaki adanya keaktifan pada peserta didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada pendidik. Namun, dalam pepatah dinyatakan: “Tiada tepuk sebelah tangan”. Pepatah ini mengisyaratka adanya active learning bagi peserta didik dan active teaching bagi pendidik, sehingga kedua belah pihak menjadi “gayung bersambung” dalam proses pendidikan agar tercapai hasil secara maksimal.[15]
2. SIFAT DAN KODE ETIK PESERTA DIDIK DALAM ISLAM
Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan hal yang harus di laksanakan oleh peserta didik dalam proses belajar mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Imam Al-Ghazali menyebutkan sebelas pokok sifat dan kode etik peserta didik[16], yaitu:
a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT., sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji (tahalli).
b. Mengurangi kecenderungan pada duniawi di bandingkan masalah ukhrawi.
c. Bersikap tawadlu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya.
d. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia terfokus dan dapat memperoleh satu potensi yang utuh dan mendalam dalam belajar.
e. Mempelajari ilmu yang terpuji serta meninggalkan ilmu yang tercela. Ilmu terpuji dapat menjauhkan dari-Nya dan mendatangkan permusuhan antar sesamanya.
f. Belajar dengan tahap atau jenjang dengan memulai pelajaran yang mudah hingga pelajaran yang susah, dari ilmu yang fardu ‘ain sampai ilmu fardu kifayah.
g. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih ke ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmuyang mendalam.
h. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu masalah.
i. Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban makhluk Allah SWT., sebelum memasuki ilmu duniawi
j. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu yang bermanfaat dapat membahagiakan, menyejahterakan, serta memberikan keselamatan hidup dunia dan akhirat.
k. Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik.
3. ADAB PESERTA DIDIK DALAM ISLAM
Sebagaimana halnya pendidik, seorang peserta didik didalam mencapai tujuan yang dicanangkan ada beberapa sifat, tugas, tanggung jawab dan langkah-langkah yang harus di penuhi.
Imam Al-Ghazali menetapkan empat akhlak peserta didik, yaitu:
a. Memuliakan pendidiknya dan bersikap rendah hati.
b. Merasa satu bangun dengan peserta didik lainnya, sehingga dapat menyayangi dan tolong menolong.
c. Menjauhkan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran.
d. Tidak hanya mempelajari satu ilmu saja, tetapi juga mempelajari berbagai ilmu dan dapat mencapai tujuan dari masing-masing ilmu tersebut.
-------------------
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidik dan Peserta didik merupakan komponen kegiatan dalam pendidikan. Pendidik adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan bimbingan secara sadar kepada peserta didik, agar terciptanya insan yang cerdas dan berakhlakul karimah. Didalam Islam di sebutkan bahwa Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama islam.
Secara formal peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Sedangkan Peserta didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan relegius dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat.
Didalam proses pendidikan, pendidik dan peserta didik harus memenuhi syarat dan kriteria yang sudah ditentukan agar hak dan kewajiban bagi pendidik maupun peserta didik bisa terpenuhi. Sehingga proses pendidikan itu sendiri berjalan sesuai dengan tugas dan kode etik masing-masing.
------------------
DAFTAR ISI
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Ramayulis. 2014. Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Ramayulis. 2015. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan. 2012. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Tafsir, Ahmad. 2014. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
------------
Footnote
------------
[1] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 352.
[2] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2014), hlm. 44.
[3] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, hlm. 15.
[4] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), hlm. 133.
[5] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, hlm. 2.
[6] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm.74.
[7] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 87.
[8] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 87.
[9] Ibid, hlm. 88.
[10] Ibid, hlm. 89.
[11] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), hlm. 114.
[12] Ahmad Tafsir mengutip dari buku Soejono yang berjudul Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, (Bandung: CV Ilmu Suara Muhammadiyah, 1982), hlm.6
[13] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 103.
[14] Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 166.
[15] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 104.
[16] Ibid, hlm. 113.
No comments:
Post a Comment