Monday, July 24, 2017

PERKULIAHAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM, TEMA "SISTEM PENDIDIKAN ISLAM'

PERKULIAHAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM

SISTEM PENDIDIKAN ISLAM


Dosen Pengampu:

Sumar M. Pd. I



Disusun Oleh:

AGUS SAPUTRA (1611103)


Jurusan/Prodi: Tarbiyah/PAI


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2017 

----------------

DAFTAR ISI



Daftar Isi

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah.................................................................................. 3

C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 4

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Pendidikan Islam.......................................................... 5

B. Model Perumusan Sistem Pendidikan Islam dan Prinsip-prinsip Sistem Pendidikan Islam 5

C. Perbedaan Sistem Pendidikan Islam dan Non-Islam.................................... 9

D. Pengaruh Sistem Kehidupan Terhadap Sistem Pendidikan............................10

PENUTUP

a. Kesimpulan............................................................................................ 13

b. Saran.................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 14


-------------------

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan bagi umat manusia merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup dalam segala bidang. Namun, sistem dan metode yng digunakan berbeda-beda sesuai dengan taraf hidup dan budaya masyarakat masing-masing.

Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Teori-teori yang digunakan dalam pendidikan Islam yaitu teori yang disusun berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Al-Qur’an banyak dikembangkan oleh para mufasir dalam berbagai karya tafsir. Al-Hadis juga banyak dikembangkan oleh para ahli hadis. Pendidikan Islam melatih anak didiknya dengan sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan pendekatanya terhadap segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai etik Islam.

Mentalnya dilatih sehingga keinginan mendapatkan pengetahuan bukan semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektualnya saja, atau hanya untuk memperoleh keuntungan materi semata. Melainkan untuk mengembangkan dirinya menjadi makhluk rasional yang berbudi luhur serta melahirkan kesejahteraan spiritual, mental, fisik bagi kelaraga, bangsa, dan seluruh umat manusia. Oleh karena itu, sistem pendidikan Islam perlu diorganisasikan atau dikelola secara rapi, efektif, dan efisien agar berhasil mencetak generasi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

-----------------

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian sistem pendidikan Islam?

2. Bagaimana model perumusan sistem pendidikan Islam dan prinsip-prinsip sistem pendidikan islam?

3. Bagaimana perbedaan sistem pendidikan Islam dengan sistem pendidikan Non-Islam?

4. Bagaimana pengaruh sistem kehidupan terhadap sistem pendidikan Islam?

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengertian sistem pendidikan Islam

2. Menjelaskan model perumusan sistem pendidikan Islam dan prinsip-prinsip sistem pendidikan islam

3. Menjelaskan perbedaan sistem pendidikan Islam dengan sistem pendidikan Non-Islam

4. Menjelaskan pengaruh sistem kehidupan terhadap sistem pendidikan Islam

------------------

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Pendidikan Islam

Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “systema”, yang berarti cara atau strategi. Dalam bahasa Inggris system berarti susunan, jaringan, cara.[1] Menurut Imam Barnadib, sistem adalah suatu gagasan atau prinsip yang bertautan, yang tergabung menjadi suatu keseluruhan.[2]

Sistem pendidikan adalah himpunan gagasan atau prinsip-prinsip pendidikan yang saling bertautan dan tergabung sehingga menjadi suatu keseluruhan. Sistem pendidikan disuatu negara didasarkan atas falsafah hidup negara itu. Falsafah negara menggambarkan aspirasi rakyat dan pemerintah yang membuat sistem pendidikan itu mempunyai kekhususan.[3] Jadi sistem pendidikan Islam berarti cara, strategi atau langkah yang tersusun berdasarkan sumber-sumber ajaran Islam dalam melaksanakan usaha pendidikan secara baik dan teratur dalam mencapai tujuan pendidikan Islam.

B. Model perumusan sistem pendidikan Islam dan prinsip-prinsip sistem pendidikan islam

1. Model perumusan sistem pendidikan Islam

Sebagai sebuah sistem, pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan lainya, sebab pendidikan memiliki dua model, yaitu:[4]

1) Model Idealistik

Model idealistik adalah model yang lebih mengutamakan penggalian sistem pendidikan Islam dari ajaran dasar Islam sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Hadis, termasuk aspek pendidikan yang mengandung prinsi-prinsip pokok berbagai aspek kehidupan. Prosedur penyusunan model ini sebagai berikut:

a. Digali pemecahan persoalan kependidikan Islam berdasarkan nash secara langsung.

b. Digali dari hasil interpretasi nash para ahli filosof Islam, seperti konsep jiwa manusia menurut al-Farabi, al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Maskawaih, Ibn Thufail dan sebagainya.

c. Digali dan hasil interpretasi para sufi muslim, seperti konsep jiwa dam konsep ilmu menurut al-Ghazali dan lainnya. Konsep ini berkaitan dengan komponen peserta didik, pendidik, kurikulum, metode, media, alat pendidikan. Ciri utama interpretasi kelompok ini adalah sangat mengutamakan pendidikan intuisi (al-qaib).

2) Model Paragmatis

Model paragmatis adalah model yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaan. Artinya formulasi sistem pendidikan islam itu diambil dari sistem pendidikan kontemporer yang telah mapan. Model pragmatis dilakukan dengan cara, adopsi yaitu mengambil secara utuh sistem pendidikan non-Islam, kemudian asimilasi yaitumengambil sistem pendidikan non-Islam dengan menyesuaikannya disana sini dan yang terakhir adalah legitimasi yaitu mengambil sistem pendidikan non-Islam kemudian dicarikan nash untuk justifikasinya.

Model pragmatis paling banyak diminati pakar pendidikan Islam. Disamping efektif dan efisien, model ini telah teruji keunggulanya. Sistem pendidikan Islam yang dikembangkan dengan model ini memilikki posisi tersendiri bahkan mampu menjadi alternatif bagi keberadaan sistem pendidikan kontemporer.

2. prinsip-prinsip sistem pendidikan islam

Prinsip berarti asas (kebenaran yang jadi pokok dasar orang berpikir, bertindak dan sebagainya).[5] Jika dikaitkan dengan pendidikan, prinsip pendidikan dapat diartikan dengan kebenaran yang universal sifatnya, yang dijadikan dasar dalam merumuskan perangkat pendidikan. Dasar pendidikan Islam seperti yang dikemukakan oleh Ahmad D.Marimba, adalah al-Quran dan hadis.[6] Al-Syaibani memperluas lagi dasar tersebut mencakup ijtihad, pendapat, peninggalan, keputusan-keputusan dan amalan-amalan para ulama yang terdahulu (al-shalaf al-shalih) dikalangan umat Islam.

Prinsip pendidikan Islam juga ditegakkan di atas dasar yang sama. Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:

1) Prinsip Pendidikan Islam Merupakan Implikasi dari Karakteristik (ciri-ciri) Manusia menurut Islam. Ajaran agama Islam mengemukakan tiga ciri manusia dengan makhluk lainya.[7]

a. Fitrah.

Fitrah manusia adalah mempercayai adanya Allah swt. sebagai Tuhan. Fitrah manusia percaya kepada Tuhan berarti manusia mempunyai potensi aktualisasi sifat-sifat Tuhan ke dalam diri manusia yang harus dipertanggungjwabkan sebagai amanah Allah dalam bentuk ibadah. Ibadah juga merupakan tujuan manusia diciptakan.

b. Kesatuan roh dan jasad (wandahal-ruh al-jism)

Manusia tersusun dari unsur roh dan jasad. Dari segi jasad sebagian karakteristik manusia sama dengan binatang, sama-sama memiliki dorongan untuk berkembang dan mempertahankan diri serta berketurunan. Namun dari segi roh manusia berbeda dengan makhluk lain. Dengan roh yang ditiupkan ke dalam diri manusia maka manusia hidup dan berkembang. Roh mempunyai dua daya, daya berpikir yang disebut aql dan daya rasa yang disebut qalb. Dengan daya aql manusia memperoleh ilmu pengetahuan, memperhatikan dan menyelidik alam sekitar. Dengan daya qalb manusia berusaha mendekatkan diri (taqarrub), sedekat mungkin dengan Tuhan.

c. Kebebasan berkehendak (hurriyah al-iradah)

Kebebasan sebagai karakteristik manusia meliputi berbagai dimensi seperti kebebasan dalam beragama, berbuat, mengeluarkan pendapat, memiliki, berpikir dan sebgainya.

2) Prinsip Pendidikan Islam adalah Pendidikan Integral dan Terpadu

Pendidikan Islam tidak mengenai adanya pemisahan antara sains dan agama. Penyatuan antara kedua sistem pendidikan adalah tuntutan akidah Islam, Allah dalam doktrin ajaran adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Implikasi dalam pendidikan adalah bahwa dalam pendidikan Islam tidak dibenarkan adanya dikotomi pendidikan yaitu antara pendidikan agama dengan pendidikan sains. Para peserta didik harus dapat memahami Islam sebagai a total way of life yang dapat mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Kalau dikotomi itu tidak dapat dihindari, minimal seorang pendidik harus dapat melakukan perubahan orientasi mengenal konsep “ilmu” yang secara langsung dikaitkan dengan dalil-dalil keagamaan, dan sebaliknya ajaran agama dikorelasikan dengan ilmu pengetahuan sehingga wawasan peserta didik menyatu dalam agama dan ilmu penegetahuan.[8]

3) Prinsip Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang Seimbang

Pandangan Islam yang menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan mewujudkan adanya keseimbangan. Ada beberapa prinsip keseimbangan yang mendasari pendidikan Islam yaitu keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, kemudian keseimbangan antara jasmani dan rohani, Keseimbangan antara individu dan masyarakat.[9]

4) Prinsip Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang Universal

Prinsip ini maksudnya adalah pandangan yang menyeluruh pada seluruh aspek kehidupan manusia. Agama Islam yang menjadi dasar pendidikan Islam itu bersifat menyeluruh terhadap wujud, alam, jagat, dan hidup. Implikasinya dalam pendidikan adalah bahwa pendidikan Islam haruslah meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia dan tidak boleh hanya memberi penekanan kepada salah satu dimensi saja dan meninggalkan dimensi yang lainnya. Dalam pendidikan Islam diperlukan suatu model (pattern) sistem yang menyeluruh baik dalam pelembagaan pendidikan yang berjenjang dan bervariasi maupun dalam penerapan metode pendidikan sehingga dapat mengikuti model supransistem dan terlahir sistem “one for all system”.[10]

5) Prinsip Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang Dinamis

Pendidikan Islam dalam prinsip ini tidak statis dalam tujuan, materi kurikulum, media dan metodenya, tetapi ia selalu membaharui diri dan berkembang. Implikasinya dalam pendidikan Islam terlihat pada saat pendidikan Islam memberikan respon terhadap pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.[11]

C. Perbedaan sistem pendidikan Islam dengan sistem pendidikan Non-Islam

Sesuai dengan namanya (Islam dan non-Islam), perbedaan keduanya terletak pada:[12]

1. Sistem Ideologi

Pendidikan Islam menganut sistem ideologi al-tauhid yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan sistem pendidikan non-Islam memiliki berbagai macam ideologi yang bersumber dari materialis, komunis, ateis, sosialis, kapitalis dan sebagainya. Dengan demikian maka perbedaan kedua sistem tersebut adalah muatan ideologi yang mendasarinya.

Apabila ide pokok ideologi Islam berupa al-tauhid, maka setiap komponen dan tindakan sistem pendidikan Islam harus berdasarkan al-tauhid. Tauhid dalam Islam bukan hanya sekedar meng-Esakan Tuhan seperti yang di pahami oleh kaum monoteis, melainkan juga meyakinkan kesatuan penciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of mankind), kesatuan tujuan hidup (unity of purpose of life). Dengan kerangka dasar al-tauhid ini maka dalam pendidikan Islam tidak akan ditemui tindakan yang dualisme, (dikotomis) dan sekuralis. Sistem pendidikan Islam menghendaki adanya integralistik yang menyatukan kebutuhan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, materil dan spiritual, individu dan sosial yang dijiwai dan dinafasi oleh roh al-tauhid.[13]

2. Sistem Nilai

Keutamaan pendidikan Islam dapat pula dilihat dari sudut sistem nilai yang bersifat absolut sebab pendidikan Islam bersumberkan dari nilai yang termuat dalam al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan pendidikan non-Islam sumber nilainya dari hasil pemikiran, hasil penelitian para ahli, dan adat kebiasaan masyarakat.

3. Orientasi Pendidikan

Pendidikan Islam berorientasi kepada dua kehidupan yaitu duniawi dan ukhrawi, sedangkan pendidikan non-Islam, orientasinya duniawi semata. Di dalam Islam kehidupan akhirat merupakan kelanjutan dari kehidupan dunia, bahkan suatu mutu kehidpan akhirat konsekuensi dari mutu kehidupan dunia. Segala perbuatan muslim dalam bidang apapun memiliki kaitan dengan akhirat. Islam sebagai agama yang bersifat universal berisi ajaran-ajaran yang dapat membimbing manusi kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

D. Pengaruh sistem kehidupan terhadap sistem pendidikan Islam

Pendidikan merupakan sistem yang berintegrasi dengan hampir semua sistem dalam kehidupan manusia yang melibatkan banyak pihak dan unsur yang saling mempengaruhi. Selanjutnya, sistem pendidikan Islam yang selama ini diidentikkan dengan sistem pesantren dan madrasah, dalam perkembangannya dipengaruhi oleh berbagai sistem yang terdapat dalam kehidupan baik sistem ekonomi, politik, sosial budaya dan sebagainya.[14]

1. Ekonomi

Sistem ekonomi sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia karena menyangkut kebutuhan pokok manusia yang meliputi pangan, sandang dan papan serta kebutuhan lainnya. Sistem ekonomi berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia dan menjadi corak sebuah masyarakat yang menganutnya. Pendidikan dan ekonomi merupakan sistem yang mempunyai pengaruh timbal balik, saling mengait dan menunjang karena di satu segi institusi pendidikan mampu menghasilkan tenaga kerja dan membentuk manusia-manusia yang sanggup membangun ekonomi masyarakat dan negara. Sebaliknya ekonomi merupakan tulang punggung kehidupan bangsa yang menentukan maju mundurnya, lemah-kuatnya, lambat-cepatnya suatu proses pembudayaan bangsa yang merupakan salah satu fungsi pendidikan.[15]

2. Politik

Pengaruh politik terhadap pendidikan Islam adalah adanya kebijakan pemerintahan suatu negara yang memberikan perhatian serta dukungan, baik moral maupun materil, untuk terlaksananya pendidikan Islam. Keadaan seperti ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar untuk keberhasilan pendidikan Islam. Apabila suatu negara mengalami keguncangan politiknya, atau dipimpin oleh orang yang anti terhadap Islam, maka mustahil pendidikan Islam akan mampu menjalankan perannya secara baik. Pendidikan yang bermutu tinggi, juga mempengaruhi lajunya perkembangan politik yang ada. Generasi yang berkualitas munculnyavdan negara yang berkualitas, karena pendidikan yang berkualitas akan mempengaruhi peradaban suatu bangsa. Apabila hal itu tercipta, akan mempengaruhi sistem ekonomi yang baik.[16]

3. Sosial Budaya

Dalam perkembangan pendidikan Islam di Indonesia kita bisa melihat betapa besarnya pengaruh sosial budaya terhadap pendidikan Islam. Pada masa dahulu pesantren banyak dipengaruhi oleh masyarakat tradisional yang identik dengan pola pikir tradisionalnya juga beranggapan bahwa yang dikatakan pendidikan Islam itu adalah belajar membaca al-Quran dan ilmu agama semata masyarakat perkotaan yang identik dengan pola pikir modern cenderung menyekolahkan anaknya ke skolah umu. Seiring dengan perkembangan zaman, orientasi tersebut telah berubah. Masyarakat berkembang saat ini tidak hanya membutuhkan pendidikan agama dalam makna sempit, tetapi pendidikan agama yang komprehensif karena tuntutan zaman demikian pesat dan kompetetitif. Hal ini ditandai dengan munculnya pesantren terpadu atau modern yang tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga sains dan teknologi.

Dengan demikian hubungan masyarakat dengan pendidikan sangat bersifat korelatif seperti bambu dengan tebing, masyarakat akan maju karena pendidikan dan pendidikan akan maju sangat ditentukan oleh masyarakatnya.[17]

-----------------
PENUTUP

a. Kesimpulan

Dari makalah yang disampaikan oleh penulis dapat disimpulkan, bahwa: Pertama, Sistem pendidikan Islam berarti cara dan langkah yang tersusun berdasarkan sumber-sumber ajaran Islam dalam melaksanakan usaha pendidikan secara baik dan teratur dalam mencapai tujuan pendidikan Islam.

Kedua, pendidikan Islam memiliki dua model, yaitu: Model Idealistik dan Model Paragmatis. Model Idealistik adalah model yang lebih mengutamakan penggalian sistem pendidikan Islam dari ajaran dasar Islam sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Hadis, sedangkan Model Paragmatis adalah model yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaan. Serta memiliki Prinsip-prinsip sistem pendidikan islam, yaitu prinsip Implikasi dari karakteristik (ciri-ciri) manusia menurut islam, prinsip pendidikan Integral dan Terpadu, prinsip pendidikan yang Seimbang, prinsip pendidikan yang Universal, dan prinsip pendidikan yang Dinamis.

Ketiga, Perbedaan sistem pendidikan Islam dengan sistem pendidikan Non-Islam, yaitu: Pertama, Sistem Ideologi. Kedua, Sistem Nilai. Ketiga, Orientasi Pendidikan.

Keempat, sistem pendiidkan Islam yang selama ini diidentikkan dengan sistem pesantren dan madrasah, dalam perkembangannya dipengaruhi oleh berbagai sistem yang terdapat dalam kehidupan baik sistem ekonomi, politik, sosial budaya dan sebagainya.

b. Saran

Dengan materi yang telah disampaikan oleh penulis diatas telah menunjukkan bahwa betapa pentingnya mempelajari dan mengetahui sistem pendidikan Islam, sebab akan menambah wawasan tentang sistem pendidikan. Kami sebagai penulis pun menyadari akan keterbatasan dan kekurang baik dalam penulisan dan sumber rujukan.

----------------------

DAFTAR PUSTAKA


Darajat, Zakiah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama. 1994

Ihsan, Fuad. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2005

Ramayulis. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2015

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2008

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2002

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 1994

Tim Penyusun. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1976

--------------
Footnote
--------------

[1] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 107.

[2] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), hlm. 147.

[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hlm. 378.

[4] Ibid., hlm 24-26.

[5] WJ.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm. 768.

[6] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam..., hlm. 57

[7] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam..., hlm. 136-138.

[8] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam..., hlm. 138.

[9] Ibid., hlm. 139.

[10] Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1994), hlm. 1

[11] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam..., hlm. 143.

[12] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm 55-57.

[13] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hlm 89.

[14] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam..., hlm. 87.

[15] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam..., hlm. 47.

[16] Ibid., hlm. 48.

[17] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam..., hlm. 51.

ILMU PENDIDIKAN ISLAM (MAKALAH), TEMA "KONSEP DASAR DAN RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ISLAM"

MAKALAH

KONSEP DASAR DAN RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ISLAM



DOSEN PENGAMPU :

Sumar, M.Pd. I




DISUSUN OLEH :

Siti Hajar (1611128)


JURUSAN TARBIYAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SYAIKH ABDURAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2017

------------------


KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “ Konsep Dasar dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam”. Makalah ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini.

Penulis sangat berharap makalah ini berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Petaling, 04 April 2017



Penyusun


---------------
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..................... 2

DAFTAR IS................................I 3

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang.......................... 4

b. Rumusan Masalah..................... 4

c. Tujuan Penulisan ...................... 4

PEMBAHASAN

a. Konsep Dasar Pendidikan Islam....5

b. Ruang Lingkup Pendidikan Islam.10

PENUTUP

a. Kesimpulan................................13

b. Saran........................................13

DAFTAR PUSTAKA...................... 14

------------------

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat banyak perhatian dari para ilmuwan. Hal ini karena disamping peranannya yang amat strategis dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia, juga karena didalam pendidikan Islam terdapat berbagai masalah yang kompleks dan memerlukan penanganan segera. Bagi mereka yang akan segera terjun kedalam bidang pendidikan Islam harus memiliki wawasan yang cukup tentang pendidikan Islam dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan sesuai dengan tuntutan zaman.

Berkenaan dengan itu akan lebih baik untuk kita memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan Islam serta berbagai masalah yang terkait dengannya, dan mengetahui berbagai model yang dilakukan dalam penelitian kependidikan Islam sebagai bahan perbandingan untuk melakukan pengembangan konsep-konsep pendidikan Islam sesuai tuntutan zaman.

Pelaksanaan suatu pendidikan mempunyai fungsi, antara lain: inisiasi, inovasi, dan konservasi. Inisiasi merupakan fungsi pendidikan untuk memulai suatu perubahan. Inovasi merupakan wahana untuk mencapai perubahan. Konservasi berfungsi untuk menjaga nilai-nilai dasar. Oleh sebab itu, untuk memperbaiki kehidupan suatu bangsa, harus dimulai penataan dari segala aspek dalam pendidikan. Salah satu aspek yang dimaksud adalah manajemen pendidikan.

---------------------------

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar pendidikan Islam ?

2. Bagaimana ruang lingkup pendidikan Islam ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui konsep dasar pendidikan Islam.

2. Mengetahui ruang lingkup pendidikan Islam

-------------------

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pendidikan Islam

1. Definisi Pendidikan

Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogiek. Pais berarti anak, gogos artinya membimbing/tuntunan, dan iek artinya ilmu. Jadi secara etimologi paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa inggris pendidikan diterjemahkan menjadi education. Education berasal dari bahasa yunani eduare yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang. Dalam bahasa jawa disebut “Panggula Wenthah“ yang artinya mengolah, membesarkan, mematangkan anak dalam pertumbuhan jasmani dan rohaninya.

Istilah pendidikan disebut juga dengan istilah at-tarbiyah, at-ta’lim, dan at-ta’dib. Kata at-tarbiyah sebangun dengan kata ar-rabb, rabbayani, nurabbi, ribbiyun, dan rabban. Fahrur Rozi, berpendapat bahwa ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan at-tarbiyah, yang berarti at-tanmiyah, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al- Qurthubi mengartikan ar-rabb dengan makna pemilik, yang maha memperbaiki, yang maha pengatur, yang maha menambah, yang maha menunaikan.[1]

Dalam bahasa Indonesia disebut pendidikan yang berarti proses mendidik. Kata mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang saling berhubungan. Dari segi bahasa, mendidik adalah jenis kata kerja, sedangkan pendidikan adalah kata benda. Kalau kita mendidik kita melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Kegiatan menunjuk adanya dua aspek yang harus ada didalamnya, yaitu pendidik dan peserta didik. Jadi mendidik adalah merupakan suatu kegiatan yang mengandung komunikasi antara dua orang atau lebih.

Jadi, pendidikan adalah usaha pendewasaan manusia seutuhnya ( lahir dan batin), baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri, dalam arti tuntunan agar anak didik memiliki kemerdekaan berpikir, merasa, berbicara, dan bertindak, serta percaya diri dengan penuh rasa tanggung jawab dalam setiap tindakan dan perilaku kehidupan sehari-hari.

2. Definisi Islam

Secara (etimologi) kata “islam” berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama yuslimu islaman yang berarti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Sedangkan muslim yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh, dan tunduk kepada Allah SWT.[2]Secara istilah (tertimologi), islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-ajarannya di wahyukan Allah kepada manusia melalui seorang rasul. Ajaran-ajaran yang di bawa oleh islam merupakan ajaran manusia mengenai berbagai segi dan kehidupan manusia.

Islam merupakan ajaran yang lengkap, menyuluruh, dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan seorang muslim baik ketika beribadah maupun ketika berinteraksi dengan lingkunganya.Islam (al-islām, الإسلام "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (الله, Allah).

Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Jadi, Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan Rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman

3.Definisi Pendidikan Islam

Menurut Prof.Dr. Omar Muhammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi masyarakat. Menurut Dr. Muhammad Fadhil Al-Jamali, pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.

Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum hukum Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

Dari pengertian di atas bahwa pendidikan Islam adalah adalah suatu usaha memberikan pencerahan kepada manusia supaya manusia mengenali keperibadiannya sebagai seorang muslim. Selain itu juga pendidikan islam berusaha memberikan pendidikan terhadap kerohanian dan juga kejasmanian sebagaimana kakikat islam adalah rahmatan lilalamin yaitu rahmat bagi seluruh alam.

Dalam ajaran Islam manusia dituntut supaya berusaha mencari ilmu dalam kata lain harus berpendidikan yang lebih khususnya adalah pendidikan Islam, karena pendidikan Islam manusia akan terbentuk karakter dan kepribadian yang baik. Pendidikan Islami merupakan “sistem” pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Teori-teori yang digunakan dalam pendidikan Islami yaitu teori yang disusun berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Al-Qur’an banyak dikembangkan oleh para mufasir dalam berbagai karya tafsir. Al-Hadis juga banyak dikembangkan oleh para ahli hadis. Jadi para ahli tafsir dan ahli hadis dapat dijadikan rujukan dalam menyusun teori pendidikan Islami.[3]

Pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia, harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan. Landasan itu terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad dan beberapa lainnya.[4]

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang telah diwahyukan-Nya kepada Nabi Muhammad bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spiritual (kerohanian) dan alam semesta. Eksistensinya tidak pernah mengalami perubahan. Pelaksanaan pendidikan Islam harus mengacu pada Al-Qur’an. Dengan berpegang dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an terutama dalam pelaksanaan pendidikan Islam akan mampu mengantar dan mengarahkan manusia bersifat dinamis dan kreatif, serta mampu mencapai esensi nilai-nilai ‘ubudiyah (penghambaan)pada khalik-Nya. Maka proses pendidikan Islam akan senantiasa terarah dan mampu menciptakan serta mengantarkan manusia berkualitas, dan bertanggung jawab terhadap semua aktivitas yang dilakukannya. Hal ini dapat dilihat bahwa hampir dua pertiga dari ayat Al-Qur’an mengandung nilai-nilai yang membudayakan manusia dan memotivasi untuk mengembangkannya lewat proses pendidikan, dengan upaya ini, di harapkan peserta didik mampu hidup secara serasi dan seimbang, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat .

b. Hadits (as-Sunnah).

Secara sederhana, hadits atau as-sunnah merupakan jalan atau cara yang pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan kehidupannya menjalankan dakwah Islam. Contoh yang diberikan beliau dapat dibagi kepada tiga bagian pertama, hadits qauliyat yaitu yang berisikan pernyataan, dan persetujuan Nabi Muhammad SAW (perkataan Nabi). Kedua, hadits fi’liyyat yaitu yang berisi tindakan dan perbuatan yang pernah dilakukan Nabi. Ketiga, hadits taqririyat yaitu yang merupakan persetujuan Nabi atas tindakan dan peristiwa yang terjadi (ketetapan).[5]

Semua contoh yang ditunjukkan Nabi, merupakan sumber dan acuan yang dapat digunakan umat Islam dalam seluruh aktivitas kehidupannya. Hal ini disebabkan, meskipun secara umum sebagian besar dari syariah Islam terkandung dalam Qur’an, namun muatan hukum yang terkandung, tidak mengatur berbagai dimensi aktivitas kehidupan umat secara mendetail. Penjelasan syariah terkandung dalam Al-Qur’an, masih bersifat umum dan global. Untuk itu, diperlukan hadis Nabi sebagai penjelas dan penguat hukum-hukum Al-Qur’an yang ada sekaligus sebagai petunjuk (pedoman) bagi kemaslahatan hidup manusia dalam semua aspeknya.

Sunnah merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, termasuk pendidikan. Sunnah juga berisi petunjuk dan pedoman demi kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat Islam menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang beriman dan bertaqwa. Rasulullah sendiri adalah guru dan dan pendidik utama yang menjadi profil setiap guru muslim. Beliau tidak hanya mengajar, mendidik, tapi juga menunjukkan jalan. Sunnah dijadikan landasan kedua dalam pendidikan Islam. [6]

c. Ijtihad

Landasan berikutnya yang lebih bersifat praktis dan aplikatif adalah ijtihad para ulama dalam hal ini hasil ijtihad para pakar pendidikan Islam. Ijtihad dalam pemahaman umum adalah berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu dan kemampuan yang dimiliki oleh ilmuwan tertentu untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum yang ternyata belum ditegaskan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam meletakkan ijtihad sebagai sumber dasar pendidikan Islam, ada dua pendapat pertama, tidak menjadikannya sebagai sumber dasar pendidikan Islam. Kelompok ini, hanya menempatkan Al-Qur’an dan hadits sebagai bahan rujukan. Sementara ijtihad hanya sebagai upaya memahami makna ayat Al-Qur’an dan hadits sesuai dengan konteksnya. Kedua, meletakkan ijtihad sebagai sumber dasar pendidikan Islam. Menurut kelompok ini, meskipun ijtihad merupakan salah satu metode istinbath hukum,akan tetapi pendapat para ulama akan hal ini, perlu di jadikan sumber rujukan untuk membangun para dikma pendidikan islam. [7]

Dalam hal ini membahas lebih cenderung pada pandangan kelompok kedua, tanpa bermaksud menyalahkan atau mengigkari pedapat pertama. Secara etimologi, ijtihad berarti usaha keras dan sungguh-sungguh yang dilakukan oleh para ulama untuk menetapkan hukum suatu perkara atau suatu ketetapan atas persoalan tertentu.

Perlunya melakukan ijtihad di bidang pendidikan, karena media pendidikan merupakan saran utama dalam membangun pranata kehidupan sosial dan kebudayaan manusia,indikasi memberikan arti bahwa maju mundurnya atau sanggup tidaknya kebudayaan manusia berkembang secara dinamis sangat di tentukan dari dinamika sistem pendidikan yang di laksanakan. Dinamika ijtihad dalam mengantarkan manusia pada kehidupan yang dinamis, harus senantiasa merupakan pencerminan dari nilai-nilai serta prinsip pokok al-quran dan hadist. Proses ini akan mampu mengontrol aktivitas manusia, sekaligus sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada tuhan-Nya.

Di dunia pendidikan, ijtihad di butuhakan secara aktif untuk menata sistem pendidikan yang dialogis, peranan dan pengaruhnya sangat besar, umpamanya dalam menetapkan tujuan pendidikan yang ingin di capai meskipun secara umum, rumusan tersebut telah disebutkan dalam Al-Qur’an (QS. 52:56). Akan tetapi, secara khusus tujuan-tujuan tersebut memiliki dimensi yang harus dikembangkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan manusia pada suatu periodesasi teretentu, yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya.[8]

B. Ruang Lingkup Pendidikan Islam

Menurut pandangan H.M.Arifin, pendidikan Islam mempunyai ruang lingkup mencakup kegiatan - kegiatan pendidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan dalam bidang atau lapangan hidup manusia yang meliputi :[9]

1. Lapangan hidup keagamaan, agar perkembangan pribadi manusia sesuai dengan norma -norma ajaran agama Islam.

2. Lapangan hidup berkeluarga, agar berkembang menjadi keluarga yang sejahtera.

3. Lapangan hidup ekonomi, agar dapat berkembang menjadi sistem kehidupan yang bebas dari penghisapan manusia oleh manusia.

4. Lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat yang adil dan makmur dibawah ridho dan ampunan-Nya.

5. Lapangan hidup politik, agar tercipta sistem demokrasi yang sehat dan dinamis sesuai dengan ajaran islam.

6. Lapangan hidup seni dan budaya, agar menjadikan hidup manusia penuh keindahan dan kegairahan yang tidak gersang dari nilai- nilai moral agama.

7. Lapangan hidup ilmu pengetahuan, agar perkembangan menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan oleh iman.

Pendidikan sebagai ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Karena didalamnya banyak segi-segi atau pihak yang ikut terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Adapun segi-segi dan pihak yang terlibat dalam pendidikan islam sekaligus menjadi ruang lingkup pendidikan Islam adalah :[10]

1. Perbuatan mendidik itu sendiri

Perbuatan mendidik itu sendiri adalah seluruh kegiatan, tindaka atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi atau mengasuh peserta didik. Dengan istilah lain yaitu sikap atau tindakan menuntun, membimbing, memberikan pertolongan dari seorang pendidik kepada peserta didik menuju pada tujuan pendidikan islam. Dalam perbuatan mendidik ini sering disebut dengan istilah tahzib.

2. Dasar dan tujuan pendidikan islam

Yaitu landasan yang menjadi pundamen serta sumber dari segala kegiatan pendidikan Islam. Semua hal yang masuk dalam proses pendidikan harus bersumber dan berlandaskan dasar tersebut. Dengan dasar dan sumber ini, peserta didik akan dibawa sesuai dengan dasar dan sumbernya.

3. Peserta didik

Yaitu pihak yang merupakan objek erpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena tindakan pendidikan diarahkan pada tujuan dan cita-cita pendidikan islam.

3. Pendidik

Secara singkat dapat dikatakan sebagai subjek pelaksana proses pendidikan. Pendidik akan dapat membawa suatu pendidikan pada baik dan buruknya, sehingga peranan pendidik dalam keberhasilan pendidikan sangat menentukan.

4. Materi dan kurikulum pendidikan Islam

Yaitu bahan bahan atau pengalaman pendidikan, yang sudah tersusun secara sistematis dan terstruktur untuk disampaikan dalam proses pendidikan kepada peserta didik.

5. Metode pendidikan Islam

Yaitu cara dan pendekatan yang dirasa paling tepat dan sesuai dalam pendidikan untuk menyampaikan bahan dan materi pendidikan kepada peserta didik. Metode digunakan untuk mengolah, menyusun, dan menyajikan materi pendidikan, supaya materi dapat dengan mudah diterima dan ditangkap oleh peserta didik sesuai dengan karateristik dan tahapan peserta didik. [11]

6. Evaluasi pendidikan Islam

Yaitu cara cara yang digunakan untuk menilai hasil pendidikan yang sudah dilakukan. Pada pendidikan islam, umumnya tujuan tidak semuanya dapat dicapai seketika dan sekaligus, melainkan melalui proses dan tahapan tertentu. Dengan evaluasi, pendidikan dapat dilanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi, namun harus melihat apakah sebuah tujuan yang sudah ditargetkan pada suatu tahap atau fase sudah tercapai dan terlaksana.

7. Alat - Alat pendidikan Islam

Yaitu alat alat yang digunakan selama proses pendidikan dilaksanakan, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara tepat.

8. Lingkungan pendidikan Islam

Yaitu keadaan keadaan dan tempat tempat yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta keberhasilan suatu pendidikan.

----------------
PENUTUP
A. Kesimpulan

Daripenjelasan diatas , maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sesuai dengan makalah “ Konsep Dasar dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam” Ilmu Pendidikan Islam adalah ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad. Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat banyak perhatian dari para ilmuwan. Konsep dasar pendidikan Islam terbagi menjadi tiga, yaitu tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Tarbiyah adalah pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan dan perbaikan.Ta’lim adalah pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan. Ta’dib adalah proses mendidik yang memfokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti. Pendidikan Islam mempunyai sembilan ruang lingkup yaitu perbuatan mendidik sendiri, anak didik, dasar dan tujuan pendidikan Islam, pendidik, materi pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, evaluasi pendidikan, alat-alat pendidikan Islam, dan lingkungan sekitar.

B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.Untuk itu penulis menyarankan kepada pembaca untuk memberikan sumbangan saran serta kritikan dalam memperbaiki makalah penulis untuk yang akan datang.

----------------------

DAFTAR PUSTAKA


Daradjat,Zakiah. 2011.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Ekosusilo, Madyo. 1990. Dasar-Dasar Pendidikan. Semarang: Effhar Offset Semarang.

Fadlullah.2008.Orientasi Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Diadit Media.

Makbuloh, Deden. 2016. Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Menuju Pendidikan Berkualitas di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Nafis,Muhammad Muntahibun.2011.Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta:Teras.

Ridha, Rasyid. 1998. Tafsir Al-Manar. Mishry: Dar al-Manar.

Soleha dan Rada.2011. Ilmu Pendidikan Islam.Bandung: Alfabeta.

---------------
Footnote
---------------
[1]Madyo Ekosusilo, Dasar-Dasar Pendidikan. (semarang; Offset Semarang, 1990),hlm.12

[2]Rasyid Ridha,Tafsir Al-Manar. (Mishry: Dar al-Manar, 1998), hlm. 115.

[3]Deden Makbuloh, Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Menuju Pendidikan Berkualitas di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 75.

[4]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011). hlm. 19.

[5]Soleha dan Rada. Ilmu Pendidikan Islam.( Bandung: Alfabeta, 2011 )hlm. 24-31.

[6]Fadlullah. Orientasi Baru Pendidikan Islam. (Jakarta: Diadit Media,2008), hlm. 20.

[7] Ibid., hlm. 24-30.

[8] Ibid., hlm. 31.

[9]Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Teras), hlm.26

[10]Ibid , hlm.27.

[11] Ibid , hlm.29

Friday, July 21, 2017

PERKULIAHAN ILMU HADITS* INKARUSSUNNAH

PERKULIAHAN ILMU HADITS*

INKARUSSUNNAH


OLEH

DENNI (1611108)

ARYAN YOGI ADITYA (1611106)

FAHRIZAL APRIYANTO (1611111)


DOSEN PENGAMPU :

YADI JAFRI, M.Pd.I


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2017

--------------

INKARUSSUNAH

A. Definisi Inkarus Sunnah

Secara bahasa inkar al-sunnah terdiri dari dua kata yaitu inkar dan sunnah. Menurut bahasa inkar berasal dari bahasa Arab yang berarti “menyangkal, tidak membenarkan atau tidak mengakui dan orangnya disebut dengan mungkir”.[1]

Sedangkan pengertian istilah inkar al-sunnah secara istilah antara lain disebut dalam Ensiklopedi Islam yaitu “orang-orang yang menolak sunnah atau hadits Rasulullah SAW sebagai hujjah dan sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan”.[2]

Berikut pendapat beberapa ahli mengenai inkar al-sunnah

1. Menurut Harun Nasution, inkar al-sunnah adalah paham yang menolak sunnah atau hadits sebagai ajaran Islam di samping al-Qur`an.[3]

2. Menurut Mustafa al- Siba`i yang dimaksud inkar al-sunnah ialah pengingkaran karena adanya keraguan tentang metodologi kodifikasi sunnah yang menyangkut kemungkinan bahwa para perawi melakukan kesalahan atau kelalaian atau muncul dari kalangan para pemalsu dan pembohong.

3. Sementara itu Lukmanul Hakim mendefenisikan bahwa ingkar al-sunnah adalah gerakan dari kelompok- kelompok umat Islam sendiri yang menolak otoritas sunnah sebagai hukum atau sumber ajaran agama Islam yang wajib dipedomani dan diamalkan.[4]

Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa inkar al-sunnah adalah aliran, golongan dan paham yang menolak keberadaan sunnah sebagai sumber hukum Islam atau hujjah yang wajib ditaati dan diamalkan umat Islam. Maksudnya keraguan yang lahir menjadi penolakan terhadap keberadaan sunnah atau hadits sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur`an.

B. Sejarah Inkarus Sunnah

Sejarah perkembangan paham ingkar sunnah terjadi dalam dua periode, yaitu periode klasik ( munkir as-sunnah qadim ) dan periode modern ( munkir as-sunnah hadits ). Menurut Prof. M. Mushthofa Al-Azhami sejarah ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi’I (abad 2H/7M). Kemudian menghilang dari peredarannya selama beberapa abad. Kemudian pada abad modern (abad 13H/19M) kembali muncul di india dan mesir sampai pada masa sekarang.

1. Ingkar Sunnah Periode Klasik

Menurut Imam Syafi’i, kelompok inkar al-sunnah muncul di penghujung abad ke dua atau awal abad ketiga Hijriyah pada saat pemerintah Bani Abbasiyah (750 – 932 M). Pada masa ini mereka telah menampakkan diri sebagai kelompok tertentu dan melengkapi diri dengan berbagai argument untuk mendukung pahamnya untuk menolak eksistensi dan otoritas sunnah sebagai hujjah atau sumber ajaran Islam kedua yang wajib ditaati dan diamalkan. Dalam kitabnya Al-Umm Imam Syafi’i menguraikan perdebatan beliau dengan seseorang pengingkar sunnah. Menurut Muhammad Al-Khudhari Beik, bahwa seseorang yang berdebat denga Imam Asy-Syafi’I tersebut dari kelompok Mu’tazilah karena dinyatakan bahwa orang tersebut berasal dari bashrah ( Irak ), sementara bashrah pada saat itu merupakan pusat teologi mu’tazilah.[5]

Dari perdebatan imam Asy-Syafi’i dengan pengingkar sunnah, dapat dipahami bahwa ada tiga jenis kelompok ingkar sunnah.

Pertama, kelompok yang mengingkari sunnah Rasulullah secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang mengingkari sunnah yang tidak disebutkan dalam al-qur’an secara tersurat ataupun tersirat.

Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits mutawattir ( hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang di setiap periodenya ) dan menolak hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawattir) walaupun sahih.

Dilihat dari penolakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok pertama dan kedua pada hakikatnya memiliki kesamaan pandangan bahwa mereka tidak menjadikan Sunnah sebagai hujjah. Kelompok pertama dan kedua ini sangat berbahaya, karena akan merobohkan paradigma sunnah secara keseluruhan. Sebab sebagian besar perintah ibadah dalam al-Qur’an bersifat global seperti perintah shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Kemudian diperinci penjelasannya oleh Sunnah Rasul. Dengan menolak penjelas al-Qur’an tersebut yakni sunnah maka mereka akan sangat mudah mendistorsi dan mempermainkan makna dari al-Qur’an tersebut sehingga mereka dapat menjalankan ibadah sekedarnya sesuai yang mereka inginkan karena tidak ada penjelasan dalam al-Qur’an mengenai jumlah rakaat dan waktu ibadah tersebut.

Inkar sunnah pada masa klasik ini diawali akibat konflik internal umat islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum sindiq yang berkedok pada sekte-sekte tertentu dalam islam, kemudian diikuti oleh para pendukungnya dengan mencacimaki para sahabat. Secara umum dapat dikatakan semua umat islam mengakui kehujahan sunnah sebagai dasar hukum, hanya saja terdapat perbedaan dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah tersebut.[6]

2. Ingkar Sunnah Periode Modern

a. Ingkar Sunnah di India

Ingkar sunnah lahir kembali pada abad modern di beberapa negara pada abad 19 setelah menghilang dari Irak pada abad klasik. Pengingkar sunnah moderen di india menyebut kelompok mereka dengan al-qur’aniyyun (pengamal al-Qur’an). Pada masa moderen ini terdapat empat kelompok pengingkar sunnah di india yang mempunyai dua prinsip yaitu : berpedoman hanya pada al-qur’an baik urusan dunia maupun akhirat, dan sunnah rosul bukanlah sebagai hujjah dalam beragama. Ke kempat kelompok tersebut ialah :

1. Ummat muslim Ahl Al-Dzikr Wa Al-Qur’an

2. Ummat Muslimah

3. Thulu’ Islam

4. Ta’mir Insaniyat

b. Ingkar Sunnah di Mesir

Taufiq Shidqi (w.1920) yang berasal dari Mesir menyerukan bahwa sumber ajaran Islam hanya al-Qur’an (al Islam huwa al-Qur’an wahdah). Di kalangan para ulama hadis Taufiq Shidqi di catat sebagai pengingkar sunnah pertama pada masa modern di mesir yang secara terang-terangan menolak sunnah sebagai sumber hukum islam.[7]

C. Penolakan Ulama

Faktor-faktor yang menjadi penyebab sebagian ulama mujtahid tidak mau mengamalkan hadits sebagai dasar istinbat diantaranya adalah[8] :

a. Hadits yang berkaitan dengan problem yang sedang mereka hadapi itu tidak sampai kepada mereka, misalnya :

1. Hadits tentang bagian pasti nenek dalam masalah pembagian harta warisan. Rasulullah SAW bersabda bahwa bagian pasti nenek dalam masalah pembagian harta warisan adalah 1/6 (seperenam).

2. Hadits tentang kepulangan seorang tamu yang sudah mengucapkan salam tiga kali, tapi tidak ada jawaban dari tuan rumah, maka tamu tersebut hendaklah pulang.

3. Hadits tentang iddah wanita yang ditinggal mati suaminya, hendaklah wanita tersebut mengambil masa yang paling lama diantara dua masa yaitu 4 bulan sepuluh hari, atau menunggu kelahiran kandungan.

b. Hadits sudah sampai kepada mereka tetapi mereka lupa, seperti : hadits tentang tatacara bertayamum.

c. Hadits sudah sampai kepada mereka, tetapi menurut penilaianhadits itu sudah dihapus atau di nasakh dengan dalil lain.

d. Keadaan hadits memeang memiliki dua sanad, yang berkualitas shahih dan yang lain dla’if. Misalnya hadits tentang kebebasan bertransaksi.

e. Hadits yang bersangkutan hanya memiliki satu sanad, tetapi kualitasnya masih diperselisihkan para ulama misalnya hadits tentang penjual dan pembeli memiliki hak khiyar.

D. Perkembangan Inkarus Sunnah di Indonesia

Inkar al-sunnah muncul di Indonesia pada pertengahan tahun 1983 yang berpusat di Jakarta, ada juga pendapat yang menyebutkan paham ingkar sunnah sudah ada tiga tahun sebelumnya . Adapun tokoh pendirinya adalah Moch. Irham, Sutarto yang dibantu oleh Abdurrahman dan Lukman Saad, saat dalam penyebarannya.[9]

Sedangkan Moch. Irham Sutarto sendiri bukanlah seorang ahli dalam Islam melainkan hanya sebagai pemerhati terhadap Islam di Indonesia. Hal ini terungkap dalam suratnya yang dikirim kepada Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta tertanggal 4 April 1983 yang berbunyi:

” Saya sebagai orang yang hanya mempunyai pengetahuan , bisa membaca al- Qur`an tanpa bisa mengerti arti atau mengetahui maknanya dan tanpa dapat menulisnya selain hanya dapat mencontoh dan kadang- kadang masih banyak juga salahnya”.

Aliran ini ternyata berkembang di pusat saja, namun tersebar di berbagai daerah Jawa dan bahkan sampai ke luar Jawa seperti Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Riau.

Sutarto sebagai tokoh utama pernah menerbitkan sebuah buku atau diktat yang pada prinsipnya berisi ajaran yang menolak sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebagai sumber ajaran Islam dan ia mengajak pengikutnya agar berpedoman hanya kepada al- Qur`an dalam segala aspek kehidupan.

Paham ini ternyata menimbulkan banyak reaksi di Indonesia , apalagi setelah diketahui bahwa dia bukanlah ahli dalam agama Islam. Hingga akhirnya kuluarlah Surat Keputusan Jaksa Agung No. Kep-169/J.A./1983 tertanggal 30 September 1983 yang berisi larangan larangan terhadap aliran inkarus sunnah di seluruh wilayang Republik Indonesia. Walaupun sudah dilarang, namun masih juga terdapat di berbagai daerah seperti di Sumatera Barat yaitu yang dikembangkan oleh Dalimi Lubis yang lahir di Pasaman tahun 1940 M, dan akhirnya dia pindah ke Padang panjang.[10]

---------------

Daftar Pustaka

Dahlan, Abdul Aziz, Dkk. 1996. Ensiklopedi Hukum Islam jilid.III. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Houve

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1994. Ensiklopedi Islam Jild.II. Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve

Hakim, Lukmanul. 2004. Inkar Sunnah Priode Klasik. Jakarta: Hayfa Press

Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan

Zein, Muhammad Ma’shum. 2008. Ulumul Hadits Musthalah Hadits. Jakarta

-----------
Footnote
-----------

[1] Abdul Aziz Dahlan, Dkk., Ensiklopedi Hukum Islam, jilid.III, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Houve, 1996), hlm. 718.

[2] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jild.II, (Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994), hlm.225.

[3] Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hlm.428.

[4] Lukmanul hakim, Inkar Sunnah Priode Klasik, (Jakarta: Hayfa Press, 2004), hlm. 57.

[5] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jild.II, (Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994), hlm.226.

[6] Ahmd Sirojuddin sebagaimana yang dikutip dari Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunnah, Pendekatan Ilmu Hadit, (Jakarta :Kencana, 2011)

[7] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jild.II, (Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994), hal.226.

[8] Muhammad Ma’shum Zein, Ulumul Hadits Musthalah Hadits, (Jakarta, 2008), hal.51.

[9] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jild.II, (Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994), hal.226.

[10] Ibid.

*MASIH DALAM PERBAIKAN KEDEPANNYA