Sunday, April 22, 2018

PERKULIAHAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM



PERKULIAHAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM 

ISLAM dan PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA UMAR BIN KHATTAB 






Disusun Oleh: 

Kelompok 2 

Aryan Yogi Aditya (1611106) 

Denni (1611108) 

Galih (1611112) 

Rahmat Nugraha Novriandi (1611123) 

Yunni Astari (1611135) 

Zaki Zihar (1611136) 


Dosen Pengampu: 

Subri, M. S. I 



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI 

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK 

JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI 

2017 

__________________________________________________________

BAB I 

PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang 

Dalam perjalanan sejarah diketahui bahwa, Umar adalah orang yang besar dalam kesederhanaan, orang yang dilahirkan oleh kemanusiaan dan didik oleh Islam. Beliau penguasa mukmin yang apabila disebutkan pemimpin-pemimpin negara dan pemerintahan sejak fajar sejarah manusia hingga akhir ini, maka beliau adalah orang yang terbesar di antara mereka, paling baik dan paling bersih. Beliau ahli ibadah dan pengajar yang membetulkan pengertian-pengertian kehidupan. Dalam pandangan orang Nasrani, Umar merupakan orang Islam yang paling mirip dengan Paulus, rasul pengikut Nasrani. Bukan karena kisah kepindahannya yang sangat mengejutkan, tetapi karena Umar dalam menegakkan tiang agama baru itu tidak kurang penting dan tidak kalah jika dibandingkan peran Paulus dalam agama Nasrani. Bahkan Nabi SAW pernah berkata kepada Umar "Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar." "Dan jika saja ada Nabi sesudah diriku, maka Umarlah nabi itu." 

Dengan pernyataan tersebut, maka diperlukan sejarah terlebih dahulu, dan sebuah kajian yang mendalam tentang sosok Umar bin Khattab sebagai khalifah memiliki begitu banyak catatan sejarah yang menarik untuk diungkapkan baik yang berkaitan dengan riwayat hidupnya yang mulia, serta kegiatan-kegiatan yang di lakukannya selama menjabat sebagai khalifah, sehingga posisi Umar akan menjadi jelas. 

B. Rumusan Masalah 

1. Bagaimana Sejarah Islam Pada Masa Umar bin Khattab? 

2. Bagaimana Kekhalifahan Umar? 

3. Bagaimana Pendidikan Islam Pada Masa Umar bin Khattab? 

4. Siapa Tokoh-tokoh yang Berperan Penting Pada Masa Umar bin Khattab? 

____________________________________________

BAB II 

PEMBAHASAN 



A. Sejarah Islam Pada Masa Umar bin Khattab 

1. Biografi Umar Bin Khattab 

Silsilah Umar bin khathtab bin Nafil bin Abdul Uzza bin Rabah bermuara di ka’b bin Luay Al Qurasyi Al Adawai. Bani Addi adalah kabilah terkenal di kalangan masyarakat Arab. Mereka adalah salah satu puak dari sejumlah puak Quraiysi yang terkenal sebagai orang-orang terhormat dan mulia. Ath Thabari meriwayatkan : Umar di lahirkan di Makkah kira-kira empat tahun sebelum perang pijar dan dia telah tumbuh dengan sehat.[1]

2. Umar bin Khattab masuk Islam 

Umar bin khathab masuk Islam pada tahun kelima dari kerasulan. Islamnya umar mempunyai pengaruh besar bagi kejayaan islam. Sebab, tatkala telah masuk islam ia menolak menyembunyikan dirinya sebagai seorang Muslim dengan keyakinan bahwa tidak akan ada yang berani menentang dirinya. Ibnu Al Atsir meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, bahwasanya ia telah berkata : Islamnya umar merupakan penaklukan dan hijrahnya dia ke madinah merupakan suatau kemenangan, begitu juga terpilihnya dia menjadi khalifah sungguh merupakan rahmat. Sebab, ketika ia masuk islam dengan gagah perkasa ia menyerang mereka (kaum Quraisy yang masih musyrik) sehingga mereka membiarkan kami mengerjakan sholat di sana. 

Sesudah masuk islam, Umar menjadi sahabat setia Rasulullah dan menjadi penolong yang sangat berjasa bagi beliau. Sebab, seluruh hidupnya dicurahkan untuk membela beliau dan islam. Tercatat Umar adalah orang yang sangat keras kepada orang-orang kafir dan terlibat dalam sebahagian perang yang di ikut oleh beliau.[2]


B. Kekhalifahan Umar bin Khattab 

1. Diangkatnya Umar bin Khattab sebagai Khalifah[3]

Ketika Abu Bakar sakit, dia memperhatikan sahabatnya, siapa di antara mereka yang sesuai diangkat menjadi khalifah, “Yang tegas tidak kejam dan yang lembut tidak lemah”. Dia mendapatkan kriteria pilihannya itu, di antara dua sahabat, yaitu antara Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib. Tetapi kemudian pilihannya jatuh kepada Umar. 

Ketika pilihannya jatuh kepada Umar, dia pun mengundang para sahabat untuk bermusyawarah perihal pilihannya itu. Abdurahman bin Auf meminta pendapat Abu Bakar agar mengemukakan alasan memilih Umar. Abu Bakar berkata: “Dia adalah seorang yang berhati lembut”. Abdurrahman berkata: “Demi Allah! Dia lebih utama dari apa yang engkau kira”. 

Kemudian Abu Bakar mengundang Utsman dan berkata, “Ceritakan kepadaku! Penilaianmu kepada Umar.” Utsman menjawab, “Sungguh sepengetahuanku bahwa hatinya lebih baik dari apa yang ditampakkan oleh perilaku anggota badannya. Di tengah kita, dia tidak ada duanya.” Kemudian Abu Bakar meminta pendapat Asid bin Hudhair al-Anshari dan mengajak musyawarah Sa’id bin Zaid dan yang lain dari kalangan Muhajirin dan Anshar tentang penilaian mereka terhadap Umar, ternyata semuanya menyanjungnya. Setelah Abu Bakar bermusyawarah dengan mereka, lalu beliau pun memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan bahwa Umar adalah pengganti dirinya, menjadi khalifah nanti. 

Dengan demikian, Penetapan Umar sebagai khalifah ditulis pada suatu piagam pengangkatan. Pengangkatan Umar ini bermaksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam di kemudian hari. Kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat dan mereka secara beramairamai membai’at Umar sebagai khalifah kedua dalam usia 53 tahun. Kemudian Umar memperkenalkan istilah “Amirul Mukminin” (komandan orang-orang yang beriman) bukan khalifah. 

Yang pertama sekali dilakukan Umar setelah diangkat menjadi khalifah adalah memecat Khalid bin Walid dari jabatannya sebagai komandan empat pasukan di utara dan menyerahkannya kembali kepada komandan semula Abu Ubaidah bin Jarrah. Tentang pemecatan ini Umar menyatakan orang terlalu mengagungkan Khalid dan ini bisa berbahaya, sementara ada sejarawan mengatakan Abu Ubaidah lebih mampu membenahi administrasi dibanding Khalid yang lebih mahir berperang. Sedangkan Khalid menerimanya dengan rela dan patuh. 

2. Kebijakan-kebijakan politik pada masa Umar Bin Khattab sebagai Khalifah 

Pada masa Rasul, sesuai dengan keadaannya, organisasi negara masih sederhana. Tetapi ketika masa Khalifah Umar, di mana umat Islam sudah terdiri dari bermacam-macam bangsa dan urusannya makin meluas, maka disusunlah organisasi negara sebagai berikut: 

a. Organisasi politik 

1) Al-Khilafaat, Kepala Negara. Dalam memilih kepala negara berlaku sistem “bai’ah”. Pada masa sekarang mungkin sama dengan sistem demokrasi. Hanya waktu itu sesuai dengan al-amru syuro bainahum sebagaimana yang digariskan Allah dalam al-Quran. 

2) Al-Wizaraat, sama dengan menteri pada zaman sekarang. Khalifah Umar menetapkan Usman sebagai pembantunya untuk mengurus pemerintahan umum dan kesejahteraan, sedangkan Ali untuk mengurus kehakiman, surat-menyurat, dan tawanan perang. 

3) Al-Kitabaat, Sekretaris Negara. Umar ibn Khattab mengangkat Ziad bin Tsabit dan Abdullah bin Arqam menjadi sekretaris untuk menjelaskan urusan-urusan penting. 

Majelis Syura (Diwan Penasihat), ada tiga bentuk:[4]

Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair. 

Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum. 

Dewan antara Penasihat Tinggi dan Umum, beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus. 

b. Administrasi Politik 

1) Nidzamul Maly (Departemen Keuangan). Mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’. 

2) Nidzamul Idary (Departemen Administrasi). Bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.[5]

3) Al-Imarah ‘ala al-buldan (Administrasi pemerintahan dalam Negeri). Negara dibagi menjadi beberapa provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (amil), yaitu : Ahwaz dan Bahrain; Sijistan, Makran dan Karman, Iraq; Syam, Palestina, Mesir, Padang Sahara Libia; Al-Barid : Perhubungan, memakai Kuda pos; Al-Syurthah: Polisi penjaga keamanan negara. 

c. Diwan-Diwan (Departemen- departemen) 

1) Diwan al-Qudhat (Departemen Kehakiman). Umar mengangkat hakim-hakim khusus untuk tiap wilayah dan menetapkan persyaratannya.[6]

2) Departemen Pendidikan dan lain-lain. 

Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya.[7]

3. Bidang Sosial pada masa Khalifah Umar bin Khattab[8]

Bidang Sosial Politik Karena perluasan daerah pada masa Umar r.a. terjadi sangat cepat, ia segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Ia membagi daerah itu menjadi delapan propinsi, yaitu Mekkah, Syam, Jazirah Basrah, Kufah, Mesir dan Palestina. Setiap propinsi diperintah oleh seorang Gubernur atau wali. Pemerintahan pada setiap propinsi itu diberi hak otonomi untuk mengurus daerahnya masing-masing. Namun tetap tunduk kepada pemerintahan yang berpusat di Madinah. 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Umar telah menciptakan dan mempraktekkan pemerintahan yang desentralisasi dalam pemerintahan Islam. “Para gubernur yang telah diangkat tidak hanya sebagai kepala pemerintahan tetapi juga sebagai pemimpin agama, pemimpin ekspedisi militer dan pengawas kegiatan masyarakat. Pengangkatan gubernur dilakukan setelah mendengarkan saran-saran penduduk setempat, dan kadang-kadang sejumlah jabatan dalam suatu pemerintahan propinsi diisi melalui pemilihan. Umar bin Khattab juga mengizinkan penduduk setempat memilih calon yang pantas dan jujur menurut mereka sendiri. 

Dan kemudian khalifah mengesahkannya Dari praktek administrasi pemerintahan yang dilakukan Umar dapat dilihat bahwa ia berusaha menanamkan semangat demokrasi pada rakyatnya. Ia memberikan kebebasan berpendapat pada seluruh rakyat tanpa melihat perbedaan mereka dan mengajak mereka, sebagaimana Umar bermusyawarah dengan rakyatnya dalam memilih seorang Amir. Umar mengadakan peraturan-peraturan baru dalam pemerintahannya untuk memperpesat kemajuan seperti ia mengatur kantor-kantor, meletakkan dasar-dasar peradilan dan administrasi, mengadakan baitul mal, mengadakan hubungan pos ke daerah-daerah, menempatkan pasukan-pasukan di perbatasan dan lain-lain. Inti dari semua peraturan ini dibuat dengan sistem musyawarah, ia mengumpulkan tokoh sahabat dan berunding serta meminta pendapat dari mereka. 

Umar juga membentuk Majelis permusyawaratan yang bertugas membuat keputusan atas masalah umum dan kenegaraan yang dihadapi khalifah. Anggota musyawarah ini terdiri atas kaum Muhajirin dan Anshor (Suku Aus dan Khajrat). Nama-nama yang tercantum sebagai anggota ini antara lain Usman, Ali, Abdurrahman bin Auf, Muaz bin Jabal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit. 

4. Faktor-faktor Permasalahan pada masa Khalifah Umar Bin Khattab terhadap Kerajaan-kerajaan Arab.[9]

a. Melemahkan dua Adikuasa, yakni Persia dan Bizantium. Kelemahannya disebabkan karena keduanya terlibat perang berabad-abad yang lalu. Di samping itu juga karena faktor dalam negeri, persaingan antara keluarga kerajaan sendiri dan pertentangan antara kaum agama dan k dan kaum kerajaan. 

b. Berkurangnya dukungan warga negara/masyarakat kedua negara tersebut, karena selain kebebasan agama terusik, mereka dibebani macam pajak dan pungutan yang berat untuk menutupi belanja perang, maka semangat kebangsaannya menjadi luntur. 

c. Secara psikologis bangsa Arab lebih dekat kepada bangsabangsa Suriah, Palestina dan bangsa-bangsa Mesir dibandingkan dengan bangsa Eropa Bizantium. Maka kehadiran orang-orang Arab segera mendapatkan tempat di hati mereka. 

d. Selain faktor-faktor tersebut daerah-daerah baru yang ditundukkan, seperti Mesir, Suriah, Irak, dan lain-lainnya penuh dengan kekayaan. Kekayaan ini menunjang untuk ekspansi selanjutnya. 

Di samping perluasan negara Islam yang sangat menonjol bagaimana digambarkan di atas, pada masa Umar terjadi perubahan dan kemajuan yang spektakuler dalam segala bidang kehidupan. Umarlah letak dasar-dasar negara modern. Untuk menciptakan stabilitas negara menjadi distrik-distrik yang dikepalai oleh seorang wali (gubernur) yang terpercaya. Untuk penataan ekonomi negara dibentuk Baitul Mal dan penggajian pegawai negeri. 

Pada masa Umar juga telah ditetapkan tahun Hijriyah sebagai pedoman perhitungan. Sedangkan untuk memajukan kesejahteraan umum, dibangun berbagai sarana fisik. Dan yang tidak kalah pentingnya bidang pendidikan dan kehidupan keagamaan yang mendapatkan perhatian khusus dari khalifah. Penataan pemerintahan yang maju pada masa Umar yang sebelumnya belum pernah baik pada masa Nabi SAW. dan Abu Bakar adalah kreatifitas Umar yang cerdas. Tetapi tidak menutup kemungkinan adopsi dari daerah yang dibukanya, seperti Persia yang sudah maju administrasinya. 

C. Pendidikan Islam Pada Masa Umar bin Khattab 

1. Kebijakan Pendidikan 

Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Umar bin Khattāb adalah memerintahkan setiap panglima perang, apabila mereka menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.[10]

Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang memberikan penyuluhan di kota madinah, ia menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar. Serta menunjuk beberapa sahabat untuk mengajarkan isi al-Quran dan ajaran Islam lainnya kepada penduduk yang baru memeluk Islam. 

Diantara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh khalifah Umar bin Khattab adalah Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin al-Hasyim, keduanya ditempatkan di Basyrah. Abdurrahman bin Ghannam ditempatkan di Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir. Metode yang diterapkannya adalah guru duduk di halaman masjid dan murid melingkarinya.[11]

2. Materi Pendidikan 

Pada masa khalifah Umar Bin Khattab mata pelajaran yang diajarkan adalah membaca dan menulis al-Quran serta menghafalkannya dan belajar mengenai pokok-pokok ajaran Islam. Pendidikan pada masa ini lebih maju dibandingkan pada masa sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga mulai tampak. Orang yang baru masuk Islam dari daerah yang telah di takhlukan harus belajar bahasa Arab. Oleh karena itu, pada masa ini terdapat pengajaran bahasa Arab.[12]

3. Lembaga Pendidikan 

Bentuk lembaga pendidikan pada masa Umar bin Khattab tidak jauh berbeda dengan Abu Bakar yang disebut dengan kuttab. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab kuttab mulai banyak muncul di berbagai negeri Islam.[13]

D. Tokoh-tokoh yang Berperan Penting Pada Masa Umar bin Khattab 

1. Abu Ubaidah Amir 

Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin Al Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al Harits bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah. termasuk orang yang pertama masuk Islam, beliau memeluk Islam selang sehari setelah Abu Bakar As Shiddiq memeluk Islam. Beliau masuk Islam bersama Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Mazun dan Arqam bin Abu al-Arqam. Pada masa pemerintahan Umar, Abu Ubaidah memimpin tentara Muslimin menaklukkan wilayah Syam (Suriah). Dia berhasil memperoleh kemenangan berturut-turut, sehingga seluruh wilayah Syam takluk di bawah kekuasaan Islam, dari tepi sungai Furat di sebelah timur hingga Asia kecil di sebelah utara.[14]

2. Sa'ad bin Abi Waqqas 

Sa’ad bin Malik Az-Zuhri atau sering disebut sebagai Sa’ad bin Abi Waqqas, dilahirkan di Makkah dan berasal dari bani Zuhrah suku Quraisy. Dia adalah paman Rosulullah Saw dari pihak ibu. Ibunda rasul, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang sama dengan Saad yaitu dari Bani Zuhrah. 

Sa'ad terutama dikenal sebagai panglima pasukan Muslim yang dikirim oleh Khalifah Umar r.a. untuk bertempur melawan Persia di Qadisiyyah. Kala itu, Umar bertekad mengakhiri kekuasaan Dinasti Sassaniyah yang telah menduduki wilayah itu selama berabad-abad. Perang Qadisiyah terjadi antara pasukan muslimin yang berjumlah sekitar tiga puluh ribu orang dengan pasukan Persi yang jumlahnya mencapai seratus ribu orang.[15]

_____________________________________________

BAB III 

PENUTUP 



A. Kesimpulan 

Sepanjang sejarah Khilafah Rasyidah, ekspansi terluas yang pernah tecapai adalah pada masa Umar bin Khattab. Pada saat beliau meninggal kekuasaannya telah mencapai Alexandria, Najran, Kerman, Khurasan, Rayy, Tabriz dan seluruh Syiria. 

Selain itu dalam bidang administrasi, beliau banyak mengadaptasi sistem-sistem pemerintahan dari Sasania, Kostantinopel dan Bizantium. Hal ini memang akibat persentuhannya dengan tiga imperium besar tersebut, dan juga akibat meluasnya wilayah kekuasaan yang memerlukan suatu pengaturan yang lebih rapi. 

Dalam bidang hukum, beliau juga telah menetapkan qadi-qadi di setiap wilayah, dan juga menetapkan hukum acara peradilannya. Selain itu, Umar bin Khattab adalah orang yang terkenal dengan kekritisannya, banyak muncul ijtihad-ijtihad beliau pada masa pemerintahannya. 

_____________________________________________________

DAFTAR PUSTAKA 


Syauqi, Abrari, dkk (Ed.). E-book Sejarah Peradaban Islam 

Ath-Tahrim, Hamid Ahmad. 2006. Kisah Teladan 20 Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Anak. Bandung : Irsyad Baitus Salam 

Imam Adz-Dzahabi, Ringkasan Siyar A’lam an Nubala’, Penyusun: Dr.Muhammad Hasan bin Aqil Musa asy-Syarif. Jakarta : Pustaka Azzam 

Imam As-Suyuthi, 2010. Tharikh Al-Khulafa Ensiklopedia Pemimpin Umat Islam dari Abu Bakar hingga Mutawakkil, penerjemah: Fachry. Jakarta: PT Mizan Publika, 

Mahasnah, Muhammad Husain. 2016. Diterjemahkan: Muhammad Misbah, Pengantar Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka al-Kautsar 

Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group 

Ubaidah, Siti. 2016. E-Book Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing 

Nasution, Syamruddin. 2007. E-Book Sejarah Peradaban Islam. Riau: Yayasan Pustaka Riau 

Fuad, Zakki. 2015. E-Book Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: E-book GOI dan IDB 

___________________________________________________

[1] Imam As-Suyuthi, Tharikh Al-Khulafa Ensiklopedia Pemimpin Umat Islam dari Abu Bakar hingga Mutawakkil, penerjemah: Fachry, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2010), hlm. 121. 

[2] Imam As-Suyuthi, Tharikh Al-Khulafa Ensiklopedia Pemimpin Umat Islam dari Abu Bakar hingga Mutawakkil, penerjemah: Fachry..., hlm. 123. 

[3] Syamruddin Nasution, E-Book Sejarah Peradaban Islam, (Riau: Yayasan Pustaka Riau, 2007), hlm. 68. 

[4] Siti Ubaidah, E-Book Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016), hlm. 46. 

[5] Ibid., hlm. 46. 

[6] Abrari Syauqi dkk (Ed.), E-book Sejarah Peradaban Islam, hlm. 18. 

[7] Siti Ubaidah, E-Book Sejarah Peradaban Islam..., hlm. 47. 

[8] Zakki Fuad, E-Book Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: E-book GOI dan IDB, 2015), hlm. 67-68. 

[9] Zakki Fuad, E-Book Sejarah Peradaban Islam..., hlm 74-75. 

[10] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 47. 

[11] Ibid., 

[12] Ibid., hlm. 48. 

[13] Muhammad Husain Mahasnah, Diterjemahkan: Muhammad Misbah, Pengantar Studi Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2016), hlm.130.

[14] Imam Adz-Dzahabi, Ringkasan Siyar A’lam an Nubala’ : Penyusun: Dr.Muhammad Hasan bin Aqil Musa asy-Syarif, (Jakarta : Pustaka Azzam), hlm.139-145. 

[15] Hamid Ahmad Ath-Tahrim, Kisah Teladan 20 Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Anak, (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2006), hlm. 25.

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM



SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM 

ISLAM DAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ABU BAKAR ASH-SIDDIQ 


Oleh: 

ELEN SAPARINGGA (1611109) 

MUHAMAD MAULANA (1611120) 

REZA DAMAN HURI (1611124) 

SHINTA (1611127) 

UMI FAHIRA MUSTIKA (1611132) 

VIASA LESTARI (1611133) 

WINNA (1611134) 



Jurusan/Prodi: Tarbiyah/PAI 

Dosen Pengampu: 

Subri, M. S. I 



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI 

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK 

BANGKA BELITUNG 

2017


___________________________________________



BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar belakang 

Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan sahabat Nabi yang menjadi salah satu orang yang mendapat gelar Asabiqunal Awwalun yaitu orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Beliau juga mendapat gelar Ash-Shiddiq lantaran beliau lah orang yang membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah. 

Nabi Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 H atau tanggal 8 Juni 632 M. Saat itu, Beliau berumur 63 tahun. Sesaat setelah beliau wafat, situasi di kalangan umat Islam sempat kacau. Hal itu disebabkan Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk calon penggantinya secara pasti, dua kelompok yang merasa paling berhak dicalonkan sebagai pengganti nabi Muhammad SAW adalah kaum Muhajirin dan kaum Anshar. 

Kaum Muhajirin berpendapat bahwa merekalah yang berhak menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW. Mereka mengemukakan alasan bahwa kaum Muhajirin adalah orang-orang pertama yang menerima islam dan berjuang bersama Nabi Muhammad SAW. Untuk itu, kaum muhajirin mengusulkan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pengganti Nabi SAW. Mereka memperkuat usul itu denga kenyataan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang yng menggantikan Nabi SAW menjadi imam sholat ketika beliau sakit. 

Di pihak lain, kaum Anshar berpendapat bahwa mereka adalah yang paling tepat menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW. Mereka mengemukakan alasan bahwa islam dapat berkembang dan mengalami masa kejayaan setelah Nabi hijrah ke Madinah dan mendapat pertolongan kaum Anshar, kaum anshar kemudian mengusulkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti. 

Perbedaan pendapat antara dua kelompok tersebut akhirnya dapat diselesaikan secara damai setelah Umar bin Khatab mengemukakan pendapatnya. Selanjutnya, Umar menegaskan bahwa yang paling berhak memegang pimpinan sepeninggal Rasulullah orang-orang Quraisy. Alasan tersebut dapat diterima kedua belah pihak akhirnya, Umah bin Khatab membaiat Abu Bakar Ash Shidiq menjadi khalifah dan diikuti oleh Sa’ad bin Ubadah. 

Setelah pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah, umat Islam mendapat pemimpin baru yang mengatur segala permasalahan kehidupan. Di masa pemerintahan beliau terdapat beberapa peristiwa penting seperti munculnya nabi palsu, penolakan untuk mengeluarkan zakat dan sebagainya. Gejolak dan pembangkangan yang ada dapat ditangani beliau dengan baik. Bahkan kekuasaan Islam tetap tumbuh pada masa pemerintahan beliau walaupun banyak hambatan dan rintangan meliputi era kekhalifahan beliau. 

B. Rumusan Masalah 

1. Bagaimana sejarah pendidikan Islam pada masa Abu Bakar ? 

2. Bagaimana pendidikan Islam pada masa Abu Bakar dan siapa-siapa saja tokoh-tokohnya ? 

3. Bagaimana sosial-politik pada masa Abu Bakar ? 

C. Tujuan Penulisan 

1. Untuk mengetahui sejarah pendidikan Islam pada masa Abu Bakar 

2. Agar mengetahui pendidikan Islam pada masa Abu Bakar dan siapa-siapa saja tokoh-tokohnya 

3. Agar mengetahui sosial-politik masa Abu Bakar 



___________________________________________

BAB II 

PEMBAHASAN 



A. Sejarah Islam pada Masa Abu Bakar 

1. Biografi Singkat Abu Bakar 

Abu Bakar Ash Shiddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia merupakan khalifah pertama dari Khulafa'ur Rasyidun, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun). 

Nama aslinya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasyi at-Taimi.Bertemu nasabnya dengan Rasulullah pada kakeknya, Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. 

Dan Ibunya adalah Ummu al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Berarti ayah dan ibunya berasal dari kabilah Bani Taim. 

Abu bakar kecil bernama Abdul Ka’bah. Dan gelar Abu bakar diberikan oleh Rasulullah karena ia orang yang paling cepat masuk Islam, sedang gelar Ash-Shiddiq yang berarti “amat membenarkan” adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia amat segera membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa Isra’ Mi’raj.[1]

Aisyah r.a. menerangkan ciri fisik bapaknya dengan mengatakan, “Beliau berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggang (sehingga kainnya selalu melorot dari pinggangnya), wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya, berkening lebar, memiliki urat tangan yang tampak menonjol, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai daun pacar (hinai) maupun daun pohon al-Katm.” Begitulah karakter fisik beliau. 

Sedangkan karakter akhlaknya, beliau terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting, murah hati, penyabar, memiliki azimah (keinginan kuat), faqih, paling mengerti dengan garis keturunan (nasab) Arab dan berita-berita tentang mereka, sangat bertawakkal kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya, bersifat wara’ dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan apa-apa yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah.[2]

Wasiat Abu Bakar Ketika beliau dalam kondisi sekarat, ada yang berkata kepadanya, “Maukah Anda jika kami carikan seorang tabib atau dokter?” Maka spontan dia menjawab, “Dia telah melihatku (maksudnya Allah) dan Dia berkata,”Sesungguhnya Aku akan berbuat apa-apa yang Kukehendaki. 

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Abu Bakar ash-Shiddiq wafat pada hari senin di malam hari, ada yang mengatakan bahwa Abu Bakar wafat setelah Maghrib dan dikebumikan pada malam itu juga yaitu tepatnya delapan hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir tahun 13 H, setelah beliau mengalami sakit selama 15 hari. Beliau wafat pada usia 63 tahun, persis dengan usia Nabi saw. Ia memegang kepemimpinan selama dua tahun tiga bulan.[3]

B. Sosial-Politik Masa Abu Bakar 

1. Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq Menjadi Khalifah 

Nabi Muhammad Saw tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya.[4]

Setelah berita wafatnya Rasulullah menyebar, para sahabat mulai bertanya-tanya mengenai siapakah yang akan menggantikan kepemimpinan umat Islam nantinya. Maka berkumpullah kaum Anshar di Balai pertemuan Bani Sa’adah di Madinah. Mereka bermaksud untuk membaiat seseorang dari kaum Anshar, yakni Sa’d bin Ubadah seorang pemimpin kaum khazraj, untuk menjabat sebagai khalifah. 

Kemudian sekelompok dari kaum muhajirin mendatangi mereka. Dalam pertemuan ini hampir saja terjadi sengketa sengit antara kelompok Anshar dan Muhajirin. Meliahat akan kondisi sengit tersebut Abu Bakar bangkit berpidato dengan berargumentasi bahwa urusan khilafah adalah urusan Quraisy. Dalam pidato tersebut Abu Bakar mengingatkan kaum Anshar bahwa bila kepemimpinan ini di jabat oleh dari suku Aus, niscaya orang-orang Khazraj akan bersaing. Ketika kaum Anshar teringat atas persaingan dan permusuhan yang terjadi di antara merekapada zaman jahiliyah dahulu, lalu merekapun sadar dan mau menerima pendapat Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar kepada mereka mencalonkan Umar atau Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Namun Umarpun menolak akan pengusulan itu dan langsung bangkit menuju Abu Bakar lalu membaiatnya sebagai khalifah seraya berkata kepadanya : Bukankah Nabi telah menyuruhmu, wahai Abu Bakar, agar mengimani kaum Muslimin dalam shalat ? Engkaulah khalifah pengganti dan penerus beliau; kami membaiatmu sehingga kami berarti membaiat sebaik-baik orang yang paling dicintai Rasulullah dari kami semua. Setelah itu kemudian kaum Muhajirin dan Kaum Anshar berturut-turut membaiatnya. Baiat ini kemudian dinamakan dengan baiat As-Shaqifah ini dinamai baiat Al Kahshshah, karena baiat tersebut hanya dilakukan sekelompok kecil dari Kaum muslimin, yakni hanya mereka yang hadir di As Saqifah saja. Keesokan harinya duduklah Abu Bakar diatas mimbar mesjid nabawi dan sejumlah besar kaum muslimin atau secara umum kaum muslimin membaiatnya.[5]

Namun di sisi lain dalam pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah nabi wafat dan sebelum jenazah beliau dimakamkan. Itulah antara lain yang menyebabkan kemarahan keluarga nabi, kuhususnya Fatimah, putri tunggal beliau.Mengapa mereka demikian terburu-buru mengambil keputusan tentang pengganti nabi sebelum pemakamandan tidak mengikut sertakan keluarga dekat nabi seperti Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan. Tetapi penyelenggaraan pertemun tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu, dan sebaliknya berlangsung karena terdorong keadaan.[6]

Dan adapun Ali bin Abi Thalib dalam membaiat Abu Bakar menurut banyak ahli sejarah baru berbaiat kepada Abu Bakar setelah Fatimah istri Ali, dan putrid tunggal nabi, wafat 6 bulan kemudian.[7]

2. Politik pada Masa Abu Bakar 

Dalam menjalankan kekuasaan Islam Abu bakar bersifat sentral. Dalam hal ini kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif, sepenuhnya berada ditangan khalifah. Meskipun demikian dalam menentukan dan memutuskan suatu masalah abu bakar selalu mengajak sahabat untuk bermusyawarah.[8]

Apabila terjadi suatu perkara Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam Al-Qur’an. Apabila dalam kitab suci tidak dijumpai pemecahannya, maka beliau mempelajari cara Rosulullah SAW dalam menyelesaikan suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya dalam hadits Nabi, maka beliau mengumpulkan tokoh-tokoh terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliau menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.[9] Sebagaimana dinyatakan dalam pidato yang disampaikan setelah dibai’at, politik dalam pemerintahan Abu Bakar adalah pemerintahan yang demokratis, beliau menyadari kelemahannya sebagai manusia biasa. Oleh karena itu beliau meminta kepada segenap kaum muslimin agar mengikutinya jika yeng dilakukannya adalah benar. Akan tetapi jika salah beliau meminta untuk dikritisi.[10]


3. Permasalahan Pada Masa Khalifah Abu Bakar[11]

Setelah Rasulullah saw wafat, dan berita kewafatannya tersiar, persoalan yang muncul dalam negeri adalah sekolompok orang madinah menyatakan kemurtadannya sambil melancarkan aksi pemberontakannya. Gerakan ini disebut dengan gerakan Riddah. 

Ini terjadi karena agama islam belum mendalam meresapi sanubari penduduk Jazirah Arab. Ada yang dengan alasan masuk Islam tanpa mempelajari agaa islam, adapula yang masuk islam guna menghindari perang melawan muslimin serta ada juga yang hanya ingin untuk mendapat harta rampasan perang dan nama kedudukan. 

Oleh karena itu maka tidak heran kemudian ketika masa permualaan kekhalifaan Abu Bakar banyak permasalahan yang timbul seperti banyaknya penduduk Jazirah Arabia yang murtad dikarenakan lemahnya Iman mereka terhadap islam. Dan selain itu banyak diantara banga Arab memandang bahwa agama Islam telah menjadikan mereka di bawah kekuasaan suku Quraisy sehingga muncullah gerakan melepaskan diri dari Islam dan tampillah suku-suku bangsa Arab yang mengaku dirinya Nabi. Dan ada lagi permasalahan yang ketiga yaitu orang-orang yang salah menafsirkan ayat –ayat Al-Quran sehingga muncullah orang-orang yang enggan untuk membayar zakat. 


4. Kemajuan Kebudayaan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar 

a. Penyebaran dan Kekuasaan Islam 

Islam pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama yang harus dikembangkan dan didakwahkan. Terdapat dua pola pengembangan wilayah Islam, yaitu dengan dakwah dan perang. Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. 

Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju untuk berperang demi mempertahankan Islam. 

Pada tahap pertama, Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan persia. Pada bulan Muharram tahun 12 H (633 M), ekspedisi ke luar Jazirah Arabia di mulai. Musanna dan pasukannya dikirim ke persia menghadapi perlawanan sengit dari tentara kerajaan Persia. Mengetahui hal itu, Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid yang sedang berada di Yamamah untuk membawa pasukannya membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini segera bergerak menuju wilayah persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai teluk Persia, segera duserbu. Pasukan Persia berhasil diporak-porandakan. Perang ini dalam sejarah Islam disebut dengan Mauqi’ah Zat as-Salasil artinya peristiwa untaian Rantai. 

Pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya menaklukkan Kerajaan Romawi dengan membentuk empat barisan pasukan. Masing-masing kelompok dipimpin seorang panglima dengan tugas menundukkan daerah yang telah ditentukan. Kempat kelompok tentara dan panglimanya itu adalah sebagai berikut : 

a) Abu Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia 

b) Amru bin Ash mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah Palestina yang saat itu berada di bawah kekuasaan Romawi Timur. 

c) Syurahbil bin Sufyan diberi wewenang menaundukkan Tabuk dan Yordania. 

d) Yazid bin Abu Sufyan mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah Selatan. 

Perjuangan tentara-tentara Muslim tersebut untuk menaklukkan Persia dan Romawi baru tuntas pada mas ke khalifaan Umar bin khathab. 

b. Peradaban Islam 

Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin. Hal yang dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah Syahidnya beberapa orang penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kainya penghimpunan ini. Sejak saat itulah Al-Qur’an dikumpulkan pada satu Mushaf. 

Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi pada beberapa Tahapan, yaitu sebagai berikut : 

a) Dalam bidang penataan sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang dihasilkan dari rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul Mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhaq menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an. 

b) Praktik pemerintahan khalifah Abu Bakar yang terpenting adalah suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk umar sebagai penggantinya. Ada beberapa faktor Abu Bakar menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi Khalifah. Faktor utama adalah kekhawatiran akan terulang kembali peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqilah Bani Saidah yang nyaris menyulut umat Islam kejurang perpecahan, bila tidak merujuk seorang untuk menggantikannya. Dari penunjukan Umar tersebut, ada beberapa hal yang perlu dicatat : Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan asa musyawarah. Ia lebih dahulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.[12]


C. Pendidikan Islam Pada Masa Abu Bakar 

Dilihat dari sosial masyarakat yang pada saat itu tidak semua berpihak pada pemerintahan, dengan alasan diatas, Abu Bakar fokus untuk menangani pemberontakan orang-orang murtad, pengaku nabi dan pembangkan zakat. Hal ini menyebabkan pendidikan dimasa ini tidak banyak mengalami perubahan sejak masa Rasulullah SAW. Yakni berkisar pada materi pendidikan seputar tauhid, akhlak, ibadah, kesehatan.[13]

1. Pendidikan keimanan (Tauhid) yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah. 

2. Pendidikan Akhlak, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat dan lain sebagainya. 

3. Pendidikan Ibadah, seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji. 

4. Kesehatan, seperti kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.[14]

Mengenai bentuk lembaga pendidikan pada masa ini, Ahmad Syalabi menegaskan lembaga untuk belajar membaca dan menulis pada saat itu disebut dengan Kuttab. 

Disamping itu masjid juga berfungsi sebagai tempat belajar, ibadah, dan musyawarah. Khusus Kuttab, merupakan pendidikan yang di bentuk setelah masjid. Selanjutnya dalam pendapat yang lain mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang arab pada masa Abu Bakar. Sedangkan pusat pembelajaran pada masa ini adalah kota Madinah, dan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasulullah SAW yang terdekat.[15]

Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.[16]


D. Tokoh- Tokoh yang Berperan Penting pada Masa Abu Bakar 

1. Zaid bin Tsabit 

Zaid bin Tsabit bin Dhahhak Al-Anshari Al-Khazraji biasa di panggil Abu Kharijah dan digelari Jami’ Al-Qur’an Al-Karim (Penghimpun/Penghafal Al-Qur’an). Zaid bin Tsabit adalah seorang sahabat Rasulullah SAW dari Bani Khazraj yang mulai tinggal bersama Nabi ketika ia hijrah ke Madinah.dan merupakan penulis wahyu dan surat-surat Nabi. 

Pasca wafatnya Rasulullah, Abu Bakar menjalankan urusan Rasulullah dihadapkan pada peristiwa-peristiwa perang menumpas orang-orang murtad. Dalam perang Yamamah yang terjadi pada tahun dua belas hijriah melibatkan sejumlah besar penghafal al-Qur’an. Didalam peperangan tersebut ada tujuh puluh qari’ dan sahabat yang gugur.[17] Hal ini membuat Umar bin Khathab cemas dan langsung mengusulkan kepada Abu Bakar untuk menghimpun al-Qur’an sebelum para penghafal lainnya gugur. Pada awalnya Abu Bakar tidak setuju melakukan hal tersebut dikarenakan hal tersebut tidak pernah dilakukan atau diperintahkan oleh Rasulullah SAW. atas desakkan dari Umar bin Khathab Abu Bakar pun menyuruh Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an. Saat menerima amanat besar ini, Zaid mengatakan, “Demi Allah, seandainya mereka menugaskanku untuk memindahkan gunung Uhud dari posisinya, maka tugas itu lebih ringan bagiku dibanding tugas yang mereka pikulkan ke pundakku untuk mengumpulkan Al-Qur’an.” Akan tetapi berkat petunjuk dan inayah dari Allah, Zaid berhasil merealisasikan misi suci tersebut dan mampu menjalankannya dengan baik.[18]

2. Khalid bin Walid 

Nama lengkapnya adalah Khalid bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum Al-Qurasyi, biasa dipanggil Abu Sulaiman, dan digelari Saifullah Al-Maslul (pedang Allah yang terhunus). 

Ia adalah seorang panglima perang yang terkenal pemberani dan penyabar, dan juga terkenal sebagai orator ulung yang fasih. Diawal mula pemerintahan Abu Bakar Ash-Siddiq, Khalid bin Walid ditugaskan untuk menumpas orang-orang murtad, orang yang mengaku-ngaku sebagai Nabi, dan orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat[19] pasca wafatnya Rasulullah SAW. ia juga pernah memimpin pasukan kaum muslimin untuk membebaskan beberapa wilayah baru dan beberapa perang melawan orang-orang Romawi. 

3. Abu Ubaidah bin Al-Jarrah 

Nama lengkapnya Amir bin Abdullah bin Al-Jarrah bin Hilal Al-Fahri Al-Qurasyi, biasa dipanggil Abu Ubaidah dengan laqab Amin Al—Ummah dan Amir Al-Umara’. Dilahirkan 30 tahun sebelum kenabian dan termasuk dalam As-Sabiqunal Awwalun. Dia seorang panglima perang yang berperan dalam ekspansi persia dan perluasan wilayah Islam pada masa itu. 

4. Ali bin Abi Thalib 

Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib ibn Hasyim Al-Qurasyi Al-Hasyimi, biasa dipanggil Abu Hasan. Dilahirkan di Makkah 32 tahun setelah kelahiran Rasulullah atau 10 tahun sebelum Bi’tsah (pengangkatan sebagai Rasul). Ali juga seorang menantu Rasulullah dengan menikahi Fatimah. Ali bin Abi Thalib salah seorang yang berjasa dalam kejayaan Islam walaupun pada masa pemerintahannya terjadi kekacauan dalam umat Islam. Semasa Khalifah Abu Bakar, menjelang wafatnya Abu Bakar membentuk Ahlul Halli wal Aqdi yabg mana salah satu anggotanya adalah Ali bin Abi Thalib. Pembentukkan Ahlul Halli Wal Aqdi ini bertugas untuk mencari pengganti beliau setelah beliau wafat. 

________________________________________

BAB III 

KESIMPULAN


Abu Bakar Ash-Siddiq adalah sahabat Rasulullah SAW, orang yang pertama kali membenarkan kejadian isra’ mi’raj sehingga di beri gelar Ash-Siddiq. Dia adalah Khalifah pertama yang menggantikan kepemimpinan Islam pasca Wafatnya Rasulullah SAW, atas pembaitan kaum muhajirin dan anshar di bani tsaqifah. 

Pasca wafatnya Rasulullah SAW, gejolak politik pada masa itu banyak terjadi seperti banyaknya pemurtadan yang terjadi dikarenakan lemahnya iman mereka, pemberontakkan dan munculnya Nabi-Nabi palsu seperti Musailamah Al-Kadzab. Hal ini Menambah beban Abu Bakar dalam mengemban amanah sebagai khalifah. Dia mengutus Khalid bin Walid untuk menuntaskan gejolak politik yang terjadi saat itu. 

Selain pemberantasan Nabi Palsu, kodifikasi al-Qur’an juga menjadi tugas bagi Abu Bakar dikarenakan 70 qari” penghafal al-Qur’an yang meninggal pada perang Yamamah, membuat Umar bin Khattab mendesak Abu Bakar untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Dalam hal ini Zaid bin Tsabit diberikan tugas untuk mengumpulkan dan menuliskan al-Qur’an. 

Pendidikan pada masa Abu Bakar dilakukan di masjid, rumah, dan majlis-majlis atau halaqah. Dimana nilai-nilai yang ditanamkan adalah memantapkan dan menguatkan keimanan yang diambil langsung dari al-Qur’an dan hadis. 

_____________________________________________

DAFTAR PUSTAKA 

Ahdar, Musyarif. 2014. Sejarah Peradaban Islam I. Lembah Harapan Press: Parepare. 

Al-Azizi, Abdul Syukur. Kitab sejarah Peradaban Islam. Jogjakarta : Saufa. 

Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2009. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. PT. Pustaka Litera AntarNusa: Bogor. 

Fu’adi, Imam. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras. 

Ghazali, Abdul Moqsith. 2009. Argumen Plurlisme Agama. PT Katakita : Jakarta. 

Hasan, Ibrahim Hasan. 2001. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Kalam Mulia : Jakarta. 

Katsir, Al-Hafizh ibnu. 2012. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, terj. Abu Ihsan Al-Atsari. Jakarta: Darul Haq. 

Mursi, Muhammad Sa’id.2005. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. PUSTAKA AL-KAUTSAR: Jakarta. 

Nizar, Syamsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta; Prenada Media. 

Sjadzali, Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara ajaran, sejarah dan pemikiran. UI Press : Jakarta. 

Sjalaby, Ahmad. Sedjarah Pendididikan Islam. Djakarta: Bulan Bintang. 

Yatim, Badri. 2014. Sejarah Peradaban Islam. RajGrafindo Persada: Jakarta. 

Yunus, Mahmud. 1989. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidayakarya Agung. 

____________________________________________________


[1] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras), hlm. 19-20. 

[2] Al-Hafizh ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, terj. Abu Ihsan Al-Atsari (Jakarta: Darul Haq, 2012), hlm. 5-6. 

[3]Ibid., hlm. 25-26. 

[4]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (RajGrafindo Persada: Jakarta, 2014), hlm. 35. 

[5]Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Kalam Mulia : Jakarta,2001), hlm. 396-397. 

[6]Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara ajaran, sejarah dan pemikiran, (UI-Press : Jakarta, 1993), hlm. 21. 

[7]Ibid., hlm. 23. 

[8] Abdul Syukur Al-Azizi. Kitab sejarah Peradaban Islam. (Jogjakarta : Saufa). Hal. 67 

[9] Ibid., hlm.68. 

[10] Ibid., hlm.68-69. 

[11]Musyarif & Ahdar, Sejarah Peradaban Islam I, (Lembah Harapan Press: Parepare, 2014), hlm. 74. 

[12]Ibid., hlm. 77- 78. 

[13] Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta; Prenada Media, 2008), hal. 45. 

[14] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta :Hidayakarya Agung, 1989), hal. 18. 

[15] Ahmad Sjalaby, Sedjarah Pendididikan Islam, (Djakarta: Bulan Bintang), hal. 33. 

[16]Abdul Moqsith Ghazali, Argumen Plurlisme Agama, (PT Katakita : Jakarta,2009), hlm. 237. 

[17] Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (PT. Pustaka Litera AntarNusa: Bogor, 2009), hlm.188. 

[18] Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, (PUSTAKA AL-KAUTSAR: Jakarta, 2005), hlm. 120. 

[19] Ibid., hlm. 84.